Teologi Kerja dan Kemuliaan Allah

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Efesus 4:28

Hari ini kita akan lihat secara khusus satu ayat Paulus berikan menjadi sebuah bukti dari transformasi hidup seorang anak Tuhan yang sudah diubah oleh Tuhan, nampak nyata dari hal ini: "Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan" (Efesus 4:28). Mencuri adalah sebuah tindakan yang merugikan hak milik orang lain. Dari sejak awal Tuhan memberi Sepuluh Hukum kepada umat Allah, dengan larangan jangan mencuri jelas Tuhan memberi aturan bagaimana kita menghargai kepemilikan orang lain sebagaimana orang lain juga menghargai kepemilikan kita.

Jemaat Efesus adalah jemaat yang tidak sempurna. Paulus dengan jelas dan terbuka menyatakan fakta realita bahwa di tengah-tengah jemaat ini ada orang-orang yang dulunya adalah pencuri-pencuri, yang sekarang telah bertobat dan telah terima Tuhan. Itu hidup mereka yang dulu; sekarang mereka telah menjadi manusia baru, orang yang telah ditebus Tuhan. Status hidup dan pekerjaan sebelum kita percaya Tuhan kita tidak bisa hapus dari sejarah dan memori hidup kita, namun identitas hidup kita bukan didefinisikan oleh siapa kita dulu melainkan siapa kita sekarang di dalam Kristus. Dosa-dosa kita di masa lalu adalah sesuatu hal yang tidak bisa kita rubah, tidak bisa kita sembunyikan dan tidak perlu kita malu akan siapa kita dulu. Yang menjadi persoalan paling penting adalah siapa kita sekarang, seorang yang dulunya hidup dalam dosa namun telah dikasihi dan diampuni oleh Tuhan. Paulus mengingatkan kita telah menjadi manusia baru, kita telah dirubah oleh Tuhan, kita masuk ke dalam satu komunitas yang telah dikuduskan oleh Tuhan. Namun kita menyadari ada satu tension ketegangan yang tidak gampang hidup menjadi umat Tuhan di tengah satu kebudayaan dimana pengaruh dunia lebih gampang dan lebih mudah mempengaruhi gereja daripada kita mempengaruhi dunia. Maka panggilan Paulus kepada kita sebagai orang-orang yang telah ditransformasi oleh Tuhan sepatutnya kita keluar dan memberikan pengaruh kepada dunia ini dengan cara hidup yang tidak boleh lagi sama seperti dulu.

Siapa kira-kira kelompok orang yang Paulus sebutkan ini? Jelas saya percaya kelompok orang yang disebut Paulus ini bukanlah budak yang kemudian menjadi anak Tuhan. Kalau mereka adalah budak yang kemudian mencuri resikonya besar luar biasa, budak yang mencuri dan merugikan tuannya hukumannya adalah hukuman mati. Saya lebih setuju bahwa ini adalah satu kelompok orang yang berstatus bebas, yang pekerjaannya besar kemungkinan ada dua macam. Yang satu adalah para pekerja harian, buruh yang menerima upah harian. Atau yang ke dua kemungkinan mereka adalah para pedagang yang berjualan barang yang mereka yang dulunya mencari keuntungan sebesar mungkin dengan cara apapun dan menekan para pekerjanya dengan menahan upah mereka.

