God's Care and Mental Health

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: 1 Raja-raja 19:1-18

Hari ini saya membawa satu topik yang penting dan serius untuk kita boleh membahasnya sama-sama. Mestinya bulan lalu saya ingin membahas topik ini karena tepat pada tanggal 10 Oktober adalah hari Mental Health Sedunia sebagai satu kesadaran akan pentingnya kesehatan mental pada waktu kita bicara mengenai kesehatan yang bukan saja menyangkut persoalan fisik di dalam hidup kita. Namun ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan terlebih dahulu sebelum mengulas topik ini. Yang pertama saya berbicara sebagai seorang hamba Tuhan yang belum mendapatkan pelatihan secara profesional akan hal ini sehingga saya tidak berani mengatakan bahwa saya adalah seorang yang pakar bicara mengenai kesehatan mental. Dan sudah tentu kita memerlukan kerja sama, kepekaan dan integrasi dari konselor Kristen dan dari mereka yang mendalami akan hal ini. Tetapi yang ingin saya sampaikan kepada sdr melalui khotbah pada hari ini saya rindu kita menjadi sebuah jemaat yang memiliki hati yang menyadari akan pentingnya memahami hal ini dan juga membuat kita bisa tulus dan jujur boleh melihat kesusahan dan kesulitan orang lain yang mengalaminya dan terlebih lagi juga membuat kita tidak malu untuk mencari pertolongan di saat menghadapi hal-hal yang begitu berat dan sulit dan susah luar biasa. Yang ke dua, mari kita membicarakan hal ini di dalam sebuah kerangka teologis yang biblikal. Alkitab dengan jelas memberitahukan kepada kita Allah menciptakan manusia sebagai mahluk yang dicipta dalam gambar dan rupa Allah dari debu tanah menjadi tubuh fisik kita. Jelas sekali Tuhan tidak menciptakan kita sebagai mahluk spiritual; kita bukan dicipta sebagai malaikat. Kita dicipta Allah sebagai manusia dan sampai selama-lamanya itulah pembentukan kita. Sehingga kita tahu kita adalah manusia yang Tuhan ciptakan dengan tubuh dan jiwa dimana aspek mental dan spiritual termasuk di situ. Kita harus melihat dua aspek ini dengan seimbang. Kita tidak boleh terjebak jatuh melihat seluruh hidup manusia hanya dipenuhi dan dipuaskan oleh hal-hal yang bersifat materi dan fisik belaka. Tetapi sebaliknya kita juga tidak boleh melihat kehidupan manusia semata-mata sekedar hanya persoalan spiritual saja. Apalagi pada waktu kita membahas hal ini dalam konteks sebagai gereja dan komunitas anak-anak Tuhan, kita terlalu gampang kemudian untuk melihat segala persoalan orang itu hanyalah melulu kepada persoalan spiritual. Yang ke dua di dalam kerangka teologis ini adalah kita bisa melihat Allah di dalam penciptaan tidak membukakan sepenuhnya misteri pengetahuan akan ciptaanNya itu sekaligus kepada kita. Kita belajar mengerti dan mengenali misteri pengetahuan akan penciptaan Tuhan ini secara progresif. Alkitab ditulis pada era dimana science ilmu pengetahuan manusia mengenai dunia fisik ini tidaklah semaju kita sekarang tetapi tidak berarti Alkitab itu ketinggalan jaman dan kita tidak boleh menganggap kalau itu tidak ada di Alkitab, itu tidak menjadi hal yang penting. Tidak. Kita memegang prinsip ini: All truth is God's truth, semua kebenaran adalah kebenaran Allah dan Tuhan panggil kita menjadi anak-anak Tuhan yang mau terus belajar. Yang membedakan