Doktrin Penebusan: Tanpa Darah Tidak Ada Pengampunan

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Efesus 1:7

“Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya” (Efesus 1:7).

Efesus 1:7 adalah satu ayat yang sangat kaya luar biasa, bicara mengenai “pintu masuk” melalui Siapa; ayat ini mengatakan “di dalam Dia” yaitu melalui Yesus dan dengan cara apa kita memperoleh penebusan dan pengampunan atas dosa-dosa kita. Ayat ini selaras pernyataan dalam Yohanes 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Sumber daripada keselamatan itu adalah kasih Allah, kasih karunia Allah yang begitu limpah. Namun, di dalam pikiran kita bisa muncul pertanyaan: Kalau Allah itu maha kasih dan kasihNya begitu besar kepada dunia ini, bukankah Ia bisa mengampuni dosa-dosa kita tanpa melalui kematian Yesus Kristus? Tidak bisa. Memang benar, Allah begitu kasih adanya, tetapi kita tidak boleh melupakan Allah yang kasih itu juga adalah Allah yang sempurna di dalam kebenaran, kekudusan, dan keadilanNya. Tuntutan hukum kesucian keadilan Allah itu tidak bisa kita abaikan begitu saja. Ada konsekuensi yang harus dibayar. Sejujurnya, ketika kita bersalah, kita suka menganggap ringan dan tidak mau menanggung konsekuensi dan bersedia ganti rugi, bukan? Itu kita. Dan kita mau menuntut Tuhan seperti itu juga. Tidak bisa. Allah kita tidak bisa diperlakukan seperti itu. Tuntutan kesucian keadilan Allah adalah tuntutan yang perlu mendapatkan satu jalan yang memang setimpal untuk membayar tuntutan kesucian keadilan Allah itu. Efesus 1:7 mengatakan penyelesaian kebenaran, keadilan dan kekudusan Allah itu hanya melalui darah Yesus. Dengan cara bagaimana? Dalam Efesus 5:2 dikatakan, “Kristus Yesus telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” Darah itu tercurah oleh sebab Yesus menjadi satu korban yang dibawa ke atas mezbah yaitu korban persembahan yang berkenan kepada Allah.
Mengapa pengampunan harus dengan melalui darah dipersembahkan? Mengapa harus ada darah? Darimana muncul konsep perlunya unsur darah itu sebagai bagian daripada ritual penyembahan? Dalam Perjanjian Lama, Allah memberikan hukum melalui Musa kepada umat Israel untuk mempersembahkan kambing dan domba sebagai satu perlambangan pengganti daripada hidup manusia. Namun kalau kita tarik lebih jauh lagi, dalam Kejadian 2 – 4 kita menemukan pada awal penciptaan di taman Eden, ada sebuah perjanjian terjadi, dalam teologi kita sebut dengan satu istilah “the covenant of work,” perjanjian kerja antara sang Pencipta dengan manusia yang Ia ciptakan yaitu Adam yang menjadi representatif umat manusia. Allah berjanji akan memberikan hidup yang kekal kepadanya. Allah berjanji akan menjadi Allahnya dan dia menjadi umat Allah. Dan di situ Allah melarang Adam jangan makan buah pohon pengetahuan baik dan jahat; pada waktu dia memakannya, dia pasti mati [lihat: Kejadian 2:15-17]. Adam dan Hawa tidak taat kepada Allah; perjanjian itu telah mereka langgar. Karenanya Adam dan semua kita keturunannya berada di luar anugerah dan menerima konsekuensi dari pelanggaran itu yaitu kematian. Kita bersyukur Yesus Kristus menjadi “Adam ke dua” yang di dalam Dia ada perjanjian yang baru Allah buat. Dalam kitab Yesaya, Allah berfirman, “Aku akan membuat suatu perjanjian yang baru. Perjanjian yang lama ditulis