01. Fellowship yang Otentik dengan Kristus

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: 1 Yohanes 1:1-10

Pembuat kapal Titanic tentu sangat bangga dengan kemegahan kapal ini. Ini adalah satu pencapaian hasil karya manusia yang begitu luar biasa. Orang-orang yang menyaksikannya terkagum-kagum dan berkata, “This is an unsinkable ship, indeed!” Inilah kapal yang tidak akan mungkin tenggelam. Namun dini hari 15 April 1912 menjadi sejarah gelap, kapal Titanic yang megah ini tenggelam di dasar laut Atlantik dalam pelayaran pertama dan sekaligus terakhir kalinya. Apakah karena ignorance, atau mungkin karena merasa memang kapal ini tidak mungkin bisa tenggelam, atau karena merasa gunung es yang ada di depan kelihatan cuma seperti undukan es kecil, kapal ini kemudian terbelah dua oleh tabrakan yang hanya dalam waktu 2 jam 40 menit kemudian tenggelam, mengambil jiwa lebih dari 1500 orang penumpang. Tidak mereka sangka dan duga, undukan es kecil di atas permukaan air itu sesungguhnya besar luar biasa. Kapal Titanic ditenggelamkan bukan oleh puncak gunung es yang ada di atas permukaan, tetapi ditenggelamkan oleh gunung es yang tidak kelihatan yang ada tersembunyi di bawah air.

Fenomena seperti ini sesungguhnya bukan hanya menjadi tragedi sebuah kapal belaka, tetapi kita bisa menyaksikan di dalam realita hidup manusia, begitu banyak “kapal kehidupan” orang akhirnya karam dan tenggelam karena dihancurkan oleh apa yang tidak kelihatan yang tersembunyi di balik kehidupannya. Kita bisa terkejut, kita bisa terheran dan tidak mengerti saat melihat seseorang yang hidupnya dari luar seolah begitu solid, penuh dengan kesuksesan dan keberhasilan, berlimpah dengan kekayaan dan kemewahan, bahkan termasuk orang-orang yang sukses dalam pelayanan, namun ternyata di balik semua itu tersembunyi hal-hal yang pada waktunya menjadi tragedi yang fatal, semua yang dibangunnya runtuh dan collapse di depan matanya. Mengapa hal itu terjadi? Fenomena-fenomena seperti itu membuat kita belajar satu hal yang penting akan hidup ini, bukan menata apa yang di luar tetapi menata apa yang di dalam.

Surat 1 Yohanes dibuka dengan satu kalimat yang menyatakan excitement sukacita yang indah, “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman Hidup – itulah yang kami tuliskan kepada kamu” (1 Yohanes 1:1). Yohanes coba gambarkan dengan kata-kata, itu adalah pengalaman yang begitu indah dan joyful dekat dengan Tuhan. Namun tidak cukup rasanya kata-kata itu menggambarkan sukacita yang dalam, kebahagiaan yang begitu komplit dan penuh yang Yohanes alami saat dia mengingat kembali pengalaman yang begitu nyata bersama Tuhan Yesus yang begitu luar biasa. Surat ini diberikan kepada orang-orang Kristen generasi kedua dan yang tidak pernah mempunyai pengalaman seperti rasul Yohanes. Dan kalimat rasul Yohanes ini begitu relevan bagi kita juga, yang tidak pernah melihat Tuhan Yesus secara fisik dan mendengar suaraNya. Kita mendengarkan firman Tuhan seringkali abstrak dan kita begitu terbatas di dalam imajinasi dan interpretasi terhadap teks Alkitab yang kita baca. Kita mungkin juga seringkali abstrak merasakan bagaimana Tuhan bekerja di dalam hidup kita. Maka melalui surat ini Yohanes ingin menyatakan Yesus Kristus yang kita sembah adalah Tuhan yang real dan nyata dan kita bisa memiliki fellowship yang indah denganNya. “Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu supaya sukacita kami menjadi sempurna” (1 Yohanes 1:4). Let our joy be completed in satisfaction. Biar itu menjadi sukacita kita karena kita mengalami fellowship dengan Bapa dan dengan Tuhan kita Yesus Kristus. Fellowship seperti itu yang membuat kita penuh dengan sukacita, satu fellowship yang lahir karena kita dipersekutukan di dalam anugerah penebusanNya.

