Jangan Sakiti Hati Anakmu

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Efesus 5:22-33

Dalam Efesus 5:22-33 Paulus secara khusus bicara mengenai hubungan dan relasi suami isteri di dalam sebuah pernikahan Kristiani. Di situ hubungan suami istri bukan sekedar satu hubungan yang bersifat horisontal di antara suami kepada isteri atau isteri kepada suaminya, melainkan hubungan itu dimodelkan dengan bagaimana cinta daripada Kristus kepada GerejaNya. Pernikahan orang Kristen menjadi berbeda dengan pernikahan orang non-Kristen bukan hanya karena diadakan di dalam gedung gereja, tetapi mari kita jadikan pernikahan kita itu dengan prinsip pernikahan Kristiani. Adalah sedih sekali jikalau kita hanya menjadi orang Kristen yang masuk ke dalam pernikahan tetapi tidak disertai dengan prinsip pernikahan Kristiani, ketika nilai dan apa yang kita kejar dan yang menjadi kepentingan di dalam pernikahan kita sebagai orang Kristen tidak jauh berbeda dengan pernikahan orang yang lain. Doa saya kiranya firman Tuhan hari ini membimbing pernikahan kita masing-masing boleh dipulihkan, diperbaiki, dan diperindah kembali. Jangan berpikir bahwa khotbah ini tidak relevan bagi sdr yang single atau bagi sdr yang masih dalam tahap berpacaran, dan juga jangan berpikir bahwa khotbah ini sudah tidak relevan lagi bagi sdr yang sudah menikah puluhan tahun lamanya karena merasa pernikahan anda aman-aman saja dan menganggap khotbah ini hanya bagi pasangan baru. Mari kita melihat bagaimana prinsip pernikahan ini tetap menjadi prinsip yang indah bagi kita sebab ini bukan soal bagaimana saya mencintai dan mengasihi pasangan kita, tetapi ketika Paulus mengatakan relasi Kristus dan jemaatNya adalah model bagi pernikahan Kristen, prinsip ini tetap berlaku sekalipun kita menjadi tua, mungkin kita tidak lagi memiliki kegairahan di dalam relasi hubungan seksual yang seperti pada awal-awal pernikahan, tetapi pernikahan kita akan menjadi indah karena kita merefleksikan Kristus di dalam pernikahan itu.

Kita perlu ingat pertama-tama, di sini Paulus memberikan dalam bentuk perintah firman Tuhan, bukan sebagai pendapat dia pribadi ataupun nasehat atau usulan. Sehingga ketika itu adalah perintah, respon kita sebagai umatNya adalah taat menjalaninya. Puji Tuhan, dari bagian Efesus 5 ini kita melihat hal yang luar biasa indah ketika Tuhan menjadikan relasi suami isteri ada beberapa point yang penting. Pertama, di sini kita bisa melihat konsep pernikahan monogami, relasi yang eksklusif Allah menjadikan pernikahan kita itu menjadi satu daging, bukan dua orang lagi. Yang ke dua, kita bisa melihat prinsip daripada pernikahan Kristen itu melampaui budaya. Isteri itu taat, hormat, tunduk kepada suami di dalam hormat dan takut kepada Kristus, dan sikap tunduk itu terjadi oleh sebab apa yang dilakukan oleh suami itu kepada isterinya yang memberi kasih yang berkorban berdasarkan kasih Kristus. Kasih yang menjadikan isteri sempurna dan lengkap; kasih yang membuat isteri aman dan nyaman. Kasih daripada suami kepada isteri adalah kasih seperti engkau menghargai dan merawat dan menghormati tubuhmu sendiri.

Secara praktis bagaimana kita meresponi bagian ini untuk memperkaya, memperindah, menjadikan relasi suami isteri dalam pernikahan ini? Ada tiga poin yang akan saya angkat pada hari ini berdasarkan apa yang kita sudah baca sama-sama. Pertama, mari kita berkomitmen untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan pasangan kita secara sempurna di dalam relasi suami isteri tsb. Yang ke dua, mari kita berkomitmen untuk memiliki sikap hati mengampuni dan menghapus hutang kesalahan pasangan kita setiap hari. Yang ke tiga, mari kita berkomitmen untuk membentengi dengan aman pernikahan itu. Mari kita teliti komitmen ini satu persatu.

