Diagnosa Kesehatan Imanmu

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Markus 9:14-29

Peristiwa yang dicatat dalam Markus 9:14-29 ini merupakan sebuah kontras dari apa yang terjadi sebelumnya yaitu peristiwa transfigurasi Yesus di atas gunung dan peristiwa yang terjadi di lembah, di bawah gunung. Petrus, Yohanes dan Yakobus baru saja bersama Yesus di atas gunung, mengalami kesegaran rohani yang luar biasa sampai-sampai Petrus berkata, “Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia" (Markus 9:5). Di atas gunung mereka menikmati damai dan sukacita; di atas gunung mereka melihat kemuliaan Allah menyinari wajah mereka; di atas gunung mereka mengalami keindahan keteraturan. Tetapi kisah ini ingin memberitahukan kepada kita kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan bukan dipanggil untuk tinggal terus di atas gunung. Yesus turun ke dalam dunia untuk hadir dan datang kepada realita kehidupan di bawah lembah kekelaman, kepada realita kehidupan kita sehari-hari. Di bawah gunung mereka menemukan kehidupan yang kacau-balau, tidak teratur, dan realita problem keluarga yang tidak habis-habisnya, dan ke situlah mereka berjalan.

Setelah mereka turun dari gunung, mereka menemukan murid-murid Yesus yang lain sedang diintimidasi dan di-bully oleh beberapa ahli Taurat. Kenapa? Murid-murid sedang berhadapan dengan orang yang datang dengan problemnya yaitu anaknya mengalami kerasukan setan dan murid-murid tidak berdaya menolong dia. Dan lebih lagi, Yesus tidak ada bersama mereka. Mereka berusaha melakukan konfrontasi, namun kuasa kegelapan itu begitu kuat dan mereka tidak berdaya. Itulah momen dimana mereka dipermalukan.

Di tengah-tengah situasi itu, seorang dari orang banyak itu berkata: "Guru, anakku ini kubawa kepada-Mu, karena ia kerasukan roh yang membisukan dia. Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubuhnya menjadi kejang. Aku sudah meminta kepada murid-murid-Mu, supaya mereka mengusir roh itu, tetapi mereka tidak dapat." Sejak anak ini masih kecil, seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya.

Dari penampakan luar, kelihatan anak ini menderita serangan epilepsy, tetapi kita menemukan aspek yang lain yaitu aspek adanya keinginan untuk membinasakan dan menyakiti diri sendiri. Ini adalah salah satu ciri yang menunjukkan sifat pekerjaan Setan yang bukan saja mau membuat orang menderita tetapi tujuan utama dia ingin mengambil jiwamu. Setan bisa memberimu kekayaan, kalau melalui itu dia bisa mengambil jiwamu. Tetapi dia juga bisa memberimu kesusahan dan penderitaan bukan hanya ingin mencelakakanmu dan melalui penderitaan itu dia ingin membinasakan nyawamu. Itu aspek pekerjaan daripada si Jahat.

Mendengar kalimat ayah ini, keluarlah kalimat seruan Yesus, "Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu?” Kepada siapa kalimat ini ditujukan? Jelas ini tidak ditujukan kepada ayah anak ini. Jelas ini juga tidak ditujukan kepada ahli-ahli Taurat yang memang terang-terangan tidak pecaya kepada Yesus. Apakah kalimat ini ditujukan kepada kumpulan orang-orang banyak yang hadir pada waktu itu? Bisa jadi. Tetapi jelas sekali kalimat ini lebih tepatnya ditujukan kepada para pengikut-Nya, murid-murid-Nya. Yesus menegur mereka karena mereka sudah beriman kepada Yesus, mereka adalah orang yang percaya kepada Yesus. Apa yang sedang terjadi kepada murid-murid sehingga Yesus memberikan teguran keras ini? Markus 6:12-13 mencatat pada waktu murid-murid diutus pergi ke berbagai tempat untuk memberitakan Injil, mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka. Namun dari pasal 6 hingga ke pasal 9 yang kita baca ini terjadi kontras yang luar biasa pada diri mereka. Belum berapa lama, mereka bisa mengusir banyak setan; belum berapa lama, mereka mendoakan orang sakit dan menyembuhkan mereka. Tetapi sekarang mereka tidak berdaya dan dipermalukan oleh orang-orang itu. Yesus menegur mereka karena Yesus melihat mereka telah kehilangan hati yang mengasihi dan tidak lagi bersandar kepada kuasa Tuhan dalam pelayanan mereka. Setelah mengalami begitu banyak kesuksesan, murid-murid melihat pelayanan itu sebagai sebuah kehebatan dan kebanggaan. Mereka menjadi merasa dibutuhkan dan dicari oleh orang-orang ini. Di awal mereka sepenuhnya bersandar dan berdoa kepada Tuhan, namun kemudian skill, teknik, talenta dan kemampuan mereka telah menyingkirkan aspek itu. Itu semua membuat Yesus kemudian berkata: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu?”

