Imitatio Christi - A Truly Christian Lifestyle

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Efesus 5:1-7

Efesus 5:1-7 adalah panggilan, dorongan, dan perintah daripada firman Tuhan supaya kita boleh menjadi penurut-penurut Allah. Dalam terjemahan bahasa Inggris adalah: Be imitator of God. Kata "imitasi" dalam bahasa Indonesia cenderung memiliki konotasi yang negatif sebagai pemalsuan terhadap sesuatu yang asli. Itu sebab kenapa mungkin Alkitab terjemahan Indonesia memakai kata "penurut" karena memiliki konotasi yang lebih positif. Tetapi sebetulnya arti kata "imitasi" ini adalah satu kerinduan dan usaha untuk melakukan, menciptakan sesuatu yang semakin serupa dengan aslinya. Seorang teolog Belanda-Jerman Thomas a` Kempis menulis sebuah buku berjudul "Imitatio Christi, The Imitation of Christ," sebuah buku klasik devotional untuk membimbing orang Kristen bertumbuh sebagai anak-anak Tuhan. Inilah yang menjadi tema kita pada hari ini, Imitatio Christi - a Truly Christian Lifestyle. Yesus Kristus adalah seorang yang penuh dengan empati, hati yang berjalan di dalam kebenaran kesucian, tidak ada kata-kata yang salah dan palsu keluar dari mulutNya, itu merupakan keindahan karakter dari Tuhan kita Yesus Kristus.

Paulus dalam Efesus 5 mengulang kembali panggilan dan dorongan mengenai bagaimana hidup kita telah ditebus oleh Kristus. Sebagaimana dalam Efesus 4:1 Paulus bilang: "Sebab itu aku menasihatkan kamu supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu." I urge you to walk in a manner worthy of the calling to which you have been called. Hidup kita bukan milik kita lagi, hidup kita milik Kristus. Hiduplah berjalan seturut dengan panggilanmu. Hidup yang seturut dengan panggilan kita itu hidup yang seperti apa? Di pasal 5 ini Paulus memberikan beberapa hal praktis untuk menjalani sebuah hidup yang menjadi penurut-penurut Kristus.

Apakah ciri-ciri seorang pengikut Kristus sehingga kita boleh katakan orang itu mirip dengan Yesus Kristus? Kita bisa melihat karakter Kristus yang lemah lembut, murah hati, penuh pengampunan, penuh dengan belas kasihan, sabar, dst. Itulah panggilan kita menjadi serupa dengan Kristus; panggilan yang mendorong kita makin hari untuk hidup lebih indah. Namun sejujurnya begitu banyak orang Kristen hidup di dalam ketidak-puasan karena keinginan untuk hidup semakin menuruti dunia ini, melihat dan membandingkan dengan hidup orang lain dan ingin memiliki semua hal-hal itu. Tetapi pernahkah kita bangun pagi dengan rasa tidak puas dalam diri kita dalam hal positif, yang mendorong kita pada waktu melihat cermin, pada waktu membaca firman Tuhan, pada waktu teduh di pagi hari dan menyadari betapa kita masih jauh daripada keindahan kesempurnaan Yesus Kristus dan itu menimbulkan perasaan tidak puas di hati kita. Itulah kerinduan jiwa yang harus ada dalam hidup kita untuk hidup berjalan sekuat tenaga menuruti apa yang firman Tuhan katakan.

Setiap hari kita tanyakan kepada diri: Apakah saya ingin rindu memiliki sifat dan karakter Kristus di dalam hidupku? Apakah saya seorang yang sabar, lemah lembut, penuh belas kasihan, penuh dengan kasih seperti Kristus?

Paulus berkata, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus" (1 Korintus 11:1). Mungkin ada rasa sungkan kalau bilang saya makin mirip dengan Kristus karena perbandingannya terlalu jauh. Mungkin kalau standar perbandingannya manusia seperti Petrus, masih bisa ada kemungkinan. Orang ini berani berkorban, tidak takut mati, seorang Kristen yang berada di tengah-tengah kehidupan politik dan di tengah masyarakat yang mayoritas mungkin menyerang Kekristenan lalu akibatnya dia dikeluarkan dari pekerjaannya, dia diberhentikan atau dilengser dari jabatan tertentu, lalu kita bilang orang ini mirip seperti Daniel misalnya. Tetapi mungkin kita tidak terlalu kagum dengan orang yang menyatakan kerendahan diri, yang berjalan dengan penuh simpati dan empati, yang selalu mengeluarkan air mata pada waktu dia melihat orang dalam kesusahan, dsb. Kita mungkin lebih kagum kepada seorang hamba Tuhan yang berkhotbah dengan konfiden, berani dan seperti singa yang mengaum-aum di mimbar dan kemudian melihat pelayanannya seperti apa; kita kagum kepada keberanian, kepada orang yang lebih frontal, dsb ketimbang kagum kepada orang yang penuh dengan penuh belas kasih, orang yang baik dan murah hati di dalam hidup mereka.