Poin yang pertama, komitmen untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan pasangan kita secara sempurna di dalam relasi suami isteri tsb. Sangat luar biasa Alkitab menaruh kata: Hai isteri, tunduk, respek, hormat kepada suami; dan hai suami, kasihi isterimu. Kenapa Paulus memberikan dua kata perintah yang berbeda? Di sini kita menemukan keunikan kebutuhan yang berbeda antara pria atau suami dan wanita atau isteri. Kebutuhan pria yang paling utama adalah bagaimana dia dihormati, dihargai, direspek; kebutuhan daripda seorang wanita adalah bagaimana dia dicintai dan dikasihi. Sayangnya kecenderungan pria pada waktu mengejar seorang wanita, dia akan sangat romantis sekali kepada dia, lalu sesudah dapat, hilang segala keromantisan itu. Waktu belum dapat, romantisnya luar biasa. Siap mengantar dan menemani dia kemana saja, pintu mobil dibuka, dsb. Tetapi begitu wanita mau sama dia, pria berpikir wanita itu pasti cinta sama dia, so case closed. Bisa jadi waktu suami duduk nonton tv, tanpa ada hujan dan badai, tiba-tiba isteri bilang, "Nampaknya kamu sudah tidak cinta lagi sama saya." Suami jadi kaget, ada apa ini? Bukankah dia sudah membantu potong rumput, bersih-bersih gudang, bikin nasi goreng, itu kan tanda cinta. Bagi isteri itu bukan tanda cinta. Dalam pernikahan sedih sekali ketika terjadi pertengkaran dan perselisihan yang menjadi lingkaran setan ketika suami merasa tidak dihargai, dihormati pendapatnya oleh isteri maka dia kemudian berdiam diri dan berlaku kasar kepada isterinya. Isteri yang melihat sikap suami yang diam dan kasar itu kemudian dia menganggap bahwa suaminya itu tidak mencintai dia sehingga menyebabkan isteri berespon dengan mengomel dan mengkritik suaminya. Dan tindakan isteri yang tidak puas dan mengomel dan mengkritik kepada suaminya dipandang oleh suami tidak menghargai dan menghormati dia lalu kemudian dia menjadi kasar. Umumnya maka respon isteri itu biasanya menangis karena merasa terluka dan merasa dia tidak disayang. Ketika pertikaian dan ketidak-harmonisan terjadi, di balik semuanya itu ada kebutuhan yang tidak terpenuhi dari diri suami yang merasa tidak direspek dan isteri yang merasa tidak dicintai. Suami menganggap dia adalah provider bagi keluarga; itu identitasnya dan gengsi harga dirinya. Kita harus menyadari ini dan kadang-kadang di situ pada waktu melihat isteri kerja dengan karir dan gaji yang lebih baik, suami menjadi terganggu. Itu bisa ada di dalam hati pria. Sehingga pada waktu suami pulang kerja dengan susah dan berat seperti itu menghadapi kritikan yang muncul dari isterinya dia bereaksi dengan marah. Sebab di balik hatinya ada sebuah kebutuhan yang dia rindukan, dia merasa tidak di-support oleh isterinya. Kita perlu memberikan respek dan hormat bukan dengan kata-kata tetapi di dalam support menyatakan apa yang dia lakukan sebagai satu perjuangan dia untuk menjadi provider bagi keluarga.

Poin yang ke dua, komitmen memiliki sikap hati mengampuni dan menghapus hutang kesalahan pasangan kita setiap hari. Sama seperti Kristus mengasihi jemaat dan berkorban baginya, Kristus mengasihi dan menguduskan dan menjadikannya lengkap dan sempurna; itu kasih Kristus kepada jemaatNya, kasih sang Juruselamat yang mengampuni dan menjadikan kita sebagai orang berdosa itu memiliki relasi yang intim dan dekat dengan Dia. Kita sebagai dua orang berdosa masuk ke dalam pernikahan tentu tidak bisa memiliki kualitas yang sama, suami tidak bisa dibandingkan dengan Kristus yang suci dan tidak berdosa adanya. Tetapi poin daripada relasi itu penting. Kita memerlukan komitmen setiap harinya untuk memiliki sikap hati mengampuni dan menghapus hutang kesalahan pasanganku setiap hari. Di dalam pernikahan sdr dari sejak awal pernikahan sampai hari ini sdr menabung kasih, jangan menabung kesalahan. Kesalahan itu harus dihapus dan dibereskan setiap hari. Kenapa saya mengatakan demikian? Jujur saja kalau sdr tanya kepada konselor pernikahan, kepada pendeta yang melayani konseling jemaat, kepada mediator atau kepada pengacara yang memproses perceraian, ketika pembicaraan terjadi antara suami isteri, yang keluar adalah tabungan kesalahan, tabungan kemarahan, kesedihan dan kepahitan; tidak ada tabungan kasih. Kenapa bisa begitu? Itu tidak pernah terjadi seketika saja. Sebuah ketidak-cocokan, konflik dalam relasi tidak pernah terjadi begitu saja. Itu pasti disebabkan karena kita tidak menabung kasih; yang kita tabung selalu adalah menumpuk dan terus mengingat kesalahan pasangan kita. Kata "setiap hari" itu perlu dan harus. Ini yang harus kita kerjakan setiap hari: saling mengampuni dan saling membatalkan hutang masing-masing.

