No Hope without Jesus

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Efesus 2:11-16

"No Hope without Christ," ini adalah kalimat yang Paulus ucapkan dengan jujur dan terbuka kepada jemaat di Efesus, "Ingatlah bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tanpa pengharapan dan tanpa Allah" (Efesus 2:12). Pada waktu kita berada dalam dunia ini dilihat dari kasat mata yang kelihatan mungkin orang bisa lihat kita sukses, bahkan orang mungkin iri kepada hidup kita, akan apa yang kita dapat dan kita punya. Kita merasa sudah meraih apa yang kita inginkan dan kita rasa tidak perlu apa-apa. Tetapi pada waktu Paulus berkata sekalipun engkau punya segala sesuatu, sekalipun engkau mendapatkan segala yang terindah dan terbaik dalam dunia ini, tanpa Kristus hidupmu tidak ada pengharapan dan tanpa Allah dan itu adalah sebuah hidup yang sia-sia, kalimat itu seharusnya menjadi kalimat yang sungguh menggetarkan kita dan kalimat itu harus menjadi kalimat yang membuat kita sungguh menghargai anugerah dan belas kasihan Tuhan yang datang kepada kita. Kita yang dulu "jauh" karena kita tidak pernah mengenal Tuhan tetapi kita bisa mendengar Injil dan hari ini kita boleh "dekat," kita boleh menjadi milik Tuhan dan kita boleh menjadi umat yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Kita boleh tahu siapa Yesus Kristus, kita tahu Ia adalah Anak Allah, kita tahu Ia adalah Mesias, kita tahu Ia adalah Juruselamat yang begitu dibutuhkan oleh dunia ini. Pada waktu kita membaca dan merenungkan kitab Injil [Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes] mengenai pribadi daripada Yesus Kristus, engkau dan saya makin mengagumi betapa agung dan betapa besarnya pribadi Yesus Kristus itu. Kita tidak boleh menjadikan Dia sebagai pribadi yang biasa-biasa dalam hidup kita. Bahkan Mahatma Gandhi sendiri menyatakan dia begitu kagum kepada pribadi dan ajaran Yesus Kristus, walaupun dia terhambat untuk menjadi orang percaya karena melihat hidup orang Kristen yang tidak menjadi teladan, tetapi dia sendiri mengakui ajaran daripada Yesus Kristus begitu agung dan begitu indah. Sampai hari ini kita akan terus melihat nama Yesus Kristus, Pribadi ini akan menggerakkan orang dari kota besar sampai kepada suku-suku di pedalaman, dari orang-orang penting sampai kepada orang-orang yang tidak pernah diperhatikan, dari orang yang kaya dan berada sampai kepada pemulung dan orang yang kita anggap bukan menjadi benefit secara sosial dan sampah masyarakat tetapi karena nama Yesus Kristus mereka bisa datang kepada Tuhan dan menjadi umat Tuhan.

Dalam Efesus 1 Paulus bicara mengenai bagaimana Allah merencanakan keselamatan itu di dalam kekekalan yang digenapkan oleh satu Pribadi yang datang dengan humble di dalam dunia. Dialah Yesus Kristus, yang lahir sebagai anak tukang kayu tetapi Dia adalah Mesias, Anak Allah yang satu kali kelak sekalipun hari ini kita belum lihat Dia menjadi sentralitas bukan saja di dalam alam semesta yang Ia ciptakan. Dalam Efesus 1:10 dikatakan, Kristus adalah Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi. Dan sekarang di bagian ini kita melihat bagaimana Allah akan mempersatukan itu mulai dari Gereja-Nya, mulai pada waktu kita hadir dan datang dari segala suku bangsa yang waktu itu sangat tidak mungkin untuk bersatu, antara orang Yahudi dan orang Yunani, itu adalah perseteruan yang luar biasa masing-masing di tengah arogansi merasa diri mereka lebih baik daripada yang lain tetapi hanya di dalam gereja, di dalam rumah Tuhan perbedaan itu dipersatukan. Karena Kristus satu kali akan mempersatukan semua itu.