Namun kenapa seringkali hidup kita sebagai orang Kristen tidak memiliki perasaan fellowship dengan Yesus Kristus itu adalah sesuatu yang begitu menyenangkan? Sesuatu yang seharusnya menggairahkan dan meng-energised rohani, tetapi sebaliknya kita merasakannya sebagai hal yang membosankan. Kita tidak merasakan itulah “the ultimate joy” sukacita yang begitu indah dan lengkap sempurna. Apa yang salah dengan hidup rohani kita? Lalu kemudian kita mencoba mencari jalan keluar dengan melakukan berbagai aktifitas rohani dan kita mengira seolah dengan semua itu bisa mendatangkan sukacita, pengenalan yang mendalam dan hubungan yang erat dengan Tuhan, tetapi justru semua aktifitas rohani itu malah menimbulkan hal-hal yang membuat kita kekeringan, kelelahan dan “burn-out” dalam hidup ini. Apa yang keliru di situ? Apa yang salah di situ? Apa yang kita rasa kurang dari spiritualitas kita? Lalu kita mencoba mencari jalan keluar dan penyelesaiannya dengan menambahkan aktifitas demi aktifitas, kita melakukan approaching dengan “doing things” bagi Tuhan. Kita merasa jemaat kurang berdoa, lalu kita tambahkan program persekutuan doa; kita merasa jemaat kurang membaca Alkitab, lalu kita tambahkan program PA dan Bible Study; kita merasa jemaat kurang ini dan itu, lalu ciptakan dan buat lagi program dan aktifitas baru, terus seperti itu.

Selama motivasi dan dorongan untuk melakukan semua itu adalah karena selfishness dan egoisme kita, tidak heran cepat atau lambat kita segera akan menjadi orang Kristen yang hidup di dalam kekeringan rohani yang luar biasa. Meskipun kita berada di tengah-tengah kelimpahan “danau” dari anugerah dan kasih Tuhan, kita mau mencoba mengisi “tempayan” hati kita dengan air dari danau itu, selama-lamanya tempayan itu tidak akan pernah penuh terisi karena dasarnya adalah lubang yang menganga. Kalau kita hanya sibuk membenahi eksterior penampilan kita yang bisa dilihat orang lain, memoles dan menghias bagian luar hidup kita dengan memajang kesuksesan kita sebagai suami dan papa yang sukses membesarkan keluarga, anak-anak yang cerdas dan pandai dalam segala hal, sukses di dalam bisnis, karir dan pekerjaan, rumah yang indah, mobil mewah dan segala barang bermerk, sehingga orang bisa melihat betapa luar biasa hidup kita diberkati Tuhan. Bahkan kalau kita mengerjakan segala aktifitas rohani dan pelayanan semata-mata supaya bisa dilihat orang betapa besar kasih dan pengorbanan kita untuk Tuhan, dst dan kita sibuk memoles bagian luar tanpa pernah membereskan bagian dalamnya, selama-lamanya kita tidak akan pernah puas dan bahagia dalam hidup ini, karena sesungguhnya yang paling penting adalah bagaimana keadaan hati kita yang tidak kelihatan mata orang di luar. Jikalau selama ini hati kita bocor dan ada lubang menganga, jikalau selama ini kita tidak memberi kesempatan kepada Tuhan untuk membenahi dan menambal kebocoran itu, jikalau self-centeredness, egoisme, dan kepentingan diri itu menjadi pendorong bagi kita, maka “Doa Bapa Kami” akan kita lantunkan dengan berbeda. “Bapaku yang di surga, dikuduskanlah namaku, datanglah kerajaanku, jadilah kehendakku.” I built MY kingdom, I fulfil MY will, semuanya aku dan aku semata-mata. Diisi dengan apa pun tidak akan pernah penuh, akhirnya kita “craving” haus akan pujian dan penghormatan orang, kita tidak pernah puas dan content dengan apa yang ada. Craving itu menjadi satu gejala rohani yang tidak sehat, yang seharusnya membuat kita introspeksi dan bertanya ada apa. Pelayanan apa saja yang diberikan kepada orang yang selfish dan egois rohani seperti ini tidak akan membuat dia puas dan sukacita. Biar pun pendeta besuk ke rumahnya, mendoakan kesejahteraannya, melayani apa saja yang dia minta, kalau orang yang kita layani adalah seorang yang hanya mementingkan diri sendiri, tetap dia terus menuntut dan tidak akan pernah puas. Program pelayanan dan aktifitas rohani apa pun yang terus ditambahkan kepada hamba Tuhan dan gereja, dengan berpikir bahwa semakin banyaknya program pelayanan dan aktifitas rohani akan membuat rohani jemaat bertumbuh dan menjadikannya sebuah komunitas yang sehat, tetapi tidak pernah itu menjadi resep yang Alkitab berikan selama semua program dan aktifitas rohani itu hanya untuk memuaskan kepentingan diri dan sifat egosentris kita. Berapa pun banyaknya program pelayanan yang dibuat demi supaya keinginan kita terpenuhi dan supaya gereja kita dilihat hebat oleh orang lain, ketika hal itu tidak terjadi kita menjadi marah dan kecewa. Dan sewaktu pelayanan semakin ditambahkan lagi justru kita menjadi lelah emosi dan rohani. Akhirnya relasi kita dengan orang-orang lain menjadi buruk.