Pernikahan kita bukanlah sebuah hal yang sentimental seperti fairytale sehingga sering dua orang masuk ke dalam pernikahan seperti itu menjadi kecewa karena mempunyai ekspektasi yang tidak realistik. Kita harus selalu ingat konteks environment kita mendirikan pernikahan kita adalah dunia yang sudah berdosa. Yang ke dua, kita harus selalu ingat, pernikahan itu berarti dua orang yang berdosa sedang menikah, sekalipun kita adalah orang-orang berdosa yang telah ditebus oleh Tuhan, masing-masing sedang dalam proses pengudusan dan pendewasaan. Yang ke tiga, ada dua problem pada waktu kita masuk ke dalam pernikahan, kita bukan saja membawa kebahagiaan kita tetapi kita juga ingin membahagiakan pasangan kita; namun di dalam pernikahan itu kita juga membawa dua problem ini: kita membawa problem keterlukaan masa lalu mengalami penolakan, rasa tidak dihargai dan tidak dicintai, dan itu adalah masa lalu yang sebenarnya pernikahan itu dan pasangan kita tidak mengerjakan itu kepada diri kita tetapi itu menjadi sesuatu luka yang tanpa sadar kita terus bawa dan pada waktu pasangan kita melakukan hal yang sama kepada kita yang padahal baru cuma satu kali dan baru pertama kali, reaksi kita mungkin meledak menjadi besar padahal tanpa sadar itu karena ada luka-luka masa lalu itu. Pasangan kita tidak menyayat itu berkali-kali, tetapi karena sayatannya pas kena pada luka lama itu sehingga menjadi luka berdarah lagi. Setiap kita memiliki luka itu. Mungkin di dalam relasi di tengah keluarga kita, luka yang terjadi karena gesekan dengan papa mama dan saudara, ada hal-hal yang mengganggu diri kita dan itu luka yang kita bawa dan kita perlu mengalami kesembuhan dari Tuhan. Yang ke dua, kita tahu begitu Adam dan Hawa jatuh di dalam dosa, masing-masing berusaha mencari jalan untuk memproteksi diri sendiri. Lupa bahwa itu adalah isterinya, lupa itu adalah suaminya, masing-masing saling menyalahkan dan mencari jalan untuk menyelamatkan diri sendiri. Itulah yang tersimpan di dalam hati kita yang berdosa; kita semua adalah orang yang cenderung mementingkan diri sendiri.

Ketika kita berdiri di depan altar, berjanji sehidup semati untuk setia dalam suka dan duka, kaya dan miskin, sehat dan sakit, tetapi kemudian waktu realita terjadi ada sakit di tengah pasangan itu, atau kebangkrutan atau kehilangan pekerjaan, kadang-kadang hal itu mengejutkan dan mengagetkan. Tetapi kita hidup di dalam dunia yang berdosa kita tahu pasti ada dukacita, pasti ada kekecewaan, pasti ada keterhilangan, kita juga mengalami kekecewaan. Maka sebagai anak-anak Tuhan masuk ke dalam pernikahan mari kita membuang definisi apa itu kebahagiaan versi kita yaitu saya menikah dengan kamu supaya saya bahagia. Buat apa saya menikah dengan kamu kalau akhirnya hidup saya jadi susah? Kita menikah bukan untuk self-fulfilment bagi kepenuhan, kepentingan, kebahagiaan diri pribadi tetapi dalam pernikahan itu bagaimana menjadikan pasangan yang Tuhan beri itu menjadi lengkap, bertumbuh dan indah di hadapan Tuhan. Dan itu dimulai dengan apa yang kita sembah dan utamakan di dalam pernikahan. Pada waktu orang masuk ke dalam pernikahan karena ingin kaya, karena ingin naik posisi dan kedudukannya, pada waktu itu tidak dia dapat maka kekecewaan terjadi di dalam pernikahan itu.