Paulus di bagian ini mengatakan, "Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh," sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus karena Dialah damai sejahtera  kita" (Efesus 2:13). Ini kalimat-kalimat yang luar biasa kontroversial dari rasul Paulus pada waktu itu. Sama kontroversialnya dalam surat Galatia 3:28 dia berkata, "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus." Di sini dia bicara soal perbedaan rasial, perbedaan kelas dan strata sosial, perbedaan jenis kelamin, yang di dalam Kristus tidak ada lagi. Namun ijinkan  saya bertanya, bukankah dalam sejarah dunia bahkan di dalam sejarah Gereja, sejarah Kekristenan segragasi dan perbedaan itu begitu sulit untuk dihapus, bukan? Tetapi vision itu, pandangan itu adalah pernyataan firman Allah yang melampaui keterbatasan kita, yang melampaui jaman, melampaui batasan ruang dan waktu. Pada waktu Paulus mengeluarkan kalimat ini, semua penafsir setuju, ini adalah konsep yang begitu indah dan sempurna bicara mengenai rekonsliasi. Sampai hari ini kita menyaksikan pertikaian, peperangan, kebencian antar etnis, perbedaan agama bahkan perbedaan denominasi sanggup menciptakan perseteruan dan pembunuhan, bukan? Betapa lambatnya kita bisa memahami bahwa Kristus itulah jalan pendamaian dan Dialah yang menjadi sumber damai sejahtera kita. Kita lebih suka membesar-besarkan perbedaan dan menajamkan perselisihan itu dan kita tidak bisa melihat bahwa di dalam Kristus kita akan menikmati satu damai sejahtera yang luar biasa. Di dalam Kristus tidak ada lagi tembok yang memisahkan antara kita yang berdosa ini dengan Bapa yang ada di surga sebab Ia telah menjadi jalan pendamaian, yang telah mematahkan dan menghancurkan tembok pemisah itu sehingga kita dengan berani boleh datang menghampiri tahta Allah yang kudus. Melalui darah Kristus, jalan pendamaian itu terbuka bagi kita. Damai sejahtera itu bicara soal bagaimana relasi kita dengan Tuhan Allah yang menciptakan kita dan itu hanya kita dapatkan di dalam Yesus Kristus. Berita ini sangat relevan pada waktu itu dan berita ini juga sangat relevan bagi kita hari ini.

Mari kita teliti satu persatu bagian Efesus 2:11-16 ini. Paulus berkata, "Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya "sunat," yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia" (Efesus 2:11-12). Ingatkan, di sini Paulus berkata kepada jemaat yang sudah percaya Tuhan dari kelompok orang-orang Yunani, yang disebut oleh orang Yahudi sebagai orang yang tidak bersunat. Kita mungkin tidak sadar bahwa sebetulnya itu adalah sebuah penghinaan etnis kepada suku dan ras yang lain. Bagi orang Yahudi ketika menyebut seseorang itu tidak bersunat mereka bukan hanya bicara soal fisik saja, tetapi buat orang Yahudi ketika menyebut orang atau bangsa lain itu tidak bersunat itu berarti orang itu pasti masuk neraka. Dan sebagian orang Yahudi yang percaya Yesus dengan latar belakang budaya seperti itu duduk beribadah sama-sama dan berdampingan sama-sama berbakti di hadapan Tuhan, itu adalah hal yang tidak gampang dan tidak mudah.