Dari Efesus 5:1-7 ini ada tiga poin yang saya ingin ajak sdr lihat. Yang pertama, dari ayat 1-2 Paulus berkata, "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." Ini adalah keindahan daripada ayat 1-2 di sini. Di sini Paulus mendorong jemaat Tuhan mempunyai satu karakter hidup berjalan dalam kasih seperti Kristus menyatakan kasihNya kepada kita dengan melakukan dua hal ini: Ia telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.

Ada hal yang sangat menarik di sini Paulus bicara mengenai bagaimana menghubungkan pengorbanan Yesus di atas kayu salib dengan konsep korban di Perjanjian Lama. Kita mengerti konsep Kristus adalah Domba Paskah sebagai korban penghapus dosa. Namun kematian Kristus di atas kayu salib sebagai korban menggantikan kita itu sebetulnya bukan pengajaran daripada Perjanjian Baru, tetapi itu adalah pengajaran daripada Perjanjian Lama, yang amat disayangkan banyak orang Yahudi yang tidak melihat kematian Kristus itu sebagai penggenapan dari korban Perjanjian Lama. Yesaya 53 mengatakan Ia menjadi korban yang menggantikan dosa-dosa kita. Ini adalah konsep yang jelas bagi kita tetapi orang Yahudi hanya melihat kepada korban di Perjanjian Lama di dalam hukum Taurat yaitu kambing domba belaka sehingga tertutuplah mata mereka untuk bisa melihat sebagaimana penulis surat Ibrani menjelaskan semua korban persembahan itu hanya menjadi lambang kepada Yesus Kristus, korban yang sejati. Tetapi orang-orang Yahudi tetap menutup mata dan telinga dan tidak mau melihat bahwa kematian Kristus di atas kayu salib itu sebagai penggenapan daripada korban Perjanjian Lama.

Mengapa ada konsep korban binatang kambing domba seperti itu? Yesaya mengatakan Korban itu bukan kambing domba tetapi Dia adalah Mesias, "Hamba yang Menderita" yang datang. Ia tidak ada salahnya, namun Ia dibawa ke pembantaian dan Ia menjadi korban penebus dosa kita. "Ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut; Ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak" (Yesaya 53:12). Jelas di situ Yesaya menyebutkan korban penghapus dosa itu adalah seseorang dan Ia adalah Anak Allah yang datang ke dunia menjadi korban penebus dosa bagi kita. Itulah kasih Kristus, sebuah kasih yang murah hati, sebuah kasih yang merciful, sebuah kasih yang sampai mengorbankan diriNya, itu harus menjadi ciri hidup orang Kristen pada waktu kita menjadi penurut-penurut Allah.

Dalam Efesus 5:2 Paulus menyebutkan dua jenis korban dalam Perjanjian Lama untuk bicara mengenai korban yang Yesus lakukan. "Ia telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." Dua kata yang dipakai yaitu "a fragrant offering and sacrifice" mengacu kepada korban sajian persembahan yang harum adalah satu jenis persembahan dan yang satu lagi korban yaitu sacrifice. Paulus menyebutkan Yesus Kristus menjadikan diriNya as a fragrant offering and sacrifice to God; ini satu-satunya bagian dalam tulisan Paulus yang mengaitkan korban Yesus bukan saja sebagai korban utama, tetapi jenis persembahan additional yang bukan korban binatang tetapi adalah jenis persembahan yang bersifat tidak wajib, yang orang lakukan sebagai satu ucapan syukur yang boleh membawa hasil daripada kebun atau ladang mereka, jadi bukan berupa binatang tetapi kelebihan daripada panen yang mereka dapat lalu mereka ingin menyatakan satu ucapan syukur yang mengakui apa yang berlebih dalam hidupku ini datang dari Allah. Lalu kemudian setelah mereka memberikan kambing domba sebagai penebus dosa dan memberikan korban yang wajib itu, mereka juga memberikan fragrant offering. Paulus memakai bagian itu bicara mengenai kematian Kristus juga menjadi satu bukti kepada kita Ia bukan saja mati menebus dosa kita, tetapi lebih daripada itu persembahan itu menjadi persembahan yang indah, harum memuliakan Tuhan.