adalah semakin maju pengetahuan kita, itu tidak membuat kita menjadi sombong, congkak dan menganggap Allah tidak perlu dalam hidup kita. Tuhan mengijinkan dan menginginkan pengenalan kita akan masalah kesehatan fisik mengalami perkembangan dan kemajuan sehingga sekarang kita bisa mengenal bakteri, virus, dan berbagai penyakit dan kemajuan dalam pengobatan dengan medical science, dsb. Pada saat yang sama kita juga bisa melihat adanya perkembangan disiplin ilmu mengenai aspek mental atau jiwa yang ada di dalam ilmu Psikologi, Psikiatri dan berkembangnya pelayanan konseling dsb. Yang ke tiga dalam kerangka teologis ini kita makin memahami karena kita diciptakan sebagai manusia yang memiliki tubuh dan jiwa  ada korelasi yang erat antara tubuh dan jiwa ini. Apa yang terjadi di dalam jiwa kita berpengaruh kepada fisik kita dan apa yang terjadi di dalam kehidupan fisik kita berpengaruh juga kepada jiwa kita. Sehingga pada waktu kita bicara mengenai kekuatiran, kesedihan, dan aspek-aspek emosi dimana ada orang yang mempunyai sikap yang lebih optimis dibanding dengan yang lain, apakah itu semata-mata adalah sikap attitude daripada jiwa dan kepribadian ataukah ada pengaruh dari kondisi hormonalnya, dsb. Kita tidak melulu melihat bahwa segala sesuatu terjadi karena aspek hormonal belaka, dan kita juga tidak boleh mengatakan segala sesuatu itu hanya berkaitan dengan masalah spiritual. Kita bisa lihat adanya persoalan daripada masalah ketidak-seimbangan hormonal atau adanya defiasi di situ juga memberikan pengaruh yang erat kepada persoalan mental dan attitude orang tsb. Sehingga dalam hal ini sebagai anak Tuhan kita harus melihat bahwa kemajuan medicine, dengan obat-obat dan pengobatan bukanlah sebagai sesuatu yang harus kita kontraskan atau antagoniskan dengan iman. Sikap orang yang tidak mau makan obat atau tidak mau berobat ke dokter, hanya berdoa dan bersandar kepada penyembuhan dari Tuhan semata-mata itu menjadi sikap ekstrim sebagian orang Kristen. Makan obat, menjaga kesehatan, minum vitamin, operasi dsb itu bagian dari apa yang Tuhan berikan bagimu untuk mengenali bagian dari dunia ciptaan yang misteri adanya itu. Sehingga kita melihat ada kemajuan medicine dan pengobatan yang mencoba untuk menolong kita membantu mengobati sakit secara fisik, sementara kita juga melihat adanya penemuan pengobatan bagi sakit secara mental dan itu adalah hal yang perlu kita belajar melihat dan menerimanya. Pada waktu seseorang mengalami kondisi mental yang deteriorated yang begitu berat dan besar, kita tidak boleh semata-mata melulu melihat itu 100% adalah persoalan spiritual dalam diri dia. Bisa jadi dia adalah seorang anak Tuhan yang begitu baik, begitu cinta Tuhan, melayani Tuhan dengan baik, tidak ada salahnya di dalam pemahaman teologisnya, dia tekun berdoa dan membaca firman Tuhan tetapi di saat tertentu dia mengalami emosi yang up and down dan terkadang muncul pikiran yang suicidal. Di situ kita tidak bisa mengatakan dia kurang iman, kurang tekun berdoa, dsb. Kita harus terbuka mendiskusikan hal itu dengan orang yang lebih ahli dan mungkin perlu ada pengobatan dan terapi yang membantu dia di dalam mengatasi hal-hal itu. Ini beberapa hal yang perlu kita lihat pada waktu kita bicara mengenai mental health hari ini.

