Menjadi Murid Yesus yang Terhebat?
Ringkasan Khotbah
Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Nats: Markus 9:30-41
Markus 9:30-41 adalah satu bagian dimana Yesus memberikan pengajaran khusus kepada murid-murid-Nya. Di bagian sebelumnya, Yesus mengekspresikan keluhan terhadap kegagalan dari murid-murid-Nya yang telah sekian lama mengikut Yesus tetapi mereka masih saja perlu terus diajar. Maka Yesus mengekspresikan kejengkelan-Nya dengan kalimat, "Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu?” (Markus 9:19). Tetapi di pihak lain kita bisa melihat di tengah kegagalan mereka, Yesus tetap membimbing dan mengajar di dalam kesabaran dan ketekunan. Di dalam pelayanan, kita harus memiliki sikap seperti itu. Mungkin di dalam pelayanan kita ada orang yang agak lambat, butuh berkali-kali diingatkan, mari kita dengan sabar dan persisten kita bimbing mereka. Itu hal yang tidak gampang. Kadang-kadang mungkin seorang hamba Tuhan atau guru yang mengajar di Sekolah Minggu, atau mereka yang berkhotbah kepada anak-anak muda, kadang kita merasa betapa sulit dan lambatnya bisa merubah hati mereka, itu membutuhkan waktu yang panjang. Jujur kadang-kadang terbersit perasaan mungkinkah perubahan itu terjadi? Akhirnya ini membuat hamba-hamba Tuhan menjadi burn out dan meninggalkan pelayanan oleh sebab mereka tidak melihat hasil dari pelayanan yang mereka lakukan. Tetapi di saat kita bertemu dengan anak Sekolah Minggu yang kita pernah layani dua puluh tiga puluh tahun yang lalu mengatakan bahwa apa yang engkau sampaikan dan ajarkan telah merubah hatinya, barulah itu menyadarkan kita bahwa apa yang kita lakukan tidak sia-sia dan membuat hati kita penuh dengan sukacita.
Kadang-kadang kita sendiri sebagai murid Yesus juga perlu memiliki hati yang senantiasa rela untuk diperbaiki dan diperbaharui menerima teguran dan pengajaran Tuhan. Mungkin awalnya kita menolak karena belum mengerti. Kita harus mengakui telinga kita kadang-kadang terlalu berat untuk mendengar dan keinginan kita terlalu lemah untuk mau melaksanakan firman Tuhan dalam hidup kita. Tetapi di sisi yang lain, mari kita mempunyai sikap hati yang mengatakan: Tuhan, terima kasih untuk koreksi yang saya terima hari ini. Biarlah saya boleh mengalami perubahan.
Di dalam pengajaran khusus kepada murid-murid, Yesus untuk ke dua kali memberitahukan mereka tentang penderitaan yang segera akan dialami-Nya di Yerusalem. "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit." Pada kali pertama Yesus menyampaikan hal ini, Petrus menegur dan memarahi Yesus. Tetapi Yesus berbalik memarahi Petrus, "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia" (Markus 8:32-33). Tetapi di sini setelah Yesus memberitahukan untuk ke dua kali, kita menemukan reaksi yang berbeda. Murid-murid tidak ada yang berani bereaksi dan hanya diam saja. Apakah mereka takut dimarahi Yesus? Respon Petrus adalah respon menolak secara terang-terangan terhadap misi Yesus sebagai Mesias yang menderita karena ini bertolak-belakang dengan konsep Mesias yang selama ini mereka pegang. Tetapi sampai kepada momen ini, konsep Mesianik mereka yang lama masih belum berubah. Darimana kita tahu? Karena setelah Yesus mengatakan ini, di tengah jalan mereka masih tetap meributkan soal siapa yang akan menjadi yang terbesar. Berarti respon mereka terdiam tidak mau bertanya bukan karena takut dimarahi tetapi itu adalah sikap penolakan yang diam-diam terhadap ucapan kalimat Yesus itu. Tetapi setelah itu di belakang Yesus mereka ribut kasak-kusuk dan bertengkar.