Fellowship yang indah sesama anak-anak Tuhan harus didasari oleh karena orang-orang itu masing-masing punya fellowship yang indah dengan Yesus Kristus. Jika tidak, fellowship sesama anak-anak Tuhan yang terjadi hanya sampai lapisan permukaan saja, hanya sampai lapisan basa-basi dan tidak pernah membangun rohani satu dengan yang lain. Sukacita dan joy yang lengkap dan sempurna itu tidak akan pernah terpuaskan di luar fellowship dengan Tuhan kita. Gereja terus menciptakan pendekatan-pendekatan aktiftas rohani dengan kemasan yang baru, namun tidak pernah menghasilkan perbaikan. Tambah terus program Bible Study, namun tidak merubah pembaharuan pikiran orang. Tambah terus seminar-seminar yang banyak, namun tidak mendatangkan perubahan dalam hidup orang. Hanya menambah knowledge dan menciptakan kelelahan emosional dan spiritual orang. Kita bilang kita perlu lebih banyak waktu untuk berdoa, lalu bikin berbagai persekutuan doa, apa yang terjadi? Emosi kita terkuras sebab kita merasa Tuhan tidak mendengar doa-doa kita. Kita doakan di hari Minggu, kita doakan di hari Selasa, kita doakan di hari Sabtu, lalu kita doakan di hari Minggu lagi, lalu setelah 3 bulan kita melakukan seperti itu kita merasa Tuhan tidak menjawab doa-doa kita, lalu kita merasa Tuhan tidak tergerak dengan banyaknya persekutuan doa yang kita adakan, akhirnya kita menjadi exhausted karena kita hadir di setiap persekutuan doa itu, tetapi bukan semakin dekat Tuhan, kita merasa Tuhan semakin jauh dari kita. Kita bilang kita perlu lebih banyak fellowship, mari kita melakukan fellowship, kita terus ajak orang lebih banyak ikut terlibat dengan harapan lewat cara itu bisa membuat persekutuan lebih intim dan lebih dekat; kita bentuk small groups, kita bentuk grup dengan kelompok-kelompok usia dengan harapan lewat cara itu fellowship kita bisa lebih intim, berhasilkah? Jujur, gereja-gereja mengalami hasilnya bukan fellowship yang indah yang terjadi tetapi yang terjadi adalah friksi dan “crack-ship” yang terjadi. Kita mau ada fellowship yang indah, justru makin menambah small group dengan harapan bisa lebih intim, kita justru menciptakan relasi yang lebih buruk. Itu semua terjadi karena kita hanya memoles bagian eksternal dan bagian eksteriornya saja. Banyak kali kita tidak melihat apa yang tersembunyi di bawah permukaan justru menjadi sumber problema dan masalah. Kita mengira selama apa yang nampak di atas permukaan kelihatan bagus, rapi, maju, berhasil, maka semua beres. Lalu ketika yang nampak di atas permukaan kurang bagus, kurang rapi, kurang maju, kurang berhasil, kita gelisah dan mencoba memoles dan merapikan tampilan luar itu tanpa menyadari bahwa kemungkinan besar penyebabnya adalah kemunduran rohani kita.