Hal yang ke dua, Alkitab memberikan beberapa catatan dari orang-orang yang menjadi pemimpin, orang-orang yang dianggap sebagai raksasa-raksasa rohani, pada satu momen tertentu dalam perjalanan hidup mereka mengalami gejolak persoalan di dalam mentalnya membuat mereka menjadi putus asa karena tidak bisa melihat pertolongan yang datang. Kita bisa melihat ada perasaan yang berat dan putus asa sampai kepada perasaan seperti seolah-olah dijatuhi hukuman mati. Ada lima orang tokoh Alkitab yang menyatakan kalimat-kalimat seperti ini di tengah depresi dan tekanan mental yang berat di dalam hidupnya.

Orang yang pertama, Musa berkata kepada Tuhan, "Aku seorang diri tidak dapat memikul tanggung jawab atas seluruh bangsa ini, sebab terlalu berat bagiku. Jika Engkau berlaku demikian kepadaku, sebaiknya Engkau membunuh aku saja, jika aku mendapat kasih karunia di mata-Mu, supaya aku tidak harus melihat celakaku" (Bilangan 11:14-15). Ini adalah sebuah kalimat yang mencetuskan satu depresi dan tekanan mental yang begitu berat dalam hidup dia. Kita harus serius memperhatikan hal-hal seperti ini pada waktu seseorang berkata seperti itu kita tidak boleh menyepelekan dan menganggapnya sebagai bercanda tetapi kita harus aware dan simpati kepada orang yang mengeluarkan kalimat seperti ini. Musa menyatakan kalimat ini bukan sekedar sebagai ekspresi ketidak-puasan dan keluhan kepada Tuhan tetapi saat itu dia mengalami tekanan mental yang sangat berat dan itu sampai menjadikan dia minta mati saja.

Orang ke dua, Ayub berkata, "Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan?" (Ayub 3:11). Jelas kita bisa melihat akumulasi dari begitu banyak hal menimpa Ayub bertubi-tubi, dari harta bendanya terampas, anak-anaknya terbunuh, sakit yang datang dan isteri yang meninggalkannya di tengah semua bencana itu, gosip, tuduhan dan hal yang begitu berat dari percakapan dengan teman dan sahabat terdekatnya; itu semua terjadi dalam kehidupan Ayub. Ayub merasa Allah diam dan tidak bertindak menolong dia di tengah semua itu sehingga dia mengeluarkan kalimat ini: Mengapa aku tidak mati saja waktu aku lahir?

Orang ke tiga, Elia dalam 1 Raja 19:3-4 setelah diancam akan dibunuh oleh ratu Isebel reaksinya dicatat Elia begitu ketakutan dan lari sampai ke padang gurun dan minta Tuhan mencabut nyawanya

Orang ke empat adalah nabi Yeremia, yang berseru di dalam keputus-asaannya, "Terkutuklah hari ketika aku dilahirkan! Biarlah jangan diberkati hari ketika ibuku melahirkan aku!" (Yeremia 20:14).

Orang ke lima, nabi Yunus yang marah kepada Tuhan dan di tengah kemarahannya dia minta mati saja, dicatat dalam Yunus 4:8.

Dalam Markus 4:34 ketika Yesus sedang berada di Getsemani bersama murid-murid Yesus berkata kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah." Apakah Tuhan kita kurang rohani pada waktu Ia berkata seperti ini? Apakah Yesus berdosa ketika menyatakan keinginanNya untuk mati saja? Inilah hal yang terjadi sebagai manusia biasa, Yesus mengalami tekanan emosional yang sangat berat saat menghadapi kematianNya.

Terakhir rasul Paulus dalam 2 Korintus 1:8-9 mencetuskan kalimat ini: "Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati."