Jadi beda sekali dengan konteks kita sekarang dalam kita memahami bagian ini. Jaman sekarang, kalau sdr bekerja ada pemasukan yang teratur dengan gaji bulanan, ada kontrak, ada tunjangan, ada pesangon dan uang pensiun, dsb. Konteks jaman itu kondisi jauh lebih susah karena sebagai pekerja harian pemasukan mereka tidak tentu. Kita bisa melihat contoh itu dari perumpamaan Tuhan Yesus mengenai "Pekerja di Ladang Anggur" (Matius 20:1-16). Di situ kita bisa tahu pekerja-pekerja lepasan itu setiap hari berkumpul di pasar menunggu ada orang menyewa tenaga mereka. Kalau hari ini mereka bisa mendapat kerja, belum tentu besok bisa dapat lagi. Kalau tidak mendapat pekerjaan berarti tidak dapat makan. Jadi itulah pekerja harian yang tidak ada cadangan uang atau simpanan, tidak punya medicare kalau sakit, tidak ada centerlink pada waktu itu, tidak ada bansos, tidak ada tunjangan buat rakyat miskin. Maka ketika tidak ada pilihan lain, mereka akan mencuri. Sekarang orang-orang seperti ini telah bertobat dan masuk ke dalam komunitas gereja. Mereka menghadapi tantangan hidup seperti itu. Sehingga ketika Paulus bilang orang yang mencuri, jangan mencuri lagi itu berarti bukan saja harus terjadi transformasi total tidak lagi menjalani cara hidup seperti itu, itu berarti juga mereka harus berani menjadi anak Tuhan yang hidup dengan iman bersandar kepada Tuhan di tengah kesulitan ekonomi yang mereka hadapi sehari-hari. Kita harus lihat konteksnya seperti itu.

Prinsip yang Paulus beri melalui ayat ini tetap berlaku bagi kita sekalipun mungkin konteks hidup kita sekarang berbeda dengan mereka dulu; kita sekarang ada regulasi, aturan, dan hukum yang jauh lebih rapi dan ekonomi jauh lebih stabil daripada dulu. Tetapi sekalipun ada regulasi hukum yang ditata baik, negara yang lebih maju, sistem perdagangan yang jauh lebih baik tetap semua itu tidak sanggup bisa merubah hati manusia. Kalau hati orang itu serakah, sekalipun ada hukum dan aturan perdagangan yang begitu ketat, tetap tidak bisa merubah hati manusia yang tamak, bukan? Apalagi di negara-negara yang mungkin lebih kurang ketat membuat kesempatan-kesempatan untuk korupsi bisa liar dan besar. Persoalan itu adalah persoalan hati dan bagaimana Injil Tuhan yang memberikan transformasi dan perubahan hidup sehingga nampak di dalam hal kejujuran dan integritas dalam pekerjaan kita memuliakan Tuhan. Jangan mempunyai konsep kalau kita adalah anak Tuhan maka Tuhan akan selalu memberkati kita sekalipun kita tidak mementingkan etika dan etos kerja yang baik. Bukan hal yang patut dibanggakan sebagai anak Tuhan jikalau kita merugikan orang lain lalu kita bersaksi di mimbar bahwa itu semua adalah berkat Tuhan. Bagi saya itu bukan memuliakan Tuhan dan bersaksi dengan indah; justru itu menjadi hal yang mempermalukan Tuhan dan membawa kutukan Allah bagimu. Jangan seperti itu. Kita tidak boleh memiliki hati yang serakah, kita tidak merebut hak orang lain, dan kita tidak mempedulikan orang dan karena keinginan cepat-cepat kaya dengan cara seminimal mungkin di dalam hidup kita akhirnya menghalalkan segala cara dengan melanggar rambu-rambu yang ada dan mengabaikan etika kerja dan prinsip hidup Kristiani yang penting.

Yang ke dua, saya akan mengaitkan ayat di atas dengan prinsip yang penting Paulus berikan berkaitan dengan pekerjaan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia" (Kolose 3:23). Dua ayat ini adalah dua ayat yang sangat penting dan jelas sekali dalam Alkitab berbicara mengenai tanggung jawab orang Kristen tentang bekerja di dalam hidupnya. Kolose 3:23 ini di dalam kerangka Paulus bicara mengenai relasi para budak kepada tuannya dan di situ Paulus memperlihatkan sekalipun profesi budak adalah sebuah pekerjaan yang begitu rendah, Paulus tidak menganggap itu sebagai pekerjaan yang rendah. Ini poin yang penting luar biasa. Paulus melihat relasi pekerjaan itu dengan Tuhan, apapun yang engkau kerjakan dengan tanganmu kamu tahu kamu bukan kerja untuk orang lain atau untuk dirimu, tetapi engkau lakukan itu bagi kemuliaan Allah.