di atas loh batu, Perjanjian yang baru akan ditulis di dalam loh hati. Perjanjian itu adalah suatu perjanjian dimana engkau dan keturunanmu akan memanggil nama Tuhan dan bisa mengenal Dia.” Itu adalah perjanjian yang dilakukan di dalam Yesus Kristus yaitu perjanjian disebut sebagai “Perjanjian Anugerah” the covenant of grace. Sebenarnya aturannya sama. Namun sekarang ada Yesus Kristus yang disebut sebagai Adam yang ke dua yang bisa menggenapkan apa yang Adam pertama tidak bisa kerjakan dan lakukan yaitu taat sampai selesai. Setiap kita menerimanya dengan melalui iman dalam Kristus, maka itu disebut sebagai perjanjian anugerah. Sebenarnya tindakan anugerah itu sudah Allah lakukan ketika Adam dan Hawa telah jatuh dalam dosa, mereka berusaha menutupi ketelanjangan tubuhnya dengan baju yang terbuat dari daun kering, Tuhan menggantikannya dengan baju yang terbuat dari kulit binatang (Kejadian 3:21). Itu adalah tindakan Allah yang pertama dalam the covenant of grace menunjukkan tidak mungkin dosa itu bisa dibereskan dengan perbuatan dari manusia yang menutupi ketelanjangan dosanya; hanya Allah yang sanggup mengerjakan itu dengan menggantikannya dengan kulit binatang. Pada waktu kulit binatang itu dipakai untuk manusia itu, kita tahu di sana ada binatang yang harus mati supaya kulitnya bisa diambil dan dipakai. Maka saya percaya konsep membawa korban binatang untuk dipersembahkan bagi Tuhan di atas mezbah itu adalah sesuatu yang aturan Ia berikan, itu bukan bikinan Adam sendiri. Sehingga pada waktu Habel mempersembahkan binatang, itulah persembahan yang diterima oleh Allah. Tetapi pada saat yang sama ada “tandingan” alternatif persembahan, cara beribadah yang manusia mau lakukan seturut dengan apa yang dia suka dan dia mau; itu cara yang dilakukan oleh Kain. Dan pada waktu persembahan itu tidak diterima oleh Tuhan, marahlah Kain (Kejadian 4:1-5). Sejarah daripada hidup manusia berjalan di dalam arus itu.
Dalam Kejadian 15 waktu Allah melakukan perjanjian dengan Abraham, kita juga melihat ada binatang korban dibawa di tengah-tengah mereka. Sampai kepada umat Israel konsep ini menjadi lebih jelas. Keluaran 12 mencatat pada saat Allah memberikan tulah yang ke sepuluh kepada Mesir, Allah mengatakan kepada Musa supaya orang Israel menyembelih seekor anak domba yang tidak bercacat dan mengoleskan darahnya di atas ambang pintu rumah mereka sehingga tulah itu tidak sampai kepada anak-anak sulung mereka. Itulah konsep domba Paskah. Itulah menjadi cara yang Tuhan tetapkan bagi umat Israel setiap tahun untuk mengingat bagaimana Tuhan membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Dan Tuhan juga menetapkan aturan bagi umat Israel untuk membawa kambing domba ke atas mezbah persembahan dalam ibadah ritual mereka di Bait Allah. Namun penulis Ibrani mengatakan sebetulnya kambing dan domba itu tidak bisa menyelesaikan persoalan yang paling dalam, yaitu pemberesan dosa dan hubungan kita dengan Allah. Kenapa? Sebab berulang-ulang setiap tahun darah binatang dipersembahkan membuktikan bahwa dosa itu terus ada dan tidak mungkin darah domba-domba itu bisa menghapuskan dosa. Dan yang ke dua, korban binatang itu hanyalah sebuah bayang-bayang dari keselamatan yang akan datang dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri (Ibrani 10:1-4).