Ini beberapa ayat yang memperlihatkan betapa dalam dan betapa serius tekanan mental dan depresi yang dialami oleh anak-anak Tuhan sampai titik terdalam menginginkan kematian datang kepada mereka supaya lepas dari tekanan hidup itu. Tidak heran dalam buku "Pilgrim's Progress" kita bisa melihat John Bunyan dengan luar biasa melukiskan menceritakan dengan alegori dan simbolisasi apa yang dialami oleh anak Tuhan menghadapi depresi di dalam perjalanan ikut Tuhan. Dia bicara mengenai Christian yang ditawan di satu castle dan dia menggunakan alegori untuk menggambarkan himpitan dan penjara "giant of despair" yang begitu berat membuat Christian ingin bunuh diri. Dan menarik sekali, Christian di dalam perjalanan itu disertai oleh dua teman, yaitu "Faithful" dan "Hopeful." Faithful kemudian dibunuh dan mati martyr karena imannya; tinggal Hopeful yang menemani Christian. Pada waktu Christian ditawan di castle itu sampai dia ingin bunuh diri, Hopeful memberikan kekuatan kepadanya. Ingatkan jaman itu orang tidak mengenal apa yang namanya mental health. Kita tidak meringankan kondisi ini tetapi sekaligus kita juga tidak menjadi kehilangan pengharapan karena di dalam Tuhan senantiasa ada pertolongan dan jalan keluar. Despair itu digambarkan sebagai giant despair yang menawan Christian di dalam penjara yang menghimpitnya dan dia harus keluar dari penjara itu. Hati yang kecewa, putus asa, despair, hal-hal yang menyebabkan kita merasa tidak ada artinya dan maknanya lagi hidup di dunia ini, satu keinginan yang kemudian timbul untuk mencelakakan diri dan mengakhiri hidup. Semua ini menjadi isu-isu yang berada di pusaran emosi negatif pada waktu kita melihat persoalan daripada mental seseorang yang mengalami agony.

Hari ini kita akan melihat bagaimana Allah menuntun dan memimpin kita dan membukakan kepada kita cara Allah, pemeliharaan Allah, kasih Allah itu khususnya kepada kasus bagaimana Allah berinteraksi dengan nabi Elia. Dalam 1 Raja 19 kita bisa melihat interaksi antara Allah dan nabi Elia saat dia ada dalam keadaan terpuruk di situ. Kalau kita membaca 1 Raja 18 dan 19 kita bisa menemukan kontras yang luar biasa antara gunung kesuksesan yang berhasil didaki oleh Elia dan di pasal 19 adalah kondisi yang tiba-tiba terjadi dan spiralling down menyebabkan dia depresi dan sampai minta mati kepada Tuhan. Dari bagian ini kita bisa lihat depresi dan mental darkness yang menyelubungi Elia itu tiba-tiba datang sesudah dia tiba di puncak gunung kesuksesan dalam pelayanannya tiba-tiba dia tergelincir ke lembah depresi dan merasa hidup itu tidak berarti lagi. Kadang-kadang kita kaget dan terkejut ada orang yang telah mendaki gunung kesuksesan yang begitu tinggi tiba-tiba berada di dalam depresi yang dalam seperti itu. Itu juga sekaligus mengingatkan dan menyadarkan kepada kita kemungkinan itu bisa ada di dalam diri kita. Kita tidak boleh terlalu cepat-cepat menuduh dan mengatakan orang itu terlalu bangga dan sombong. Ada hal yang mungkin tiba-tiba dia sendiripun tidak bisa menyangka dan menyadarinya. Sdr dan saya mungkin tidak mengerti kenapa ancaman dari ratu Isebel membuat Elia sampai lari terbirit-birit seperti itu? Bukankah sebelumnya Elia sudah mendapatkan ancaman-ancaman yang lebih besar? Ada tujuh kesuksesan yang diraih oleh Elia di dalam hidup dan pelayanannya. Yang pertama, membangkitkan anak seorang janda. Yang ke dua, berani melawan regim tirani raja Ahab. Yang ke tiga, bisa hidup bertahan dan tidak mau mati walaupun hanya mendapat makan dari kiriman burung gagak di sungai Kerit. Itu adalah resilient spirit Elia, tiga tahun lebih hidup seperti itu. Yang ke empat, berlari mengalahkan kuda; seorang yang energetik dan kuat secara fisik. Yang ke lima, seorang diri melawan 450 nabi Baal, ini fighting spirit yang luar biasa. Yang ke enam, dia berdoa, hujan tidak turun selama tiga tahun setengah. Kita lihat spiritual power yang luar biasa sehingga Yakobus bilang Elia memiliki iman seperti itu. Yang ke tujuh, doanya meminta api turun dari langit membakar persembahan yang dia bawa ke atas mezbah Allah. Itulah kesuksesan yang diraih oleh Elia. Tetapi tiba-tiba kita melihat tiba-tiba terjadi sebuah depresi dan dark thought yang terjadi, dan di situ kita melihat ciri-ciri dan signal yang muncul. Dia pergi bersama bujangnya, sampai pada satu titik dia tinggalkan bujangnya dan berjalan seorang diri menuju kepada lembah yang dalam.