Buanglah tiga langkah ini: pada waktu kita menabung kesalahan dan tidak lagi bisa melihat lagi kebaikan, keunggulan dan keindahan pasangan kita dan yang terus kita lihat adalah kesalahannya. Itu tidak begitu saja terjadi secara tiba-tiba; kesalahan keburukan itu adalah sesuatu yang perlahan-lahan kita simpan. Step ke dua, setelah kita simpan, itu menjadi catatan yang panjang kita tidak pernah mau menghapusnya. Step yang ke tiga, kita akan menabung kesalahan ketika kita mulai menjadi malas untuk memperbaiki diri. Kita tuntut pasangan untuk memperbaiki dan merubah diri tetapi kita sendiri tidak mau memperbaiki diri. Dan kemalasan itu adalah salah satu cara kita menabung kesalahan dan salah orang sehingga tidak boleh kita biarkan diri menjadi malas untuk merawat pernikahan kita.

Paul David Tripp memberikan beberapa nasehat dalam bukunya "What did You expect?" bagaimana kita harus memiliki hati yang mengampuni dan mengasihi. Pertama dia katakan, jalanilah hidup pernikahan itu dengan sebuah mentalitas penuaian [harvesting mentality] artinya you get what you sow. Ke dua, jalanilah pernikahan sdr dengan sebuah mentalitas investasi, artinya simpan apa yang berharga. Kalau sdr simpan hal-hal yang berharga, sampai kapanpun harganya tetap bernilai dan berarti. Sdr simpan barang banyak-banyak di gudang tidak mau dibuang, akhirnya jadi sampah. Yang ke tiga, kata Paul Tripp, jalankan hidup pernikahan kita dengan mentalitas penuh anugerah [grace]. Agenda kita di dalam pernikahan biar kita terus bertumbuh dalam anugerah, bertumbuh dalam kedewasaan dan maturity. Jangan kita menikah hanya berpikir bagaimana bertambah kaya dan hidup nyaman berkecukupan, dsb tetapi kita melalaikan pertumbuhan di dalam aspek dan dimensi yang lain. Itu sebab komitmen ke dua ini penting, komitmen untuk menyatakan pengampunan setiap hari dan tidak menyimpan kesalahan setiap hari. Hari ini apa yang masih tersimpan di dalam ruangan hatimu yang menghimpit kesehatan rohanimu? Kita mungkin masih menyimpan kebiasaan yang buruk, kita menjadi orang yang tidak rendah hati untuk dikoreksi, kita menjadi orang yang tidak rendah hati mengakui kesalahan dan minta maaf; itu hal yang seringkali terjadi dalam hidup kita.

