Mendukakan Hati Roh Kudus

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Efesus 4:25-32

Mari kita akui secara jujur, pada waktu kita berelasi dengan orang, bukankah kita lebih mudah peka atau sensitif dengan perkataan orang kepada kita ketimbang kita berpikir bagaimana perasaan orang terhadap perkataan kita kepada dia? Dan bukankah pada waktu kita menyampaikan perkataan-perkataan kita kepadanya kita lebih memperhatikan perasaan kita sendiri daripada memperhatikan perasaan dia? Dan terlebih, dalam relasi kita satu dengan yang lain bukankah seringkali kita hanya pikir itu adalah persoalan kita dengan orang itu; bagaimana orang itu berkata kepada kita dan bagaimana sikap dan respon kita kepadanya. Namun sampai kepada Efesus 4:25-32 ini engkau dan saya akan menemukan Paulus bukan saja berbicara mengenai etika di dalam relasi di antara kita satu dengan yang lain; kita menemukan terobosan keindahan dan perbedaan di dalam ayat-ayat firman Tuhan ini karena Paulus menyebut di tengah relasi horisontal itu ada satu pribadi yang aktif dan terlibat di antara kita dan pribadi itu adalah Roh Allah yang kudus adanya. Paulus mengingatkan dengan tegas: "Janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan" (Efesus 4:30). Janganlah kita mendukakan hati Roh Allah yang kudus, saya menjadikan ini judul tema khotbah pada hari ini. Perintah Paulus untuk jangan mendukakan Roh Kudus adalah sesuatu yang sangat serius. Terjemahan bahasa Indonesia memakai kata "mendukakan" [to grieve, λυπέω] yang berarti lebih daripada "menyakiti" atau "melukai" pribadi Roh Kudus. Betapa besar kesadaran rasul Paulus di sini bicara mengenai relasi kita di gereja antara sesama saudara di dalam Tuhan melibatkan kehadiran satu pribadi yaitu Roh Kudus di dalam hidup kita.

Dalam Efesus 4:25-32 Paulus bicara mengenai bagaimana sekarang umat Tuhan yang sudah ditebus itu menyatakan satu lifestyle cara hidup yang baru, yang tidak lagi seperti dulu sebelumnya, sekarang tidak lagi boleh ada di dalam kehidupan sebagai umat Tuhan dalam tiga aspek. Yang pertama, cara hidup berkaitan dengan perkataan atau percakapan yang benar dan jujur, kontras dengan kebohongan. Yang ke dua dia bicara mengenai emosi sikap hati kepada orang lain soal kemarahan, kepahitan, kegeraman, pertikaian dan fitnah. Yang ke tiga dia bicara mengenai perbuatan yang merugikan kebutuhan orang lain, soal mencuri dan berbuat kejahatan.

Tetapi yang sangat penting Paulus berkata di sini bicara soal perkataanmu kepada seseorang itu tidak hanya melibatkan dua belah pihak saja. Bicara mengenai amarahmu kepada seseorang itu tidak bicara mengenai persoalanmu dengan orang itu; bicara mengenai mengambil barang miliknya itu bukan hanya kita sedang merugikan orang itu, tetapi ada kaitan erat dengan satu perintah penting: do not grieve the Holy Spirit in you. Di situlah bagian ini mengingatkan kita harus membawa Tuhan masuk ke dalam cara hidup kita, setiap relasi kita satu dengan yang lain, dan dalam apa yang kita kerjakan sehari-hari. Kesadaran ini membuat kita hati-hati di dalam kita berkata, senantiasa berpikir lebih dahulu karena itu semua bukan sekedar persoalan etika moral di dalam relasi kita dengan orang lain tetapi itu bicara mengenai attitude spiritual kita terhadap Roh Allah yang ada di dalam kita. Maka pertanyaan kita pada hari ini: Apakah kita sudah berpikir panjang sebelum mengatakan sesuatu kepada orang lain? Apakah kita mau menahan diri sebelum melontarkan kata-kata pada waktu hati kita jengkel dan kesal kepada orang lain? Dalam keadaan yang sulit dan terjepit di tengah kebutuhan, tetap kita tidak mau ambil jalan pintas merugikan orang lain di dalam usaha dan bisnis; tidak mau curang dan mencuri apa yang bukan hak kita. Ini beberapa pertanyaan penting yang patut kita renungkan. Tetapi di atas semua pertanyaan-pertanyaan itu, bolehkah engkau dan saya menambahkan pertanyaan ini: Apakah kita tega menyakiti Allah Roh Kudus dalam hidup kita dengan terus melakukan perbuatan-perbuatan dan dengan cara hidup kita yang dulu sebelum menjadi anak Tuhan? Di sinilah kita menghargai relasi Roh Kudus dengan kita sebagai orang yang sudah ditebus olehNya, yang menjadi milik Dia. Sedangkan relasi daripada orang yang terus menolak akan pertobatan dan membangkang kepada panggilan dan suara Roh Kudus, maka dalam Lukas 12:10 Tuhan Yesus a mengingatkan dengan peringatan yang sangat keras sekali, "Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni." Jadi ada perbedaan antara kata "mendukakan" dengan kata "menghujat." Anak Tuhan yang sejati tidak akan menghujat Roh Kudus, tetapi dia bisa mendukakan Roh Kudus.