Poin ke dua ketika depresi terjadi, seseorang bertendensi mengisolasi diri secara tiba-tiba. Bahkan muncul hal yang ekstrim di dalam pemikirannya bermula dari rasa putus asa, sampai merasa hidup tidak berarti, dan kemudian yang lebih ekstrim dan berbahaya yaitu adanya suicidal thought yang bisa datang secara tiba-tiba atau bisa menjadi suicidal thought yang berkepanjangan. Kita harus aware akan hal itu dan menjadi seorang Kristen yang sensitif dan simpati karena kita tahu secara spiritual dosa itu telah berefek kepada segala sesuatu dan bisa terjadi kepada kesehatan mentalnya seumur hidupnya.

Yang ke tiga, dalam kasus daripada Elia kita bisa melihat dia merasa tersendiri, dia merasa orang lain tidak mengerti dan memahaminya. Itu terungkap pada waktu Tuhan bertanya kepada Elia, "Apa kerjamu di sini, Elia?" Itu bukan berarti Tuhan mencela Elia, tetapi itu adalah sebuah dialog, sebuah percakapan konseling dari Tuhan kepada Elia untuk membantu Elia melihat pikiran dia processing akan apa yang ada sekarang.

Mental health isu dan sucidal thought umumnya banyak terjadi di dalam diri anak-anak remaja tetapi juga bisa terjadi kepada orang dewasa. Karena tekanan dan penderitaan hidup yang begitu berat bisa menjadi satu percikan emosi dan mental isu dalam diri seseorang. Saya kerapkali mengingatkan kepada anak-anak saya, "The right amount of pressure, the right amount of suffering will make you grow." Itulah sebabnya kita diingatkan oleh kalimat firman Tuhan ini: "Pencobaan-pencobaan yang engkau alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar sehingga kamu dapat menanggungnya" (1 Korintus 10:13). Kita tidak boleh tafsirkan kalau begitu ikut Tuhan tidak ada pencobaan, tidak. Maksudnya adalah Allah akan memberikan kepadamu the right amount of suffering and pressure that will make you grow. Tetapi kita tahu ada musuh yang akan bekerja juga. Lihatlah dalam kasus Ayub, Iblis membuat dia merasa tekanan dari Tuhan itu begitu berat dan Tuhan hanya berdiam diri tidak bertindak menolong dia yang akhirnya membuat dia meragukan apakah dia betul-betul anak Tuhan. Ada musuh yang membuat kita bisa merasa seperti itu.

Dua kali Elia berkata, "Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku." Seolah-olah Elia menyatakan frustrasi kepada Tuhan, hanya dia seorang diri yang melayani sedemikian rupa dan orang-orang yang lain tidak, itulah cetusan hatinya yang depresi dan marah kepada Tuhan. Namun kita melihat betapa luar biasa cara Tuhan melayani dan menolong Elia di bagian ini yang boleh menjadi pertolongan dan kekuatan bagi kita.