Ini poin pertama kita belajar dari sikap murid-murid di dalam melayani Tuhan di bagian ini. Selama ini mereka berjalan ikut Yesus secara lahiriah kelihatan sungguh-sungguh ikut Yesus tetapi hati mereka sama sekali tidak mau mendengarkan apa yang Yesus katakan. Ketika kita tidak mempunyai kesadaran bahwa firman Tuhan itu betul-betul harus menjadi standar dan kebenaran yang merubah hidup kita maka yang terjadi adalah pikiran kita sendiri, kemauan kita sendiri akan meng-kudeta kebenaran firman Tuhan. Dan itu akan melahirkan beberapa sikap pelayanan yang dengan sendirinya muncul seperti ini.
Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Apa yang kamu perdebatkan tadi di tengah jalan?" Mari kita coba bayangkan sejak tadi di jalan Yesus mendengar murid-murid kasak-kusuk, tetapi Dia tidak langsung menegur mereka. Mungkin awalnya terjadi lelucon dan saling sindir di antara mereka. Leluconnya adalah ketika Petrus, Yakobus dan Yohanes bilang kepada sembilan murid yang lain, kami baru saja naik ke atas gunung bertemu dengan kemuliaan Tuhan dan melihat Musa dan Elia di situ, tetapi kalian di bawah, mengusir Setan saja tidak bisa. Kira-kira seperti itu pertengkaran mereka. Sesudah itu, tiga murid ini berdebat lagi, siapa yang terhebat dari antara mereka bertiga, karena masing-masing merasa paling hebat. Kemungkinan murid-murid lain “sepakat” Petrus adalah yang terhebat dari semua murid yang lain dan dua bersaudara ini tidak setuju. Nanti dalam Markus 10 terjadilah usaha kudeta dari mama Yakobus dan Yohanes, meminta anak-anaknya duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus kelak di surga. Pasti yang paling terganggu waktu itu adalah Petrus karena kalau mereka berdua di kiri dan kanan, jadi Petrus dimana? Saya percaya itu kira-kira persoalan yang timbul di antara mereka.
Yang ke dua adalah miliki motivasi dan sikap hati yang melayani dengan tidak mendapatkan imbal balik jasa kembali. Ini adalah kontras dari perasaan kesombongan di tengah-tengah murid-murid yang mengatakan: aku yang lebih hebat, lebih besar daripada yang lain. Sebetulnya self-proclaim mengatakan diri paling hebat itu tidak sah. Dalam pelayanan sudah tentu kita tidak boleh tidak menghargai orang yang melakukan sesuatu lebih baik dan lebih banyak. Kita menghargai orang-orang yang melayani di tengah kita. Tetapi pada sisi lain kita tidak boleh mengambil kredit itu bagi diri dan menganggap diri kita yang paling besar berkorban bagi Tuhan dan bagi gereja.
Sikap itu terus saja ada sampai pada waktu malam perjamuan terakhir kita melihat mereka terus ribut mempertengkarkan hal yang sama dan tidak ada di antara mereka yang mau mengalah sehingga akhirnya Yesus mencuci kaki mereka. Di situ Yesus bukan lagi menegur, tetapi memberi contoh langsung dengan menjadi seorang hamba dengan mencuci kaki murid-murid. Sangat besar kemungkinan karena malam itu adalah malam Paskah, hari yang paling penting buat orang Yahudi, maka pemilik rumah yang meminjamkan tempatnya untuk Yesus memulangkan budak-budaknya untuk merayakan Paskah di rumah masing-masing sehingga tidak ada yang melayani Yesus dalam perjamuan terakhir malam itu.