Siapakah Allah Roh Kudus itu? Bagi banyak orang Kristen, pribadi Roh Kudus itu mungkin sangat abstrak ketimbang bicara mengenai Allah Bapa, atau mengenai Yesus Kristus. Seringkali kita tidak menyadari bahwa pribadi Roh Kudus itu senantiasa beserta, hadir dan senantiasa ada di dalam hidup kita. Roh Kudus itu adalah satu pribadi yang setara dengan Allah Bapa dan Allah Anak.

Di sini ada tiga hal yang saya ingin ajak sdr perhatikan tiga hal yang Roh Kudus kerjakan. Yang pertama, dalam Yohanes 16:7 Yesus akan memberikan Roh Penghibur bagi kita. Roh Kudus [parakletos παράκλητος] adalah Roh penasehat, Roh yang menghibur, menguatkan, mengajar, yang membimbing, yang lemah lembut, yang ada di dalam hidup kita. Roh Kudus itu bukan angin dan bukan kuasa, karena kita tidak bisa melukai hati dan menyakiti dan mendukakan sesuatu yang bukan pribadi. Yang ke dua, dalam Roma 8:26 Paulus jelas berkata Roh Kudus itu adalah satu pribadi yang berdoa syafaat bagi hidupmu di saat kita tidak tahu bagaimana berdoa di dalam kekurangan dan kelemahan kita. Ia tahu segala keadaan kita dan Ia berdoa dengan segala keluhan yang tidak terucapkan kepada Bapa dan Allah di surga tahu segala isi hati daripada Roh Kudus dan Ia mendengarkan Dia. Roh Kudus adalah satu pribadi yang berdoa sekalipun kita menyakiti hatiNya. Betapa ini menjadi penghiburan Roh Kudus itu dalam hidup kita. Yang ke tiga, di dalam bagian ini kemudian Paulus menyebutkan siapa Roh Kudus di dalam relasiNya dengan kita adalah sebuah relasi yang permanen. Sekalipun kita tega melukai menyakiti hatiNya, Ia tidak akan pernah pergi dari kita. "Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan" (Efesus 4:30). He has sealed you for the day of redemption. Ia adalah Roh yang memateraikan kamu sampai pada akhirnya. Materai itu adalah tanda kita sungguh-sungguh anak Tuhan yang telah menerima keselamatan di dalam Kristus. Materai itu menjadi jaminan bahwa keselamatan kita tidak akan pernah dibatalkan atau hilang. Tetapi jangan karena materai keselamatan itu sudah menjadi milik kita membuat kita kemudian menjadi orang yang sembarangan dan tanpa berpikir panjang selalu mendukakan Roh Kudus dalam hidup kita.

Paulus mendeskripsikan Gereja umat Tuhan sebagai sebuah bangunan yang rapi tersusun dimana setiap bagiannya berfungsi dengan indah dan sedang menuju kepada kedewasaan penuh serupa dengan Kristus, maka dia memanggil kita berhati-hati menjalani hidup kita sekarang karena ada tiga kuasa yang sanggup bisa men-sabotase, mencoret-coret keindahan daripada rumah Tuhan yang telah rapi tersusun.