Pertama, Tuhan mulai dengan merawat kesehatan fisiknya. Tuhan memberi dia makan dan minum dan istirahat tidur. Mamahami keseimbangan ini perlu bagi kita dan coba kita melihat pertolongan Tuhan ini seperti ketika kita menghadapi depresi, gloomy dan mental health seperti ini. Kita perlu balance antara tidak boleh stigmatised orang bahwa dia seorang yang cacat mentalnya karena kita sebetulnya tidak ada yang sempurna di hadapan Allah. Dia cacat di situ, saya cacat di bagian lain. Yang ke dua, kita juga tidak boleh kemudian menjadikan sebagai excuses bilang "This is who I am" lalu tidak bersiap hati untuk belajar keluar daripadanya mencari pertolongan dan kesembuhan. Adakalanya dalam hidup kita, persoalan dalam pekerjaan, dalam membesarkan anak, dalam situasi ekonomi yang sulit, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan, mungkin kita berada dalam situasi yang desperate, itu bisa membuat kita tergelincir jatuh kepada lembah depresi seperti ini dalam hidup kita. Yang ke dua, Allah menyatakan care kepada Elia dengan menyembuhkan relational health dengan memberikan seorang malaikat menemani Elia. Ini panggilan kita menjadi teman baik bagi orang yang sedang dalam kesusahan dan penderitaan dan terlebih lagi, jadilah angel bagi dia, duduk menemani, bercakap dan mendengarkan dia. Dalam hal ini kita mungkin memerlukan konselor-konselor yang baik, kita membutuhkan anggota komunitas yang sungguh-sungguh cinta Tuhan, kita juga sangat membutuhkan anggota-anggota keluarga yang saling memperhatikan dan menguatkan satu sama lain. Jikalau saat ini engkau sedang mengalami depresi dan merasa tersendiri, jangan mengisolasi diri dan jangan tenggelam di dalam emosi negatif, gloomy dan dark thought yang berkepanjangan. Mari keluar dari situasi itu dan jangan ditelan oleh despair yang dalam. Pada saat yang sama kita juga harus menjadi orang yang peka melihat sekeliling ketika bertemu dengan orang yang sedang dalam kondisi itu. Saya harap gereja ini menjadi gereja yang melayani dan menyembuhkan. Ketika orang datang, mari kita melihat orang perlu pertolongan, tolonglah dia tanpa mengharapkan balasan. Kita tahu ada begitu banyak orang di sekitar kita yang berada di dalam ketersendirian dan dipenuhi oleh pikiran-pikiran negatif, merasa sudah tidak ada jalan keluar baginya.

Tuhan tidak tegur, Tuhan tidak menghakimi Elia. Tuhan memulihkan aspek relasiNya dengan Elia dan pada waktu Tuhan hadir di hadapan Elia bukan dalam angin yang besar dan kuat, bukan di dalam gempa dan api, tetapi dengan angin yang lembut dan sepoi menyembuhkan jiwanya. Kenapa Tuhan perlu menggunakan beberapa lukisan seperti itu dan Tuhan hadir di tengah angin yang bertiup lembut? Di situlah Allah memberikan penghiburan dan peace yang dibutuhkan bagi Elia sebelum kemudian Tuhan memberi assignment yang baru kepadanya. Di situ Tuhan memberikan sense of purpose kepada dia sekalipun hanya untuk melakukan satu dua hal yang mungkin kelihatan kecil dan tidak signifikan seperti sebelumnya. Itu adalah pemberian Allah yang indah menyembuhkan dia. Jikalau kita pernah mengalami masa-masa yang berat dalam hidup kita biar kiranya itu menjadi kesempatan untuk kita lebih sensitif mengasihi mencintai orang-orang yang juga menghadapi situasi dan keadaan yang seperti ini. Pada waktu ada kesulitan, depresi, gloomy, despair memenuhi hati dan pikiran kita, di tengah tekanan pekerjaan, membesarkan anak-anak, situasi kesakitan dan kesusahan hidup hari ini kiranya Tuhan menjamah kita dengan firmanNya. Kiranya hati kita penuh dengan syukur karena tahu Allah mengasihi kita dengan luar biasa dengan mengutus begitu banyak malaikatNya yang memberikan kekuatan dan pertolongan kepada kita di saat yang kita perlu. Kiranya Tuhan memberkati dan memimpin kita melalui firmanNya pada hari ini.(kz)

Previous
Previous

Perbedaan "Menyerah" dan "Berserah"

Next
Next

Pilgrim's Mentality