Kita adalah orang-orang yang telah jatuh dalam dosa, penuh dengan lumpur dan cacat cela, yang sampai kapan pun tidak mungkin dengan perbuatan baik apapun bisa memperkenankan Dia. Kata “tak bercacat” itu adalah kata yang penting karena itu adalah kata yang senantiasa dipakai dalam Perjanjian Lama bicara mengenai tuntutan untuk membawa kambing domba yang tidak bercacat kepada Allah. Imamat 22:21 berkata: “Juga apabila seseorang mempersembahkan kepada Tuhan korban keselamatan sebagai pembayar nazar khusus atau sebagai korban sukarela dari lembu atau kambing domba, maka korban itu haruslah yang tidak bercela, supaya Tuhan berkenan akan dia, janganlah badannya bercacat sedikitpun.” Sebetulnya bukan tidak ada cacat fisik yang membuat Allah berkenan. Jelas firman Tuhan berkata: apa gunanya lembu dan sapi yang tambun dan berlemak yang engkau persembahkan itu? Aku tidak suka, bahkan Aku muak dengan semua itu. Yang Kukehendaki adalah keadilan, kebenaran dan mercy. Itu yang terpenting. Tidak bercacat cela sedikit pun secara moral dan spiritual dalam segala aspek kehidupanmu. Siapa yang sanggup dan bisa menjadi korban harum yang tidak bercacat cela seperti itu?
Itulah sebabnya kita mengucap syukur kepada Tuhan, kita sampai kepada bagian yang indah, ayat ini berkata, di dalam Yesus Kristus dan melalui darahNya kita memperoleh pengampunan dosa. Dialah Anak Domba Allah yang sempurna. Dialah yang menyelesaikan tuntutan perjanjian yang telah kita langgar itu. Yesus Kristus adalah korban yang tidak bercacat cela. Ia hidup tanpa salah dan tanpa dosa. Ia bukan seperti korban kambing domba yang terbatas; Ia bukan manusia yang benar dan suci saja, tetapi Ia adalah Anak Allah yang kekal dan tidak terbatas itu yang sanggup memuaskan tuntutan kebenaran kekudusan daripada Allah sendiri. Ia telah menggenapkan perjanjian yang telah dilakukan di dalam kekekalan yaitu “Pactum Salutis” atau perjanjian keselamatan, the covenant of salvation, antara Allah Bapa dengan Allah Anak, yang disaksikan dan dimateraikan oleh Allah Roh Kudus. Hanya Allah Anak yang sanggup bisa membayar tuntutan kebenaran keadilan daripada Allah Bapa itu. Itu yang kita sebut sebagai perjanjian keselamatan di dalam kekekalan.
Dengan demikian, kita masuk kepada pertanyaan yang ke dua: Haruskah melalui kematian Kristus? Haruskah melalui salibNya? Jawabannya adalah harus dan mutlak. Tidak ada jalan lain. Salib Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan kita mendapatkan penebusan dan pengampunan dosa kita. Tidak ada alternatif yang lain. Hanya melalui Yesus Kristus penebusan Allah dan pengampunan dosa kita terjadi. Pada waktu sebelum Yesus Kristus naik ke atas kayu salib Ia berdoa di taman Getsemani dalam Matius 26:39 dicatat Yesus berdoa: “Ya Bapa, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu daripadaKu.” Tetapi itu tidak mungkin. Adalah satu keharusan bagi Yesus untuk naik ke atas kayu salib itu. Itu adalah satu pergumulan yang dahsyat luar biasa, sebab sebagai manusia Ia tahu itu adalah sebuah kematian yang sangat menakutkan, dengan cara yang sangat mengerikan; tetapi sebagai Anak Allah Ia tahu naik ke atas kayu salib itu adalah sebuah perpisahan yang luar biasa yang tidak pernah terjadi di dalam hidupNya, perpisahan dengan Allah Bapa yang kudus dan suci adanya. Itulah sebabnya Yesus berdoa dengan sungguh sampai meneteskan darah, berkata “Sekiranya mungkin biarlah cawan ini lalu daripadaKu.” Ayat yang ke dua dicatat dalam Lukas 24:25-26 Yesus berkata kepada murid-murid, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?” Yesus harus naik ke atas kayu salib sebab itu semua sudah dinubuatkan dan dibicarakan di dalam Perjanjian Lama. Kata yang dipakai “harus.” Necessity. Keharusan. Melalui darahNya barulah terjadi pengampunan dosa itu. Melalui korban yang harum itu, melalui persembahan itu, itulah cara kita beroleh keselamatan. Sehingga di dalam Dia dan melalui darahNya kita beroleh penebusan yaitu pengampunan dosa seturut dengan kekayaan kasih karuniaNya.