Kita perlu memahami konsep yang benar dan Alkitabiah tentang kerja. Pertama, kerja itu baik; kerja itu bukan efek atau akibat dosa sebab dalam Kejadian 2:15 Tuhan telah memberikan kepada manusia untuk "mengusahakan" dan "memelihara" taman Eden berarti Adam sudah bekerja sebelum manusia jatuh dalam dosa. Kutukan daripada dosa bukan kerja itu sendiri tetapi kutukan daripada dosa adalah adanya ketidak-adilan di dalam kerja. Allah berkata kepada Adam, "Terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu" (Kejadian 3:17-19). Kutukannya ada di mana? Yaitu orang yang sudah bekerja begitu keras mengusahakan tanah baik-baik, tanam benih tetapi onak duri yang dihasilkan. Jadi akibat dari dosa kita menemukan ada orang yang sudah kerja baik-baik, uangnya dirampok; ada orang menanam sesuatu, orang lain mengambilnya. Ada orang sudah berusaha dengan sebaik mungkin dan semaksimal mungkin, dia mendapatkan bayaran yang tidak sepatutnya; itulah unfairness yang ada di dalam pekerjaan. Ke dua, dengan jerih payah engkau bekerja itulah efek daripada dosa dalam dunia yang telah dicemari oleh dosa.

Yang ke dua, Paulus mengatakan, "Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri." Paulus sedang bicara kepada sebagian besar orang yang mendengar Injil yang adalah orang-orang yang hidup di dalam kultur kebudayaan Yunani yang melihat "kerja dengan tangan" hanya bagi orang-orang kalangan rendah. Kalau engkau bekerja keras sampai berkeringat maka engkau bisa disejajarkan dengan hewan. Itu adalah filsafat orang Yunani pada waktu itu. Dan itu sama sekali bertentangan dengan konsep mengenai Allah yang dicatat dalam Alkitab kita. Yesus Kristus berkata, "BapaKu bekerja sampai sekarang maka Aku pun bekerja juga" (Yohanes 5:17). Tuhan Yesus adalah seorang tukang kayu (Markus 6:3) dan rasul Paulus sendiri adalah seorang yang bekerja sebagai pembuat tenda (Kisah Rasul 18:3).

Sayangnya sejarah Gereja memberikan persepsi yang berbeda mengenai kerja. Gereja di abad lebih dipengaruhi pandangan daripada Gereja yaitu bahwa pekerjaan berkontemplatif membaca Alkitab dan masuk ke dalam biara dan menjadi hamba Tuhan, itu adalah hal yang paling mulia dan jauh lebih rohani sedangkan bekerja dengan tangan itu tidak rohani. Dan ada dasar ayatnya, kata mereka mengutip kisah Maria dan Marta di Betania (Lukas 10:38-42). Marta bekerja di dapur, sedangkan Maria duduk di kaki Yesus mendengarkan firman. Dan dikutiplah kalimat Tuhan Yesus kepada Marta, "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya."

Tetapi di era Renaissance menggambarkan Allah adalah Allah yang aktif dan kreatif dan di situ kemudian terjadi satu revolusi konsep bahwa tangan dan otak itu adalah dua hal yang Tuhan pakai untuk menyatakan kreatifitas itu. Kreatifitas dan ide itu dituangkan di dalam ukiran, di dalam patung pahatan, di dalam lukisan dan di dalam arsitektur gedung gereja, dsb. Pada era Reformasi di tahun 1517, Martin Luther memberikan satu pembaruan konsep mengenai kerja dan ibadah dimana Luther berkata, "Petani yang mencangkul manure untuk memupuk tanahnya dan wanita yang memerah sapi untuk mendapatkan susunya itu sama-sama menyenangkan hati Tuhan dengan para biarawan yang berkotbah dan berdoa." Luther juga berkata, "Seorang ibu yang dengan penuh kasih merawat dan membesarkan anak-anaknya itu sama indahnya dengan seorang biarawati yang sedang berdoa di biara. Dua hal itu sama-sama ibadah kepada Tuhan." Dan itulah satu transformasi perubahan yang dikerjakan oleh Reformasi sehingga kita bisa melihat konsep mengenai kerja itu dengan lebih Biblikal sampai hari ini. Yang ke dua, kerja itu bukan self-fulfilment atau self-achievement, tetapi bicara mengenai kesetiaan di dalam kerja. Jelas sekali dari dua ayat ini: Efesus 4:28 dan Kolose 3:23 Paulus tidak persoalkan apakah orang itu tuan atau budak, dia tidak bedakan respek dan panggilan terhadap orang yang menjadi tuan daripada orang Kristen yang adalah budak. Paulus tidak berbicara soal apa yang engkau kerjakan, Paulus sedang bicara adalah lakukan pekerjaan yang baik dengan tanganmu, itu hal yang terpenting, bukan apa pekerjaanmu. Dari situ kita harus melihat kesetiaan itu hal yang paling utama, bukan hal self-fulfilment dan bukan soal kepuasan diri.