Semua ini menjadi satu diagnosa yang perlu kita pikirkan dalam-dalam dan firman Tuhan memberikan kita jawaban dari ayat 5 hingga ayat 10. Di dalam bagian ini ada dua penyebutan yang diberikan mengenai Tuhan Yesus. Yang pertama, Yesus adalah “the Word of Life,” Firman Hidup (1 Yohanes 1:1). Ia memberikan hidup kekal bagi kita. Fellowship bersama Yesus Kristus adalah suatu fellowship dengan Firman Hidup. Lalu di ayat 5 kita melihat sifat yang kedua fellowship bersama Kristus itu muncul, “Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan” (1 Yohanes 1:5). God is Light, AlIah adalah Terang. Ketika terjadi fellowship yang otentik dengan Terang itu, maka tidak ada lagi kegelapan. Tentu kita mengerti jika ada terang, jelas kegelapan akan otomatis lenyap tidak ada lagi. Tetapi kita menemukan satu fakta seperti yang Injil Yohanes mengatakan, Terang itu telah datang ke dalam dunia yang gelap ini, tetapi dunia tidak mengenal dan tidak mau menerimaNya (Yohanes 1:4,5,9-11). Bukankah sewajarnya orang yang berada di dalam kegelapan menerima dengan joyful dan sukacita ketika Terang itu datang kepadanya? Tetapi Alkitab mengatakan satu ironi, dunia yang gelap tidak mau menerima Terang itu karena mereka lebih suka tinggal di dalam kegelapan.

Kita datang ke gereja, kita doa sama-sama, kita melakukan semua itu dengan satu sukacita yang penuh karena kita berada dalam fellowship dengan Tuhan Yesus yang kita kasihi dan yang mengasihi kita. Kita tidak menambah aktifitas, kita tidak menambah program, kita tidak menambah kegiatan-kegiatan rohani yang lain karena bukan itu semua yang kita mau poles di atas permukaan. Tetapi bukan berarti kemudian semua itu kita hapus dan tidak lakukan lagi. Point saya adalah semua itu kita jalankan dengan indah karena “yang di bawah permukaan” kita beres dengan Tuhan. If you have the fellowship with God who is Light, maka tidak ada lagi kegelapan di dalam hidup kita. Karena hanya dengan Terang itu kita bisa melihat semua apa adanya.

Apakah kita selama ini hanya bersibuk diri “doing things for God” tetapi kita tidak pernah mengalami fellowship “being with God” itu? Apakah fellowship seperti itu telah terjadi di dalam hidupmu? Mari dengan jujur kita teliti hidup kita masing-masing hari ini.

  1. Fellowship akan terjadi ketika kita rela Tuhan membereskan semua yang gelap dan tersembunyi dari hidup kita.

“Jika kita katakan bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran. Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari segala dosa” (1 Yohanes 1:6-7). Otomatis persekutuan seorang dengan yang lain akan terjadi dengan indah karena kita masing-masing mempunyai fellowship dengan Kristus. Di dalam fellowship bersama Terang itu, kita membuka diri kita dan tidak menyembunyikan relung dan ruang gelap di dalam hidup kita. Kita mengangkat ke atas, bagian gunung es yang selama ini tersembunyi di bawah permukaan, bagian yang tersembunyi itu menjadi nampak di hadapan Tuhan. Apa yang selama ini kita simpan rapat-rapat tersembunyi di dalam relung yang gelap hati kita, yang tidak kita buka dan perlihatkan kepada Tuhan, yang selama ini kita tidak biarkan Tuhan Yesus masuk ke situ menerangi dan membereskan semua yang kusut, akar-akar yang begitu merusak, yang perlu ditebas dan dipotong habis oleh Tuhan. Di situ ada perasaan harga diri dan kesombongan, ada self-centeredness yang hanya mementingkan diri sendiri, yang seringkali membuat emosi kita meledak hanya oleh hal-hal yang sepele dan gesekan-gesekan kecil di dalam fellowship persekutuan kita dengan orang-orang di sekitar kita. Mengapa kita gampang sekali tersinggung, mengapa kita gampang sekali marah dan merasa terhina? Semua itu karena kita tidak pernah “deal” mengakui begitu banyak hal yang tidak beres tersembunyi dalam hati kita dan kita tidak memberi ruang bagi firman Tuhan mengoreksi kita.