Gereja mulai dari orang-orang Yahudi yang sederhana dan mayoritas dari kelompok masyarakat yang tidak terpandang waktu itu. Lalu kemudian Paulus membawa Injil kepada satu kelompok masyarakat berkebudayaan Yunani dan Romawi, dua kebudayaan yang mempunyai arogansi tersendiri. Orang Yahudi sendiri juga memiliki arogansi sebagai orang yang mempunyai Bait Allah dan sistem agama monoteisme, sebagai orang yang mempunyai Kitab Suci wahyu Tuhan, yang menganggap diri terlahir sebagai keturunan Abraham dan orang yang bersunat maka otomatis mereka sudah punya tempat di samping Tuhan nantinya. Tetapi waktu Injil itu diberitakan kepada orang-orang yang tidak bersunat, kita juga melihat arogansi budaya Romawi dan Yunani, mereka juga yang menyebut dan menghina semua orang yang lain sebagai orang barbar, orang yang tidak berkebudayaan, bukan orang pintar berhikmat, bukan orang yang hebat. Bayangkan bagaimana reaksi mereka waktu mendengar kalimat Paulus, seorang Yahudi menjadi orang percaya dan menerima Kristus dan membawa Injil kepada orang Yunani dan Romawi, yang Paulus bilang kepada mereka, 'tanpa Kristus engkau tidak punya pengharapan,' bagaimana kira-kira reaksi mereka mendengar perkataan Paulus ini? Tetapi itu yang dikatakan Paulus, tidak kurang tidak lebih, "Di dalam Kristus, kamu, yang dahulu "jauh," sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus." Engkau yang dahulu diejek oleh orang Yahudi sebagai kelompok orang yang tidak bersunat, yang tanpa Kristus, tanpa pengharapan, sekarang engkau memiliki pengharapan dan memiliki hidup oleh karena Kristus. Engkau yang dahulu dianggap sebagai orang yang pasti akan masuk neraka, tetapi karena Kristus engkau bisa percaya dan menerima keselamatan itu.

Ketika saya kilas balik bagaimana keluarga kami bisa menjadi Kristen, itu adalah satu anugerah keindahan yang Tuhan berikan kepada kami sehingga satu keluarga bisa menjadi percaya Tuhan. Mulai dari cucu sampai kakek akhirnya bisa menjadi umat Tuhan. Sdr mungkin adalah orang tua yang membawa anak-anak datang ke gereja. Anak-anak ini tidak punya pilihan untuk menolak datang ke gereja karena mereka anak dan sdr orang tua. Tetapi jikalau itu adalah posisi yang sebaliknya, tidak gampang bagi anak untuk membawa orang tuanya bisa percaya Tuhan. Kalau kita adalah orang tua, atau kita adalah boss Kristen yang menyuruh karyawan untuk ikut ibadah di pabrik atau kantor, lebih gampang, bukan? karena kamu pada posisi lebih tinggi. Tetapi dari orang yang lebih rendah sedang berbicara kepada mereka yang mempunyai kebudayaan yang lebih tinggi, yang mempunyai status lebih tinggi, itu tidak gampang dan tidak mudah.

Konteks sejarah pada waktu Paulus menyampaikan kalimat ini, itu adalah era keemasan daripada pemerintahan Romawi dengan kebudayaan Yunani pada waktu itu dengan daerah kekuasaan yang luas luar biasa. Kalau kita mau tarik kepada konteks sekarang, anggaplah pembantu rumah kita yang sederhana menjadi orang percaya Tuhan Yesus Kristus, lalu bicara kepada tuannya yang boss, yang konglomerat, "Tuan, saya telah terima Kristus, di dalam Kristus saya memiliki pengharapan, saya memiliki Tuhan dan keselamatan, di dalam Kristus saya memiliki sukacita dan damai sejahtera." Saya percaya, orang yang berada pada posisi yang lebih tinggi seperti itu, yang sudah memiliki segala sesuatu akan berkata, "Pengharapan apa yang kamu punya dalam dunia ini? Kalau kamu mau hidup penuh pengharapan di dalam dunia ini, kamu perlu uang; kalau kamu mau hidup punya masa depan yang cerah, kamu perlu kekuatan, kuasa dan pendidikan. Coba lihat dirimu sendiri, kamu bilang kamu punya Yesus Kristus tetapi yang kulihat masa depanmu suram." Gampangkah meyakinkan orang seperti ini? Betapa sulit, bukan?