Yang pertama, hidup bebas dari kebohongan. Paulus berkata di ayat 26, "Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota." Dan di ayat 29, "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." Bukan saja kita berbicara perkataan yang benar satu dengan yang lain, tetapi juga kita berbicara yang baik untuk membangun satu dengan yang lain dengan firman Tuhan. Kita harus jujur mengakui hampir seluruh aktifitas hidup kita itu berkaitan dengan perkataan dan percakapan walaupun tidak selalu dalam bentuk kata-kata dengan orang lain, tetapi ada perkataan yang tidak kita ucapkan keluar tetapi menjadi self-talk kepada diri sendiri. Maka kenapa kita perlu membaca firman Tuhan dan merenungkan firmanNya siang dan malam? Kenapa kita perlu menjadikan firman Tuhan itu tinggal menetap di dalam hidup kita? Karena kita tahu perkataan firman Tuhan yang benar itu adalah satu-satunya antidote obat penawar terhadap perkataan-perkataan yang tidak benar dan tidak baik di dalam hidup kita. Firman Tuhan yang benar itu harus menjadi firman yang bukan saja kita hafal tetapi firman itu harus menjadi obat penawar bagi kata-kata negatif yang meracuni hidup kita. Kalau sampai Yakobus menulis suratnya ada dua pasal penuh bicara mengenai kebahayaan daripada lidah yang kecil; kalau sampai Paulus menulis berulang kali bicara mengenai perkataan, bahkan dari pengajaran Tuhan Yesus Kristus sendiri semuanya banyak berbicara mengenai bagaimana kita harus memperhatikan perkataan-perkataan yang keluar dari mulut kita maka kita tahu ini adalah aspek yang sangat penting yang tidak boleh kita abaikan.

"Janganlah ada perkataan yang bohong keluar dari mulutmu," kata Paulus. Nampaknya berbohong menjadi sebuah lifestyle yang ada di dalam hidup sehari-hari, dalam usaha dan bisnis dan saya percaya dengan memberikan perintah ini rasul Paulus ingatkan kepada jemaat jangan mempunyai kebiasaan dan cara hidup seperti dulu demikian adanya. Kebohongan seringkali menjadi sesuatu yang betapa berat dan sulit dalam hidup manusia karena itu menjadi salah satu senjata dan teknik untuk kita survive. Dalam berjual-beli; dalam berbisnis orang tidak sungkan berbohong menjatuhkan dan menjelek-jelekkan orang lain yang menjadi kompetitor. Ketika masuk ke dalam gereja, seringkali karena sama-sama orang Kristen, lalu kemudian kita terlalu yakin dan percaya dan begitu kecewa ketika orang itu merugikan kita dengan menjual suatu barang yang bohong adanya. Tentu akan membuat satu kesaksian yang merugikan dan merusak nama gereja dan Kekristenan, bukan? Paulus katakan dalam bagian ini: Berkatalah benar satu dengan yang lain karena kita adalah sesama saudara dan anggota tubuh Kristus. Dan bukan saja kita harus berkata benar, tetapi kita juga menjadi orang Kristen yang berkata baik satu dengan yang lain. Jangan kita menjadi orang yang melupakan aspek melihat hal yang indah dan baik yang seharusnya patut keluar dari mulut kita dan kita lebih gampang dan lebih mudah mengeluarkan kata-kata yang merugikan dan mengkritik orang di dalam hidup kita. Yang ke dua, hidup bebas dari amarah yang membunuh. Paulus berkata, "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis" (Efesus 4:26). Kita sering mengutip ayat ini menjadi lelucon, apalagi kalau di musim dingin matahari lebih cepat terbenam sehingga kesempatan untuk marah menjadi lebih pendek. Kalau di musim panas matahari lebih lama terbenam sehingga bisa lebih panjang kesempatan buat marah. Lalu pertanyaan yang suka ditanya adalah bagaimana kalau marahnya justru waktu matahari sudah terbenam? Apa arti ayat ini? Kalimat: jangan sampai matahari terbenam sebelum padam amarahmu artinya jangan sampai kemarahanmu itu berlarut-larut dan berubah menjadi kebencian. Ayat ini menunjukkan ada marah yang patut, ada marah yang tidak patut dan marah yang tidak benar itu adalah marah yang mendatangkan dosa. Maka kalau engkau marah, janganlah marah di dalam keberdosaanmu. Kenapa kita marah? Ada dua faktor yang menjadikan kita marah. Faktor yang pertama adalah faktor di luar diri kita. Kita marah atau jengkel dan kesal karena kita lihat ada hal-hal yang tidak benar atau tidak beres terjadi. Yang ke dua adalah faktor yang ada di dalam diri kita, ketika seseorang merasa harga dirinya sedang dilanggar.