Kita adalah orang yang secara normal cenderung melakukan sesuatu itu dengan timbal-balik. Kamu bikin begini, aku bikin begini. Kamu kasih segini, aku akan balas segini. Itu adalah hal yang normal kita kerjakan, tetapi sebetulnya neraca hidup kita sebagai pengikut Kristus tidaklah boleh begitu. Neraca hidup kita harusnya assymetrical, imbalance. Yesus mengajar kita, "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna" (Matius 5:46-48). Itulah yang kita sebut sebagai "kindness" yang harus menjadi ciri seseorang itu mirip Yesus Kristus. Lalu tindakan yang lain adalah ketika ada orang melakukan sesuatu yang salah, yang jahat atau yang melukai hatimu, sdr harus membalasnya bukan dengan lebih jahat lagi, tetapi membalasnya lebih daripada keterlukaan yang engkau alami, dengan sesuatu yang menyembuhkan. Itu yang kita sebut sebagai "mercy." God is kind and merciful. Kindness itu adalah sesuatu tindakan positif yang kita lakukan kepada orang; tetapi mercy adalah sesuatu tindakan negatif dimana kita tidak mengembalikan hal yang jahat yang orang lakukan kepada kita tetapi sebaliknya kita mengembalikannya dengan kelimpahan kasih dan pengampunan, itulah merciful. Adalah satu gesture yang luar biasa dan kita bisa menemukan satu karakter yang indah ketika seseorang itu diperlakukan salah mungkin adilnya adalah kita bawa dia ke pengadilan, kita tuntut keadilan itu dengan balasan setimpal. Tetapi ketika ada seseorang datang bukan saja tidak menuntut tetapi malah membalas dengan segala keindahan dan kebaikan kepada orang itu dan itu adalah sebuah mercy adanya. Sebagai pengikut Kristus kita dipanggil untuk memiliki kasih seperti Kristus yang telah mempersembahkan hidupnya dan menyatakan apa itu kindness and merciful.

Dengan demikian di dalam pelayanan kita, dalam hidup kita sebagai anak Tuhan, apapun yang kita kerjakan dan lakukan, mari kita lakukan dengan jiwa seperti ini dan kita harus menolak sebuah lifestyle yang bersifat selebriti di dalam hidup kita, yang hanya ingin menarik kekaguman orang untuk mempertontonkan akan hal itu. Yang ingin kita kerjakan dan lakukan dalam hidup ini adalah biar kita kerjakan dan lakukan itu di hadapan Tuhan yang melihat dan biar nama Tuhan yang dimuliakan. Dan saya percaya kita akan kaget begitu banyak anak-anak Tuhan yang mengerjakan begitu banyak hal di belakang dengan diam-diam mendukung pekerjaan Tuhan dan mendoakan orang lain.

Bagian ke dua Paulus kemudian mengeluarkan satu peringatan di ayat 3-6, "Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono karena hal-hal ini tidak pantas tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur. Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah. Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka." But sexual immorality and all impurity or covetousness must not even be named among you, as is proper among saints. Let there be no filthiness nor foolish talk nor crude joking, which are out of place, but instead let there be thanksgiving.