Di dalam rumah Yesus melakukan satu hal yang luar biasa untuk mengajar mereka. Hari itu ada anak kecil di dalam rumah itu, mungkin salah satu dari anak murid Yesus, seorang anak kecil yang mungkin masih bayi yang kemudian Yesus pakai menjadi alat peraga untuk mengajar murid-murid. Kata-Nya kepada mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang pertama, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan di tengah-tengahmu." Yesus mengambil anak kecil itu dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku." Itu prinsip yang Yesus sampaikan kepada mereka. Kemudian Yesus lanjutkan: “Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.” Yesus menggunakan hal yang paling sederhana, secangkir air yang diberikan seseorang kepadamu. Pelayanan memberi secangkir air bukanlah sebuah pelayanan yang menuntut pengorbanan besar dan berat buat kita, bukan? Tetapi Yesus memakai ilustrasi ini untuk menyatakan Tuhan menghargai apa yang kita lakukan sekalipun itu adalah hal yang paling sederhana. Dan sebaliknya, jangan minder kalau sdr hanya bisa memberi air putih dalam pelayanan. Jangan pikir bahwa pelayanan itu tidak dihargai Tuhan jika dibandingkan dengan pelayanan-pelayanan lain yang lebih besar. Karena bisa jadi pahala dan upah dari Tuhan sebaliknya kalau kita lakukan itu dengan motivasi dan sikap yang berpusat kepada Yesus dan bukan kepada diri.
Dengan membawa seorang anak kecil sebagai ilustrasinya, Yesus menunjukkan seorang anak kecil tidak bisa membayar kembali apa yang sudah engkau lakukan bagi dia. Seorang anak kecil bahkan tidak bisa mengucapkan terima kasih atas apa yang sudah engkau lakukan bagi dia. Artinya untuk melawan sikap kesombongan kita dalam pelayanan adalah kita perlu belajar mau melayani dengan tidak pernah menuntut balas jasa terhadap apa yang sudah kita beri.
Kadang-kadang kita perlu menaruh kriteria-kriteria yang sangat penting di dalam melayani Tuhan. Salah satunya dalam proses pemilihan majelis gereja, kita mungkin telah kehilangan dimensi memilih mereka yang dengan setia melayani yang kecil dan yang tidak dipandang signifikan. Sangat baik kalau yang kita calonkan pernah melayani di Sekolah Minggu, mengajar anak-anak muda, mereka yang pernah melayani di sound system, atau di bagian lain di belakang layar menjadi satu kriteria yang perlu untuk seseorang boleh menjadi majelis gereja. Tetapi sedihnya seringkali di dalam pelayanan gereja orang-orang yang dipilih menjadi majelis karena keuangan mereka besar atau mereka dilihat sebagai sosok yang penting di masyarakat padahal orang-orang ini mungkin tidak pernah duduk dan terlibat di dalam pelayanan gereja sehari-hari.
Salah satu presiden Amerika Serikat yaitu Jimmy Carter adalah seorang yang setia melayani sebagai guru Sekolah Minggu di gerejanya. Bahkan setelah dia berhenti menjabat sebagai presiden, dia kembali menjadi guru sampai saat-saat terakhir hidupnya. Sekalipun sudah selesai jabatan sebagai presiden Amerika, kembali ke gereja dia tidak ambil jabatan apa-apa selain mengajar Sekolah Minggu. Itu adalah satu contoh teladan yang kita bisa lihat dari dia.