Gereja tidak sanggup bisa melakukan banyak hal itu sebab Tuhan boleh memakai banyak gereja dan institusi lain untuk saling memperlengkapi dan menjadi sebuah komunitas yang melakukan hal-hal yang kita tidak sanggup bisa kerjakan dan lakukan seorang diri. Kita perlu bekerja sama menjadi satu kesatuan membangun pekerjaan Allah sampai rumah Allah yang spiritual itu menjadi indah dan luar biasa. Tetapi kita tidak boleh menjadi sebuah komunitas yang kehilangan hati yang loving and caring di dalam pelayanan kita. Biar orang hadir dan datang di dalam ibadah kita bisa melihat bahwa kita adalah orang yang penuh dengan hati yang seperti itu.

Markus selanjutnya mencatat percakapan antara Yesus dengan ayah dari anak ini. Yesus bertanya kepadanya: "Sudah berapa lama ia mengalami ini?" Mengapa Yesus keluarkan pertanyaan ini? Bukan Yesus tidak tahu sudah berapa lama anak itu mengalaminya, tetapi Yesus sedang mau membereskan persoalan hati ayahnya. Ini adalah sebuah pertanyaan yang penuh simpati dan empati dari Yesus. Dan pertanyaan ini juga penting karena pertanyaan ini kemudian membuka mata semua orang yang hadir terhenyak dan tersadar apa sebetulnya yang dialaminya. Itu adalah satu hal yang luar biasa indah sekali.

Kita mungkin seringkali mempersalahkan hal-hal yang lain di sekitar kita yang menjadi sebab dan penyebab daripada persoalan kesusahan kesulitan dalam kehidupan kita. Bisa jadi kita mempersalahkan isteri atau suami kita, anak kita, boss kita, orang-orang yang lain, atau bahkan mempersalahkan Tuhan. Mari pada hari ini kita belajar sama-sama untuk tidak terus melakukan itu karena bisa jadi hati kita yang lebih dulu perlu disembuhkan dan dibereskan oleh Tuhan sebelum Ia membereskan problem dan beban hidup kita.

Kepada pertanyaan Yesus, ayah ini menjawab dengan linangan air mata, “Tuhan, sejak dia masih kecil.” Kita sulit membayangkan bagaimana dinamika keluarga ini. Mereka tentu hidup di dalam situasi yang sangat gelap, kacau balau. Mereka tidak bisa menjalani hidup dengan normal bekerja dan beraktifitas seperti keluarga yang lain. Mereka harus menjaga anak itu siang dan malam. Jangan lupa, lampu penerangan mereka di malam hari bukan lampu listrik seperti yang kita punya ini tetapi tentu pakai pelta atau obor api. Kalau sampai roh-roh jahat itu menyeret anak ini ke api kalau ada kesempatan, berarti setiap malam orang tuanya tidak bisa tidur karena harus menjaga dia atau sejak matahari terbenam mereka harus berada dalam kegelapan sampai matahari terbit. Kita percaya betapa ayah dari anak ini sudah berjuang keras bagaimana mengasihi anak itu dan bagaimana dia berusaha mencari pertolongan dan jalan keluar yang tidak ada habis-habisnya sejak dia masih kecil.