Paulus melarang kita untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang hampa, kata-kata yang kotor dan sembrono. Ayat ini mungkin akhirnya dalam sejarah Kekristenan di abad pertengahan muncul larangan untuk bercanda, hidup dalam keseriusan, bahkan disiplin untuk hidup dalam keheningan. Sehingga kalau khotbah disampaikan ada lelucon yang bikin jemaat tertawa seolah tidak rohani. Sebenarnya "crude joking" yaitu perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono bukan berarti kita tidak boleh bercanda atau tidak boleh humor atau tidak boleh ketawa tetapi Paulus di sini memanggil kita untuk memperhatikan setiap perkataan kita dan tidak sembarang berbicara tanpa isi. Ini adalah kebiasaan yang perlu kita lakukan baik-baik, sehingga kita menjaga hati-hati apa yang keluar dari mulut kita. Tuhan Yesus pernah mengatakan, "Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya" (Lukas 6:45). Jadi Paulus tidak mengatakan tidak boleh bercanda tetapi dia sedang mengingatkan sesuatu yang mulai dari perkataan sembrono dan kemudian itu menjadi sesuatu yang menjerumuskan kita. Tetapi terjadinya tidak mendadak; biasa mulai dari perkataan. Peringatan di ayat 3 dan 4 ini penting karena Paulus bicara di sini mengaitkan dua hal. Yang pertama, sexual immorality; yang ke dua dia bicara soal keserakahan [greediness]. Dua hal ini harus kita hindari jauh-jauh karena sanggup menghancurkan hidup kita. Paulus sedang bicara soal jadi orang itu tidak langsung jatuh kepada imoralitas seksual seketika, tetapi ketika dia berbicara jorok, sedikit-sedikit menyerempet soal seksualitas, mulai dari hal-hal ini. Penting sekali kita memperhatikan peringatan ini. Kenapa? Karena waktu Paulus memberi peringatan ini, kita ingat peringatan ini ditujukan kepada jemaat yang tinggal di Efesus yang secara kultur dikelilingi oleh dua hal ini. Kota Efesus adalah kota pusat penyembahan dewi Artemis, dewi kesuburan yang disembah oleh orang di Asia Kecil dan ada kuil terbesar di kota itu. Sehingga orang yang mencari kekayaan atau ingin mendapat anak, mereka datang melakukan penyembahan kepada Artemis ini. Jemaat ini tinggal di tengah-tengah kultur yang sudah terbiasa dengan exposure seksualitas seperti itu. Walaupun diperdebatkan adalah soal penampilan daripada patung dewi Artemis yang di bagian dada dan perutnya banyak bundelan itu adalah buah dada sebagai lambang kesuburan dan dalam upacara penyembahan itu umum ada pelacur-pelacur bakti yang melakukan hubungan seksual dengan orang itu. Itu adalah hal yang umum dalam merelasikan kekayaan, kesuksesan, berkat, dsb dengan aktifitas hubungan seksual yang biasa dilakukan di dalam ritual penyembahan sehingga imoralitas seksual menjadi hal yang umum di kota itu. Peringatan Paulus menjadi sangat relevan karena sekalipun anak-anak Tuhan tidak lagi pergi ke kuil itu tetapi masih bisa tergoda jatuh ke dalam lifestyle itu sehingga menjadi tidak jujur di dalam berbisnis, dengan mencuri apa yang bukan menjadi haknya. Sekalipun mereka tidak lagi pergi ke kuil tetapi lifestyle itu masih bisa menggoda mereka. Mudah untuk menggantikan label dari bukan Kristen tetapi hidup berjalan di dalam cara hidup sebagai orang Kristen sejati itu harus kita perjuangkan sekuat tenaga dalam hidup kita. Hari ini kita bisa bilang kita orang Kristen, sudah dibaptis, sudah ikut pelayanan, dsb tetapi apakah engkau sungguh hidup sebagai orang Kristen yang sejati, yang ditunjukkan dengan cara hidup yang mengikuti karakter Yesus Kristus? Paulus ingatkan kepada jemaat Efesus di sini, hati-hati dengan keserakahan, jadilah orang Kristen yang berusaha seminimal mungkin untuk tidak jatuh kepada pencobaan dalam hidup ini.

Kita sekarang hidup di dalam era dan jaman yang gampang dan mudah membuat kita ter-exposed dengan segala pencobaan. Kita tidak perlu melangkah dan mendekat, pencobaan itu bisa datang menyelinap dari mana saja. Dia tidak saja datang di dalam dunia yang konkrit dan kelihatan; dia bisa datang di dalam dunia maya, yang tidak kelihatan. Jadilah anak Tuhan yang mempunyai disiplin rohani dan menghindar dari pencobaan-pencobaan seperti ini. Jaga hati kita dari keserakahan, karena Paulus kemudian bicara poin yang selanjutnya di ayat 5-6, "Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah. Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka." Paulus katakan orang-orang seperti ini adalah persistent sinners di dalam hidupnya dan mereka tidak mendapat bagian dalam kerajaan Allah. Kita perlu peringatan itu sebab kita tahu hidup kita adalah sebuah perjalanan, ini bukan running race. Dalam perjalanan itu kita bisa tersesat dan kehilangan fokus, kita tidak sadar. Kita pikir jalan kita masih lurus tetapi ternyata kita sudah berada di jalan yang bisa mencelakakan kita. Di dalam bagian ini Paulus menaruh peringatan yang penting, sesuatu yang harus mengingatkan kita, membuat hati kita bertobat lagi, dan jelas Paulus ingatkan kalau kita terus menolak untuk taat dengar-dengaran kepada peringatan firman Tuhan ini bisa jadi orang ini tidak mendapat bagian dalam kerajaan Allah. Injil harus senantiasa diberitakan di tengah-tengah kita dan jangan merasa firman Tuhan ini sebagai satu hal yang mengkritik sdr tetapi terima dengan hati yang receptive karena firman Tuhan perlu disampaikan di tengah-tengah kita mengingatkan kita berjalan di dalamnya. Kiranya Tuhan menuntun dan menyertai perjalanan hidup kita mengikut Dia, supaya pada waktu kita berjalan mengikuti Tuhan, kita boleh dibentuk semakin serupa dengan Kristus dan kita boleh memancarkan segala kasih, kemuliaan, kebaikan, sukacita, kelembutan hati daripada Yesus Kristus di dalam hidup setiap kita. Kita semua adalah orang-orang yang lemah, jauh daripada sempurna adanya, kita memerlukan suara kebenaran dari firman Tuhan menuntun kita setiap hari di dalam relasi satu sama lain, di dalam setiap tindakan dan perbuatan dan pikiran kita menjadi seperti Kristus.(kz)

Previous
Previous

Kepekaan Rohani dan Kehendak Allah

Next
Next

Bagaimana Memberi Respon Terbaik kepada Situasi Terburuk