Ketika kita membaca tulisan-tulisan dari rasul Yohanes, baik itu adalah Injil Yohanes, surat-surat 1, 2 dan 3 Yohanes dan kitab Wahyu, apa tema atau inti yang kita bisa lihat di situ? Kasih. Rasul Yohanes sering diidentikkan sebagai rasul kasih. Tetapi kalau kita lihat dia di awal-awal sebetulnya dia adalah orang yang paling menjengkelkan. Murid-murid yang lain menjuluki Yakobus dan Yohanes dengan nama Boanerges, yang berarti anak-anak petir (Markus 3:17). Mungkin sedikit dekat dengan mereka, seperti tersambar petir. Injil Lukas mencatat waktu Yesus menyuruh murid-murid pergi ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi Yesus, orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: "Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?" Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka (Lukas 9:52-56). Mereka kakak beradik orang-orang yang temperamental, pemarah, dan juga iri hati, yang nampak di bagian ini, baru saja Yesus mengatakan pengajaran-Nya, Yohanes menyela: "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita." Dari situ kita bisa tahu dia tidak menyimak apa yang sedang diajarkan oleh Yesus pada saat itu. Hatinya penuh rasa jengkel dan iri hati kepada orang lain yang Tuhan juga pakai di dalam pelayanan. Ini yang terjadi di dalam diri Yohanes. Dia sangat terganggu sekali pada waktu melihat ada seseorang yang bukan di dalam kelompok eksklusif dua belas murid, bahkan mungkin bukan dari kelompok tujuh puluh murid, tetapi bisa memakai nama Yesus untuk mengusir Setan. Karena itu dia larang orang itu melakukannya karena dia hanya seorang pengikut biasa. Berarti terpilih sebagai dua belas orang murid membuat mereka merasa diri sebagai yang terhebat dan terbesar. Jadi istilah “seorang yang bukan pengikut kita” bukan maksudnya orang yang bukan murid Yesus lalu sembarang memakai nama Tuhan untuk mengusir Setan. Tidak mungkin orang yang tidak percaya Tuhan bisa mengusir Setan dengan nama Tuhan Yesus. Itu yang Yesus bilang, “Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.” Yesus bilang, sekalipun dia bukan bagian dari dua belas rasul, bahkan bukan dari kelompok tujuh puluh murid seperti kalian tetapi tidak berarti pilihan-Ku kepadamu menjadi satu hak istimewa boleh menjadikan kalian merasa lebih hebat, lebih dekat dengan Tuhan daripada yang lain. Ini adalah satu hal yang bagi saya membuat kita semuanya harus menyadari akan hal itu.
Jadi apa yang kita belajar dari pertengkaran mereka mengenai siapa yang terbesar dan terhebat di antara yang lain disebabkan oleh karena dari awal tidak pernah menjadikan firman Tuhan diam dengan dalam dan sungguh-sungguh renungkan di dalam pikiran kita, merubah cara berpikir kita, motivasi kita, hati kita. Akhirnya semua itu melahirkan sikap sombong dan angkuh, menganggap diri sudah melakukan hal yang terhebat dan menuntut dibalas seimbang dengan apa yang kita sudah lakukan buat pekerjaan Tuhan.
Yang ke tiga kita dapatkan di sini adalah Allah memberi kepada orang bermacam-macam keunikan yang berbeda. Kita sepatutnya menghargai tiap orang dan bersyukur jika ada orang yang melakukan lebih baik daripada kita. Tetapi jangan menjadi iri hati kepada orang itu.
Bagian ini bagi saya adalah satu bagian yang luar biasa memberikan prinsip-prinsip kriteria pelayanan yang Yesus berikan bagi setiap orang yang melayani Dia untuk meninggikan nama Yesus dan memuliakan Dia lebih dari segala-galanya, lebih daripada uang, lebih daripada status, lebih daripada bakat, lebih daripada kepintaran. Jika ada orang yang dikasih lebih daripada itu tidak harus membuat mereka sombong dan kita yang kurang dari itu juga tidak perlu menjadi iri dan merasa posisi kita terancam oleh dia karena kita sama-sama melayani dan meninggikan Tuhan.
Kiranya Tuhan menolong setiap kita membuka hati dan telinga kita untuk mendengar dan menyimak dengan baik kebenaran firman Tuhan. Setiap kita menghadapi godaan, tantangan, problem, dan hal-hal yang sama seperti hati murid-murid. Biarlah Roh Allah selalu mengingatkan, memperbaharui, merubah, menuntun dan memperbaiki kita.