Penebusan dan keselamatan yang dicatat dalam Perjanjian Baru itu sangat kaya, setidak-tidaknya ada 4 istilah yang penting bicara mengenai penebusan Kristus yang menjawab apa yang menjadi 4 kebutuhan yang begitu desperate dari kita manusia berdosa. Di sini kita bisa menemukan kekayaan dan kedalaman pengertian dosa dan keberdosaan manusia di dalam Alkitab kita berbeda sekali dengan konsep yang kita lihat sehari-hari atau dalam konsep etika moral daripada dunia ini yang hanya melihat orang bersalah dan berdosa lebih kepada perbuatan salahnya. Sehingga kita menilai orang itu baik tidak baik itu melalui perbuatannya. Dengan konsep itu maka kita berpikir kalau kita melakukan kebaikan dan kita selalu berdoa mudah-mudahan sampai di “sana” timbangannya lebih berat sisi baik daripada sisi salahnya. Kita bilang orang itu baik, kenapa? Karena dia tidak sejahat yang lain di dalam perbuatan. Namun Alkitab memberikan konsep dosa dan orang berdosa itu jauh lebih daripada action atau tindakan perbuatannya. Yang pertama, dosa bukan sekedar menjadikanmu orang jahat. Sebagai orang berdosa kita menerima kematian sebagai hukuman dosa. Itu yang Alkitab katakan. Kondisi berdosa berarti kita patut mati sebagai upah dan konsekuensinya. Upah dosa adalah maut; itu Alkitab jelas katakan dalam Roma 3:23. Siapa yang bisa menyelamatkan kita dari kematian ini? Yang ke dua, sebagai orang berdosa, kita menanggung murka Allah. Ada kesucian dan keadilan dari Allah yang kita telah langgar. Kita tidak bisa bilang pelanggaran dan dosa kita bisa selesai kalau kita datang mengembalikan kerugian itu. Orang korupsi 10 milyar, dia kembalikan 10 milyar lalu urusannya selesai? Tidak. Keadilan bukan hanya bicara perlu ganti rugi, ada hukum yang dilanggar dan harus diselesaikan. Yang ke tiga, ada murka dari pihak yang dirugikan karena ada hak dan kepemilikan yang dilanggar. Itu harus diselesaikan.
Dengan demikian kita mengerti ada tiga aspek pada waktu dosa terjadi.
Yang pertama, pada waktu kita berdosa, kita patut mati sebab ada upah dosa yang harus kita bayar.
Yang ke dua, pada waktu kita berdosa, ada murka Allah, ada hak Allah yang kita langgar; kepemilikanNya, keadilanNya, kesucianNya yang harus dipenuhi.
Yang ke tiga, sebagai orang berdosa kita telah terpisah dari Allah. Kita tidak mau berdamai, kita menjadi musuhNya. Kita membutuhkan ada yang mendamaikan kita.
Yang ke empat, sebagai orang berdosa, Alkitab mengatakan, kita sebenarnya berada di bawah kuasa belenggu daripada Setan dan dosa, berarti harus ada yang membebaskan kita, harus ada yang melepaskan kita dari cengkeraman si Jahat itu. Yesus berkata, untuk lepas dari cengkeraman itu perlu seorang yang lebih kuat. Siapa yang bisa melepaskan kita dari belenggu dan cengkeraman Setan dan kuasanya yang dahsyat itu?