Pada waktu Yesus masuk ke Bait Allah melihat keadaan dan kondisi yang ada dimana orang berjual-beli di pelataran Bait Allah, Alkitab mencatat Yesus kemudian dengan marah mengusir orang-orang yang berjualan di situ (Yohanes 2:13-17). Amarah Yesus di sini boleh kita katakan sebagai sebuah respon rohani yang sehat kepada noda atas dosa atau ketidak-baikan yang sedang terjadi. Kenapa saya katakan ini adalah sebuah respon rohani yang sehat? Sebab kalau kita membiarkan dosa di depan mata kita bahkan senang dan tertawa ketimbang menyatakan marah dan kesedihan berarti ada sesuatu yang salah dengan kesehatan daripada spiritual kita. Paulus pernah mengatakan, "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, menangislah dengan orang yang menangis!" (Roma 12:15). Bersedih dengan orang yang berduka, bersyukur dengan orang yang bahagia, itu menyatakan sebuah kehidupan spiritual yang sehat. Pada waktu kita cemburu kepada kebahagiaan orang dan kita tertawa kepada kesedihan orang, ada yang salah dan tidak sehat pada diri kita. Marah kepada dosa dan hal yang tidak benar terjadi adalah sesuatu respon yang menyatakan bahwa hidup spiritual kita sehat adanya. Kemarahan itu mempunyai sebuah tujuan untuk mengoreksi, kemarahan itu mempunyai satu tujuan untuk menyembuhkan. Kemarahan itu bukan mempunyai tujuan untuk merusak dan menghancurkan. Itu sebab peringatan jangan marah yang mendatangkan pembunuhan diulang kembali oleh Paulus di dalam bagian ini dan di situ Paulus memberikan perbedaan antara marah yang mendatangkan dosa dan marah yang tidak mendatangkan dosa.

Dalam Efesus 4:31 Paulus berkata, "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." Ada empat kata yang penting muncul di sini dan di situ kita menemukan perbedaan antara kemarahan yang kudus dan kemarahan yang membunuh itu. Ketika kemarahan itu kita pelihara dan besar-besarkan dia akan berubah menjadi kebencian. Paulus katakan ayat ini mengutip ucapan daripada Mazmur 4:5, "Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam." Bukan artinya kalau sdr marah, diam-diam saja. Ada orang marah tapi diam, justru itu lebih berbahaya. Diam-diam marah, marah tapi diam-diam itu lebih susah, kita tidak bisa tebak. Maksud ayat ini adalah engkau tidak berbuat dosa pada waktu marah masih ada momen dan kesempatan untuk memikirkan dalam hati, di tempat tidur kontemplasi sendiri. Di situ kita tanyakan kepada diri: apa yang bikin aku marah, kenapa aku marah. Tetapi begitu dia berubah menjadi kebencian, tertutuplah ruang untuk reasoning. Amarah itu telah membutakan pikiran logis dan betapa berbahaya karena Iblis bisa merasuk dan memakai kesempatan itu untuk menjadi hal yang destruktif, seperti yang terjadi kepada Yudas Iskariot. Itulah sebabnya di bagian ini kenapa firman Tuhan berkata: jangan beri kesempatan kepada Iblis. Dalam Kejadian 4:6-7, Tuhan memberikan kesempatan kepada Kain untuk reasoning, "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." Kenapa kamu marah, Kain? Tetapi kemarahan dari Kain berubah menjadi kebencian dan akhirnya membunuh adiknya sendiri. Itu bukan kemarahan tetapi kebencian sebab itu adalah momen dimana Kain menutup pintu dan ruang untuk reasoning terhadap responemosi yang berakibat fatal dan berakhir dengan kesedihan adanya.