Terakhir, komitmen untuk melindungi pernikahan itu sebagaimana firman Tuhan katakan "Laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, keduanya menjadi satu daging." Jangan berpikir hidup pernikahan kita selalu baik-baik saja. Tidak ada hidup pernikahan yang aman. Setiap kita menjalankan hidup pernikahan, tidak berarti hidup pernikahan kita itu aman. Hidup kita ikut Tuhan juga seperti itu. Selama kita hidup dalam dunia ini ada pencobaan yang konstan mengancam dan berusaha menjatuhkan kita. Pencobaan itu bisa datang dari dalam diri dan bisa datang dari luar. Selama kita hidup dalam dunia ini berarti dari saat kita menjadi anak Tuhan, ditebus oleh Tuhan sampai nanti kita ketemu Tuhan dalam perjalanan itu kita menjadi anak Tuhan perjalanan itu tidak akan pernah aman sampai nanti kita berjumpa dengan Tuhan. Bukan saja dalam pernikahan kita tetapi juga hidup kita sebagai anak Tuhan. Saya tidak mengatakan bahwa pernikahan kita tidak bisa bahagia dan tidak bisa baik, tidak. Saya hanya ingin mengingatkan dan mengajak kita semua memperhatikan hal-hal ini. Hari ini kita bersyukur kepada Tuhan jikalau kita boleh membesarkan anak-anak kita dengan baik, kita bisa memenuhi kebutuhan isteri dan suami dengan baik, semua kelihatan baik, kita bawa anak-anak kita ke gereja, kita sama-sama berbakti sebagai anak Tuhan. Kita mengucap syukur untuk semua itu. Tetapi kita senantiasa perlu berdoa bagi pernikahan kita kiranya pernikahan kita indah dan juga aman sampai akhir. Artinya kita harus belajar menjadi orang Kristen yang waspada, pencobaan ancaman apa yang sanggup bisa membuat pernikahan kita tidak aman. Ada beberapa hal. Yang pertama, ingat baik-baik jangan sampai kemalasan visual itu menjadi ancaman yang pertama terjadi. Kemalasan visual, apa artinya? Yaitu kemalasan yang terjadi oleh sebab kita mulai malas merawat diri dan cinta karena kita sudah menikah lima sepuluh tahun akhirnya melihat segala sesuatu sudah biasa dalam hidup kita. Kemalasan merawat kesehatan dan kecantikan pernikahan kita. Mungkin selama pandemi ini kita malas berolah raga, perut kita mulai buncit. Kesehatan dan keindahan pernikahan kita juga bisa rusak karena kemalasan itu. Itu sebab kita belajar menjadi orang yang senantiasa menarik dalam penampilan bagi pasangan kita, tetap mencintai dan mengasihi dia. Usia dan penampilan kita bisa berubah, nanti kita akan menjadi tua dan lemah, uban akan bermunculan, kerut-merut terjadi, kita tidak bisa mencegah semua itu. Yang kita bisa lakukan adalah kita tidak boleh malas untuk menyatakan keindahan dan kasih kepada pasangan kita. Mari kita juga menjadi orang yang menjaga kesehatan dan kondisi tubuh kita. Yang ke dua, ancaman apa yang membuat kita kadang-kadang tidak sadar itu bisa mengancam pernikahan kita menjadi tidak aman, kita menjadi orang yang tidak sabaran di dalam hidup ini. Kita tidak boleh lelah selama kita berjalan ikut Tuhan di situ ada imperfection, ada up and down di dalam pernikahan kita. Mungkin kita menunggu suami kita berubah tetapi tidak ada proses instan dalam hidup ini. Kita seringkali menjadi orang yang tidak sabar, kita gampang give up. Bagaimana kita berespon pada waktu ada u-turn dalam hidup pernikahan kita. Pernikahan kita akan bisa melewati banyak u-turn, itu bisa dari pekerjaan kita, kehidupan rumah tangga, sakit-penyakit yang datang dengan tiba-tiba. Kita selalu harus mengetahui kita juga menghadapi akan hal-hal itu. Terakhir, jangan beri kesempatan dan jangan buka pintu untuk orang ke tiga masuk ke dalam pernikahan sdr. Bagaimana kita jadikan hidup pernikahan kita senantiasa indah, baik, penuh dengan kebahagiaan dan Tuhan jaga dengan aman? Pada waktu Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami, berdoalah seperti ini: Bapa, ampunilah dosa kami hari ini seperti kami mengampuni dosa pasangan kami, dan jangan bawa kami hari ini ke dalam pencobaan. Lepaskanlah kami dari pencobaan. Kita perlu berdoa setiap hari bagi pernikahan kita. Bawa isteri atau suami kita dalam doa dengan hati yang takut akan Tuhan. Kiranya Tuhan pimpin dan berkati kita pada hari ini. Biar hari ini kita bawa komitmen ini. Pertama, sebuah komitmen untuk sama-sama memenuhi kebutuhan pasangannya dengan satisfied. Ke dua, memiliki sikap hati yang mengampuni dan menghapus hutang kesalahan setiap hari. Ke tiga, berkomitmen untuk membentengi dengan aman pernikahanku yang bersifat one flesh itu. Itu tanggung jawab kita sebagai anak-anak Tuhan ketika Tuhan menyatukan kita dalam pernikahan.

Kiranya Tuhan menolong setiap kita dan memberkati pernikahan kita. Jikalau pernikahanmu sudah diambang kehancuran, kiranya firman Tuhan hari ini menolongmu. Kiranya Tuhan memberkati setiap kita boleh bertumbuh di dalam kedewasaan rohani, menjadikan hidup pernikahan kita menjadi berkat sampai akhir hidup. Kiranya kita menjadi anak-anak Tuhan yang boleh mencintai mengasihi di dalam segala kelemahan kekurangan, menjadikan suami dan isteri kami semakin hari semakin mengasihi Tuhan.(kz)

Previous
Previous

Temukan Makna Kekal dalam Pekerjaan Fana

Next
Next

Kasih dan Respek dalam Hubungan Suami Isteri