Karena kita sekarang hidup sebagai orang yang ada di negara maju, kita punya pilihan untuk sekolah dimana, kita punya pilihan untuk kerja dimana dan pilih karir apa. Sehingga ada orang waktu bekerja merasa bosan atau gaji tidak naik-naik lalu kemudian berusaha mencari kerja di tempat lain, dst. Konselor sering bertanya: apakah engkau mendapat kepuasan di dalam pekerjaanmu? Kalau engkau tidak bisa memaksimalkan talenta dan bakatmu, carilah tempat yang lain dimana engkau bisa memenuhinya. Bisa jadi di dalam pelayanan, pendeta-pendeta juga bertanya seperti itu, bukan? Kita pindah dari satu gereja ke gereja lain lalu pakai konsep self-fulfilment itu, tidak merasa ada kepuasan dalam pelayanan di situ. Itu adalah hal yang egosentris. Kita tidak bicara secara Biblikal dalam hal ini, kita sedang bicara self-fulfilment atau self-actualisation, itu karena kultur hidup di era seperti ini, di dalam satu strata sosial yang di atas, padahal itu hanya berapa persen dari orang di atas muka bumi ini? Ada begitu banyak anak-anak Tuhan, orang-orang Kristen yang hidup di tempat yang tidak ada pilihan bagi mereka, bukan? Coba tanya anak Kristen yang bapaknya pemulung, kalau besar mau jadi apa? Apa opsinya? Mayoritas orang di atas muka bumi ini adalah kelompok orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Yang terutama kepada anak-anak Tuhan seperti itu persoalannya adalah Tuhan akan memperlihatkan pekerjaan itu dilakukan dengan setia atau tidak?