Ada banyak keluarga yang mungkin mengalami situasi ketika anaknya menderita severe autism yang melumpuhkan mereka sama sekali untuk bisa menjalani hidup dengan normal. Mereka harus menjaga anak itu, pelihara dengan baik-baik, harus memikirkan diet makanannya, membawanya ke dokter, menjalani terapi sejak kecil. Entah berapa banyak biaya yang dikeluarkan, berapa banyak tetesan air mata tidak berdaya dari mereka. Mereka mungkin tidak punya cara lagi untuk bisa menyelesaikan situasi itu. Tetapi satu hal yang penting di dalam situasi seperti itu jangan pernah menyerah, jangan pernah kehilangan pengharapan di hadapan Allah.

Kalimat selanjutnya dari ayah ini, “Jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami." Perhatikan ayah ini membawa problem anaknya, tetapi Yesus sekarang mau menyelesaikan problem dia, dan ini adalah hal yang penting. Engkau tidak akan mungkin bisa menyelesaikan persoalan yang ada di tengah-tengah hidupmu sebelum hubunganmu dengan Aku beres lebih dulu. Maka di situ Yesus bertanya kepadanya: “Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" Apakah engkau percaya bahwa Aku sanggup bisa menolongmu?

Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” Kita melihat satu paradoks yang luar biasa dari kalimat dia. Dia mengatakan aku percaya tetapi tolonglah aku yang tidak percaya ini. Masih ada keraguan di dalam hatinya. Dengan jujur dia ingin mengatakan: Tuhan, aku percaya kepada-Mu tetapi persoalan hidupku yang begitu berat membuat imanku mengandung keraguan. Apakah ini sebuah hal yang normal? Ya. Itu juga bisa kita alami sebagai orang Kristen. Persoalan hidup yang berat bisa membuat iman kita mengandung keraguan terhadap Tuhan.

Mari kita lihat sedikit perbandingan. Lukas 1 menceritakan bagaimana Zakharia yang adalah seorang imam senior yang sudah melayani Allah sekian lama, hari itu dia masuk ke dalam Bait Allah untuk melakukan satu pelayanan membakar ukupan pada saat malaikat Gabriel memberitahukan akan kelahiran Yohanes Pembaptis. Pada saat yang tidak berapa lama, malaikat Gabriel mendatangi Maria yang adalah seorang anak gadis remaja yang masih muda. Dua-duanya mendapatkan berita yang sama, yaitu bahwa mereka akan mempunyai seorang anak dari Allah. Dua-duanya mencetuskan respon yang sama yaitu keraguan mereka kepada berita itu. Ketika firman Allah sampai kepada Zakharia, Zakharia kepada malaikat Gabriel, “Mustahil! Bagaimana mungkin hal ini akan terjadi? Aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya?” (Lukas 1:18). Ketika malaikat menyampaikan Maria juga berkata hal yang sama, “Mustahil! Bagaimana mungkin hal ini akan terjadi? Aku belum bersuami” (Lukas 1:34). Tetapi kepada Zakharia, malaikat itu berkata, “Karena engkau tidak percaya akan perkataanku, maka engkau akan menjadi bisu sampai pada hari dimana hal ini akan terjadi” (Lukas 1:20). Sejak hari itu Zakharia menerima hukuman Allah atas ketidak-percayaannya kepada firman Tuhan sampai dia tahu bahwa apa yang Tuhan akan lakukan tidak ada yang mustahil. Tetapi kepada Maria malaikat itu memberikan penjelasan pengertian kepadanya. “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Maha Tinggi akan menaungi engkau, Sebab Anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Lukas 1:35,37). Dimana letak perbedaannya? Kita bisa lihat ada aspek di dalam diri Maria, dia adalah seorang anak remaja yang masih kecil dan imannya begitu sederhana kepada Allah, sedangkan Zakharia adalah seorang imam yang sudah berpuluh-puluh tahun melayani Tuhan, dia sudah banyak mengerti tentang siapa Allah, dsb. Seringkali kita yang sudah lama ikut Tuhan kadang-kadang akhirnya menjadi orang Kristen yang terlalu tahu banyak hal dan kita mungkin menjadi orang yang berespon dengan cara yang berbeda pada saat mendengar firman Tuhan. Tuhan menegur Zakharia sebab seharusnya di dalam posisi dia sebagai seorang yang sudah lama ikut Tuhan dan yang mengenal kuasa Tuhan, yang setiap bagian dari hidupnya bersentuhan dengan firman Allah yang dia baca setiap hari, di dalam momen seperti itu seharusnya dia adalah orang yang menunjukkan apa artinya beriman kepada Allah. Maka teguran itu datang kepadanya. Hal yang sama kepada murid-murid Yesus, kenapa Yesus kemudian mengatakan kepada murid-murid-Nya "Hai kamu angkatan yang tidak percaya,” you are faithless generation. Tetapi kepada ayah ini Yesus mendesak dia supaya dia menyatakan apa artinya beriman kepada Tuhan.