  1. Fellowship akan terjadi ketika kita jujur dan tidak menipu diri.

Yohanes mengingatkan, “Jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa, kita menipu diri kita sendiri kebenaran tidak ada di dalam kita” (1 Yohanes 1:8). Ayat ini memperlihatkan fakta orang Kristen bisa melakukan “self-deception” menipu dan membohongi diri sendiri. Ketika firman Tuhan menerangi hati kita, kita harus rela mengaku di hadapan Tuhan apa yang selama ini kita sembunyikan dari Tuhan, apa yang selama ini tidak pernah kita buka di hadapan Tuhan, apa yang kita selama ini kita simpan sebagai borok yang membusuk dan virus yang begitu merusak rohani kita, kita minta Tuhan menyembuhkan kita. Biar kita tidak terus menipu diri seolah-olah hidup kita beres, biar kita tidak terus hanya menata apa yang di luar tetapi merelakan Tuhan membersihkan yang di dalam hati kita, menerangi dan membukakan semua dengan terang firmanNya.

  1. Fellowship akan terjadi ketika kita bertobat dan mengakui kesalahan kita di hadapan Tuhan.

Kita seringkali berpikir hanya orang yang di luar gereja yang harus bertobat dan masuk ke gereja. Kita tidak pernah berpikir bahwa kita yang ada di dalam gereja sesungguhnya justru patut dan senantiasa perlu mengoreksi diri dan bertobat di hadapan Tuhan dan meminta pengampunan dariNya. Tidak ada excuses. Tidak ada hal yang boleh kita simpan dan sembunyikan di dalam relasi kita dengan Tuhan. Kita harus berhenti bersembunyi dan di hadapan Tuhan kita mengakui segala dosa dan kesalahan kita di hadapanNya. Hanya dengan cara itu kita disembuhkan. Hanya dengan cara itu kita bereskan hubungan dengan Tuhan. Pegang janji firman Tuhan yang berkata, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yohanes 1:9).

Mari hari ini kita datang dengan terbuka di hadapan Tuhan, melihat ke dalam relung-relung hati kita sedalam-dalamnya, mari kita bereskan hubungan kita dengan Tuhan, lalu dalam doa kita, kita bereskan hubungan kita dengan sesama kita. Jangan lagi ada excuses dan alasan yang menghalangi kita. Jangan lagi mulai dengan kata “dia yang salah, bukan aku.” Jangan terus merasa dirimu sebagai korban dari situasi. Karena kalau terus itu yang terjadi, berarti kita tetap memelihara gunung es kita yang destruktif itu. Saya rindu setiap kita refleksi dengan jujur diri ini di hadapan Tuhan. Jika ada orang yang tidak kita suka, jika ada hati orang yang telah kita lukai, jika ada dendam di dalam hati kita kepada orang tertentu, itu semua tidak boleh ada lagi. Hari ini biar kita sama-sama bawa kepada Tuhan karena jika kita ingin beroleh persekutuan yang indah dengan Tuhan maka persekutuan itu hanya bisa lahir di dalam TerangNya. Pada waktu kita bersekutu dengan Yesus Kristus tidak ada lagi kegelapan dan bayang-bayang yang kita sembunyikan dariNya. Selama kita masih tinggal di dalam kegelapan, kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran itu tidak ada di dalam kita. Maka satu-satunya adalah kita datang dan confess memohon pengampunanNya, karena Allah begitu besar dan agung, begitu penuh dengan kasih karunia dan kemurahan.(kz)

Previous
Previous

01. Menjadi ‘Man of God’ yang Sejati