Terakhir, setiap teologi kerja sebagai anak Tuhan harus melihat setiap pekerjaan memberikan kontribusi bukan hanya bicara apakah pekerjaan itu signifikan adanya. Setiap pekerjaan yang baik akan menjadi rantai berkat chain of blessings dalam hidup anak-anak Tuhan. Pada waktu kita bicara mengenai kerja bahwa kerja harus memuliakan Allah, kerja itu harus bersaksi, dan menghasilkan sesuatu yang berguna dan sebagainya, mungkin sebagai orang Kristen, sdr mengalami kesulitan untuk melihat hal yang bernilai spiritual di dalam pekerjaan sdr. Engkau mengalami kesulitan menghubungkan apa yang engkau kerjakan sekarang akan dibawa kepada dunia yang akan datang kepada kekekalan dimana semua buah hasil pekerjaanmu engkau akan nikmati. Akhirnya kita jatuh kepada memilah-milah mana pekerjaan-pekerjaan yang menghasilkan buah yang dibawa sampai kepada kekekalan dan pekerjaan yang mulia. Kita bilang itu pasti profesi para dokter, insinyur, atau arsitek yang membangun gedung-gedung gereja, dsb. Tetapi pekerjaan yang sederhana sebagai supir tukang sampah, sebagai pemulung, sebagai satpam, pembantu, penjaga toko, kalau itu yang menjadi pekerjaanmu sekarang ini, dimana nilai spiritualnya? Apakah engkau merasa pekerjaan itu berharga di mata Tuhan? Tidak heran banyak orang Kristen merasa seperti itu. Lalu waktu mengatakan jadikan pekerjaanmu berkat, akhirnya kita sempit melihat karir atau pekerjaan yang bernuansa gerejawi. Kalau sdr jadi barista, sdr ada manfaatnya bisa bikin kopi gratis di gereja. Kalau sdr jadi supir bus, masih ada manfaatnya antar jemput jemaat yang sudah tua. Kenapa kita selalu mengaitkan pekerjaan dengan ministry yang ada dalam gereja saja? Kita harus melihat bahwa pekerjaan kita itu penting sebab pekerjaan itu bisa menjadi sebuah mata rantai dari berkat Allah sekalipun memang kita tidak bisa melihatnya secara langsung, tetapi Tuhan yang bisa melihat secara keseluruhan. Tetapi apa signifikansi saya sebagai orang Kristen bekerja hari ini? Kalau kita berdoa bersama anak untuk makanan yang kita makan, coba minta anak kita bersyukur kepada Tuhan bukan saja kepada makanan yang ada di depannya, tetapi lanjut dengan bersyukur untuk mama yang memasak, untuk toko dan abang yang menjual sayur, untuk petani yang menanam, untuk hujan dan matahari yang Tuhan berikan. Itulah seluruh mata rantai berkat dari Tuhan dan kita boleh berbagian di salah satu rantai itu. Dengan demikian kita boleh mengerti kalimat selanjutnya pada waktu Paulus katakan setelah itu, "Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan." Setelah engkau bekerja dengan keras, engkau bisa memberi makan dengan bertanggung jawab kepada keluargamu, itu tugas dari pekerjaan yang mulia. Ada hal yang engkau bisa membantu dan memberikan kepada orang lain. Di situ kita tidak melihat konsep kerja itu bersifat individualistik. Kita sudah memberi makan kepada keluarga, lalu kemudian kita ada kelebihan ada hal-hal yang bisa engkau pakai untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Saya ingin menutup khotbah hari ini dengan lima pertanyaan ini kepada kita semua dan saya anggap ini menjadi sebuah dialog yang imajinatif ketika engkau dan saya menjadi penatalayan apa yang Tuhan beri kepada kita dan kita berdiri di hadapan Tuhan pertanyaan ini senantiasa harus kita tanyakan dalam hidup kita berkaitan dengan tanggung jawab kepada panggilan dan kerja kita sebagai anak Tuhan.

Pertama, Tuhan bertanya: Apakah engkau telah menghormatiKu dengan setia memakai karunia yang Kuberikan kepadamu?

Ke dua: Apakah anda menghargai orang tua, mentor/pendidik, dan teman/kolega yang telah menaruh investasi hidup mereka atasmu? Kita ada sampai sekarang bukan karena kita sendiri. Ada pedagang bakso yang anaknya kemudian menjadi dokter, engkau tidak bisa melupakan investasi hidup bapak itu.

Ke tiga: Apakah anda telah memakai semua kemampuanmu untuk memenuhi kebutuhan keluargamu? Ini adalah pemahaman biblikal tentang kerja.

Ke empat: Apakah anda membawa kebaikan kepada tetangga, orang-orang yang engkau kenal, kemanusiaan dan dunia ini? Ini pertanyaan Tuhan bagi tugas dan tanggung jawab kita sebagai anakNya.

Ke lima: Apakah UmatKu menerima jawaban doa mereka melalui uluran tanganmu? Ada orang yang dalam kelaparan dan kekurangan berdoa seperti itu, apakah engkau menjadi jawaban doa mereka? Kita mungkin tidak melakukannya secara langsung, tetapi mungkin sdr menjadi seseorang yang membuat makanan, atau sdr menjadi penjual sdr menjual dengan harga yang sepantasnya dan sdr setia menjaga kualitas dan delivery dengan baik, itu yang Tuhan minta engkau dan saya lakukan. Kiranya dari hari ini kita boleh menjadi anak Tuhan yang melihat satu perspektif yang indah di dalam pekerjaan kita masing-masing. Kiranya Tuhan memberkati pekerjaan kita dan apa yang kita lakukan dalam hidup ini sebagai seorang penatalayan Tuhan yang setia dan penuh dengan tanggung jawab.(kz)

Previous
Previous

Bagaimana Memberi Respon Terbaik kepada Situasi Terburuk

Next
Next

Mendukakan Hati Roh Kudus