Itu sebab 4 kebutuhan yang desperately kita perlukan ini siapa yang bisa menyelesaikannya? Hanya Yesus Kristus yang bisa jawab dengan 4 istilah yang sangat penting muncul di dalam Perjanjian Baru yang sangat kaya.
Yang pertama adalah Yesus Kristus menjadi penebusan Kristus yang disebut sebagai “sacrifice” atau korban. Ini dicatat dalam Efesus 5:2, Kristus telah menjadi korban dan persembahan yang harum bagi Allah. Berarti tuntutan maut dibayar oleh Yesus dengan mati di kayu salib.
Yang ke dua, Yesus Kristus menjadi pendamaian bagi kita. Di dalam 1 Yohanes 4:10 dikatakan, “Inilah kasih itu: bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” Terjemahan Indonesia memakai kata “pendamaian” yang dalam terjemahan Inggris memakai kata: Propitiation, yang berarti memuaskan tuntutan kesucian dan keadilan Allah. Ayat ini memperlihatkan inisiatif itu datang dari Allah, Ia mengutus AnakNya. Hanya Allah sendiri yang bisa memuaskan tuntutan kesucian dan keadilanNya.
Yang ke tiga, kata “reconciliation.” Kata itu dipakai oleh Paulus dalam 2 Korintus 5:18, “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya.” Akibat dosa, kita terpisah dari Allah. Kita lari, kita melawan Dia. We fight and flight. Itulah dosa kita. Adam bersembunyi. Tetapi tidak bisa terus bersembunyi dari Tuhan, dia kemudian mempersalahkan Hawa. Ujung-ujungnya mempersalahkan Tuhan. Dosa manusia selalu dalam dua sifat itu. Engkau diam, engkau beri “silent treatment” kepada orang. Tidak peduli dengan hidup orang, dsb. Walaupun kita tidak merugikan orang itu, kita lakukan aspek dosa ini. Itu sebabnya Yakobus bilang, kita sudah berdosa ketika ada hal yang baik yang harusnya kita lakukan, tetapi kita tidak lakukan. Berdosa bukan hanya ketika kita merugikan orang, kita mengambil apa yang dia miliki, kita bergosip dan merusak nama baiknya, dsb. Yesus Kristus mendamaikan kita dengan Allah.
Yang ke empat, kata “ransom” atau penebusan, kata yang dipakai dalam Markus 10:45, “Karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Konsep “ransom” atau tebusan ini sering disalah-mengerti, seolah-olah Yesus membayar tebusan kepada Iblis karena kita asosiasi kalau ada penculik maka kita harus membayar tebusan kepada penculik itu sehingga dengan konsep itu kita berpikir berarti Kristus mati di kayu salib itu membayar tebusan kepada Setan. Tidak. Setan itu illegally menangkap kita. Posisi kita itu bersalah kepada Allah, sehingga tebusan itu diberikan kepada Allah. Dan efek daripada keselamatan itu menghancurkan belenggu si Jahat dan belenggu dosa tidak lagi berkuasa atas kita. Sehingga pujian yang muncul di dalam 1 Korintus 15, “Hai maut, dimanakah sengatmu? Hai dosa, dimanakah kuasamu?” Kita bersyukur, kita umat tebusan yang berada dalam Kristus boleh menerima anugerah ini, karena kita tidak sanggup bisa menolong diri kita sendiri. Hanya Dialah yang menjadi korban penebusan bagi pengampunan dosa-dosa kita. Dia menjadi propisiasi, Dia yang menebus dan melakukan rekonsiliasi memulihkan hubungan kita dengan Allah Bapa. Melalui Yesus Kristus kita bisa mendapatkan jalan masuk kepada Allah, kita mengakui dosa-dosa kita, dan Allah akan berkenan karena Ia melihat wajah Kristus di depan cacat marut dari hidup kita. Melalui kematian dan kehidupan Kristus engkau beroleh penebusan yaitu pengampunan dosamu.(kz)

Previous
Previous

No Hope without Jesus

Next
Next

Why have You chosen Me?