Dari abad 6AD tradisi Gereja menyebut ada "seven deadly sins" tujuh dosa yang mematikan: pride, anger, sloth atau lazy, gluttony, greed, lust, dan envy. Dari tujuh dosa yang mematikan ini hampir semuanya kita tidak mau orang lain tahu, kita berusaha sembunyikan dari orang lain. Tidak ada orang yang mau mengumbar dia punya keserakahan, bukan? Kita tidak mau memperlihatkan kemalasan, marah kita kalau dibilang pemalas, itu dosa yang kita sembunyikan. Namun seorang teolog Frederick Buechner mengatakan satu-satunya dosa yang justru tidak mau kita sembunyikan itu adalah marah. Kita senang mengumbar kemarahan kita; kita mau orang lain tahu kita marah. Malah kita jadikan orang di sekitar kita menjadi objek kemarahan itu karena kita mau dengan marah itu kita ditanggapi orang. Makin orang tanggapi kita, kita makin marah; dan lebih marah lagi kita kalau tidak ada orang yang tanggapi. Sehingga Buechner mengatakan marah itu seperti serigala yang memakan daging orang lain akhirnya kita tidak sadar kitalah yang menjadi tulang belulang. Atau ada orang bilang marah itu adalah kita minum racun dan mengharapkan orang lain mati. Di situ kemarahan sudah tidak ada logikanya lagi.

Maka Paulus ingatkan: Kalau kamu marah jangan sampai berbuat dosa; jangan biarkan Iblis ambil kesempatan. Berarti marah itu tidak boleh diladeni akhirnya berubah menjadi hatred. Pada waktu yang tadinya kita marah dengan tujuan kita ingin memperbaiki, mengoreksi dan menyembuhkan telah berubah menjadi hatred, di situ tidak ada lagi ruang untuk kita reasoning sesuatu kenapa, apa dan bagaimana. Yang ada adalah pikiran untuk kemudian kita itu merusak dan menghancurkan dan itulah spirit dari si Jahat. Itu sebab kenapa Paulus katakan jangan beri kesempatan kepada Iblis sebab kita tahu di situ tidak ada tujuan yang baik daripada kemarahan yang mempunyai tujuan untuk membunuh orang lain. Kita boleh jengkel, kita boleh kesal, kita boleh merasa ada sesuatu yang membuat kita bereaksi secara emosional tetapi jangan sampai sdr kemudian menjadi orang yang membenci, hate and bitterness dan rage itu dalam hidup sdr. Dan itu adalah reaksi yang sangat berbahaya khususnya kalau sdr lihat dalam kekerasan "road rage" sesuatu yang nampaknya sepele ada orang di sebelah menyetir dengan sembarangan dan menyalip mobil dan orang itu menjadi marah, tetapi yang kemudian bisa dalam split second kita bisa lihat menghasilkan peristiwa yang fatal dan kesedihan terjadi dengan hal yang tidak bisa kita sangka dan duga. Di dalam relasi kita satu dengan yang lain pada waktu Paulus mengatakan hiduplah bebas dari amarah yang membunuh. Yang ke tiga, hiduplah bebas dari merugikan orang lain, di sini Paulus bicara mengenai integritas dan kejujuran dalam kerja dan saya akan menjadikan topik ini sebagai satu khotbah tersendiri bicara bagaimana orang Kristen dalam pekerjaannya menjadi sebuah pekerjaan yang memberkati. Kiranya Tuhan memberkati dan memimpin setiap kita untuk menanggalkan setiap kebiasaan lama kami dan menghargai dan menyukakan Roh Allah yang ada di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kita setiap hari.(kz)

Previous
Previous

Teologi Kerja dan Kemuliaan Allah

Next
Next

Living at the Crossroads