Kisah Rasul 26 mencatat bukti konkrit betapa sulit untuk orang pada posisi dan jabatan begitu tinggi bisa diyakinkan bahwa mereka membutuhkan Yesus Kristus di tengah mereka merasa sudah punya segala sesuatu di tangan mereka. Paulus yang terbelenggu dan dipenjara mendapat kesempatan untuk berhadapan dengan raja Agripa dan Festus, gubernur daerah waktu itu, untuk menyatakan pembelaan diri sekaligus menjelaskan bagaimana dia menjadi seorang Kristen dan apa yang dia lakukan sebagai seorang pemberita Injil. Kisah Rasul 26:24-29 dengan teliti mencatat bagaimana reaksi Festus dan Agripa mendengar pembelaan diri Paulus dan kesaksiannya sebagai pengikut Yesus Kristus: Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggung-jawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: "Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila." Tetapi Paulus menjawab: "Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat! Raja juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus terang kepadanya. Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil. Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu, bahwa engkau percaya kepada mereka." Jawab Agripa: "Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!" Kata Paulus: "Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku." Paulus seorang yang terbelenggu, orang Yahudi yang sedang berbicara dengan wakil dari pemerintah Roma, seorang yang berkuasa, yang punya uang, yang punya jabatan, yang menekankan hal yang paling penting adalah soal ilmu pengetahuan dan bijaksana. Tidak heran Festus mengatakan, "Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila." Tetapi Paulus bukan kebanyakan ilmu, Paulus kepenuhan Yesus Kristus, dan itu jauh lebih indah daripada tingginya ilmu pengetahuan. Raja Agripa berkata, "Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!" Kita tahu itu menunjukkan ada sebuah ketidak-nyamanan dan kegelisahan di dalam hati raja Agripa. Dia tahu Paulus orang benar; dia tahu apa yang Paulus katakan adalah kebenaran. Paulus sendiri bilang berita kebangkitan Yesus bukanlah isapan jempol, bukan terjadi di tempat terpencil, semua orang tahu berita dan kesaksian itu. Persoalannya, engkau tidak mau mengakuinya. Ke dua, dalam hatimu sedalam-dalamnya engkau tahu engkau perlu Kristus tetapi engkau terhalang oleh jabatan, kedudukan, kekuasaan dan uangmu menjadikan engkau merasa lebih tinggi dan lebih superior. Sebetulnya kasihan orang-orang seperti ini. Kita kadang-kadang berpikir bagaimana bisa dia akhirnya percaya Tuhan? Hanya Tuhan yang bisa merubah hati orang. Jabatan, kuasa, uang seringkali menjadikan orang terhambat untuk percaya Tuhan dan merasa tidak perlu Tuhan. Belum lagi jikalau yang menyampaikan mengenai Tuhan dan kabar Injil itu dari strata sosial yang lebih rendah daripada dia. Orang-orang yang percaya Tuhan pada waktu itu dari latar belakang strata sosial yang lebih rendah. Kita mungkin bertanya, mungkinkah orang yang begitu sederhana Tuhan beri kepercayaan boleh memberitakan Injil mempengaruhi dan merubah orang dengan jabatan dan kedudukan yang lebih tinggi? Kadang kita begitu kagum melihat Tuhan bekerja dengan luar biasa, bukan?