Jelas sekali bapak ini datang dengan iman yang lemah karena di dalam imannya kepada Tuhan, ada keraguan itu. Sekalipun ayah ini berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" di tengah-tengah keraguan dia, dia tetap datang berseru dan memohon kepada Tuhan Yesus. Kontras dengan murid-murid Yesus yang sudah percaya Tuhan, yang tahu bahwa mereka harus bersandar kepada Tuhan, bersandar dengan doa dan bukan kepada skill, teknik, kemampuan, pengalaman, kesuksesan, talenta, pengetahuan, sekalipun semua itu cukup sanggup bisa membuat mereka bekerja dengan baik dan sukses, bisa melakukan pelayanan yang indah dan baik.

Tanpa berdoa, orang tetap bisa melakukan semua pekerjaan Tuhan dengan baik, tetapi pada waktu kita tidak lagi melihat pelayanan itu membutuhkan persandaran kita kepada Tuhan. Dan ketika Yesus sudah di rumah, dan murid-murid-Nya sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: "Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu?" Jawab-Nya kepada mereka: "Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa." Kalimat itu menjadi teguran bahwa berarti murid-murid telah kehilangan dimensi itu. Dan berarti Yesus sedang mengajak kepada mereka di dalam pelayanan, di dalam kita ikut Tuhan, ada dinding yang engkau harus lompati dan jalani, dinding yang lebih tinggi, yang tidak mungkin engkau bisa jebol, tidak mungkin engkau bisa lompat dan mengalahkannya selama engkau tetap hanya mengandalkan dan mengerjakan dengan kekuatanmu sendiri.

Ketika kita merasa doa itu begitu berat dan susah dan tidak dijawab, tetap doa. Ketika kita tidak merasa ingin berdoa, bersyukur menyanyi memuji Tuhan, tetap datang kepada Tuhan. Ketika kita merasa sudah cape dan lelah untuk bisa melayani, tetap melakukannya, sekalipun mungkin semua yang kita kerjakan dan lakukan dalam pelayanan itu kita rasa tidak ada hasilnya. Seberapa jauh kita sudah berjuang dan berusaha bagi hidup spiritual anak kita? Begitu berat dan begitu susah resistansi yang dia tunjukkan, jangan pernah menyerah. Ingat baik-baik kalimat ayah ini berkata: Anakku sudah dirasuk setan sejak kecil. Jangan pikir Setan tidak bekerja sejak anak itu kecil. Ini mengingatkan kepada kita jikalau Setan itu sudah grooming anak kita sejak dia kecil untuk ikut dia, perhatikan itu. Betapa kita perlu berdoa setiap waktu bagi jiwa anak-anak kita. Kadang-kadang kita tidak menyadari urgensi itu.

Kisah ini memperlihatkan kepada kita tidak ada di antara kita yang hidup di bawah lembah kehidupan yang tidak mengalami begitu banyak kekacauan, problema dan kesusahan. Sebagai pengikut-pengikut Tuhan kita bisa malu dan kadang kita bisa mempermalukan Tuhan karena banyak hal kita sudah lalai, mari kita terima itu sebagai sebuah teguran Tuhan yang kita terima dan memperbaiki diri. Mari kita memperbaiki hidup doa kita, memperbaiki hati kita dalam pelayanan dan persandaran kita kepada Tuhan. Di situlah Tuhan akan menyehatkan iman kita.(kz)

Previous
Previous

His Sweat Was Like Drops of Blood

Next
Next

Transfigurasi: Keilahian Yesus Dibukakan