Sebetulnya kalau kita amati baik-baik, kita bisa menemukan ada sesuatu yang sangat berkontradiksi di dalam hati dari orang yang belum percaya Tuhan. Kontradiksinya begini, pada waktu mereka dalam kondisi makmur, sukses, lancar, dan jaya, mereka tidak merasa perlu Tuhan karena buat mereka apa yang mereka mau bisa mereka dapatkan dengan uang, kekayaan dan jabatan yang mereka miliki. Tetapi kita temukan kontradiksinya waktu dia berada dalam penderitaan, kesusahan dan kesulitan, dia malah marah sama Tuhan. Dan karena dia marah sama Tuhan, akhirnya dia tidak mau percaya kepada Tuhan. Bagi orang yang memiliki Tuhan, penderitaan itu seringkali justru membuat orang itu menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Tetapi bagi orang yang tidak percaya Tuhan, penderitaan itu justru semakin menjauhkan orang itu dari Tuhan karena dia menganggap segala sesuatu seharusnya lancar dan baik dalam hidupnya. Kenapa Tuhan melakukan seperti itu? Itu sebab dia kemudian marah dan dia tidak mau percaya Tuhan. Di situlah problem dari cara kita berpikir sebagai orang yang belum mengalami persentuhan dengan Tuhan. Waktu hidup kita lancar, waktu kita berada dalam status sosial yang lebih tinggi, kita akan sulit percaya Tuhan, kita rasa kita tidak perlu Tuhan. Tetapi pada waktu kita berada dalam keadaan sakit dan susah, kita juga menginginkan kita yang diperlakukan sebagai prioritas oleh Tuhan dan kalau itu tidak terjadi kemudian kita menjadi kecewa dan marah. Tidak gampang, bukan? Hari ini biarlah firman Tuhan ini menjadi firman yang mengingatkan kepada kita semuanya. Kita tidak sanggup bisa merubah hati orang. Kadang-kadang waktu kita memberitakan Injil, kita tidak bisa melihat apakah orang itu bisa berubah atau tidak. Kita sudah doakan sampai puluhan tahun namun kita belum melihat ada sesuatu yang terjadi dalam hidupnya. Tetapi Paulus sendiri bilang kepada raja Agripa, "Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku." Aku berdoa supaya satu kali kelak engkau bisa percaya kepada Tuhan kita Yesus Kristus karena Dialah yang sanggup merubah hidup orang. Yang ke dua, bagian firman Tuhan ini membuat kita yakin dan percaya di tengah dunia yang penuh dengan pertikaian, dunia ini penuh dengan penghinaan satu dengan yang lain antar etnis, perbedaan status sosial kita menemukan hanya di dalam Yesus Kristus kita bisa duduk sama-sama di dalam gereja, kita bisa tahu kita sama-sama telah menerima kasih karunia Tuhan, kita telah diperdamaikan dengan Allah.

Maka apa implikasi praktis dari firman Tuhan ini bagi kita? Implikasinya, pertama, gereja tidak boleh mengabaikan pelayanan kepada segala suku bangsa. Kita dipanggil untuk menjadi orang Kristen yang tidak eksklusif, kita tidak boleh menjadi orang yang menjadikan iman Kristen kita hanya kepada satu kelompok sosial masyarakat tertentu. Kita tidak boleh menjadi gereja dimana kita menimbulkan segragasi pemisahan antara orang yang berpunya dengan yang tidak; perbedaan ras, suku, dsb karena di dalam Kristus kita telah dipersatukan.

Ke dua, implikasinya sebagai anak-anak Tuhan, gereja harus menjadi tempat kita membuktikan damai sejahtera Allah bertahta di tengah-tengah kita barulah dunia yang tidak damai ini boleh mendapatkan berita damai sejahtera. Pertikaian, perselisihan begitu banyak terjadi di dalam Kekristenan dan itu yang patut kita sedih dan kecewa, tetapi kita memperjuangkan itu karena hanya di dalam Kristus kita memiliki relasi yang harmonis. Yang terakhir, secara pribadi mungkin kita memiliki perseteruan antara suami isteri, pertikaian dalam keluarga, kita tidak mungkin bisa mendamaikan kecuali Kristus yang mendamaikan kita di dalam kasihNya karena kita percaya Kristus adalah jalan pendamaian yang bukan saja menyelesaikan permusuhan kita sebagai manusia berdosa kepada Allah di surga, tetapi Ia juga menjadi jalan pendamaian yang membawa damai sejahtera di tengah-tengah persekutuan antara kita anak-anak Tuhan. Bukan itu saja, gereja Tuhan harus menjadikan berita firman sebagai berita damai sejahtera ketika pertikaian dan peperangan terjadi di atas muka bumi ini, kita menjadi anak-anak Tuhan sebagai pembawa damai sejahtera di tengah dunia ini. Biarlah kiranya firman Tuhan menjadi firman yang merubah dan mentransformasi hidup kita sebagai anak-anak Tuhan sehingga orang lain mengetahui dan melihat bahwa kita adalah milik Tuhan karena setiap perkataan kita, dan setiap perbuatan yang kita lakukan senantiasa hanya ingin memuliakan nama Tuhan.(kz)

Previous
Previous

God's Heart for Our Church

Next
Next

Doktrin Penebusan: Tanpa Darah Tidak Ada Pengampunan