Perbedaan "Menyerah" dan "Berserah"
Ringkasan Khotbah
Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Nats: 1 Raja 19:9-18, Yunus 4:3-4
Apa bedanya "menyerah" dan "berserah"? Ada orang mengatakan tidak ada perbedaannya sebab entahkah engkau bersikap "menyerah" atau "berserah" hasil akhirnya tidak ada perbedaan. Ambil contoh, ada dua keluarga yang sama-sama mempunyai anak yang sakit keras dan mereka tidak tahu bagaimana mendapatkan pengobatan karena tidak ada uang. Keluarga yang satu "menyerah" dan keluarga yang satu bilang mereka "berserah" tetapi ternyata dua-dua anak itu meninggal dunia, apa bedanya? Dua orang dililit oleh persoalan ekonomi yang begitu berat dan tidak tahu bagaimana bisa mendapat pertolongan padahal besok hutang sudah jatuh tempo. Orang yang satu bilang "menyerah," dan yang satu bilang "berserah." Jujur, hasil akhirnya hutang mereka tetap ada dan tidak dihapus, bukan? Sehingga kita bertanya apakah betul ada perbedaan antara "menyerah" [give up] dan "berserah" [surrender]? Betul, pada waktu kita melihat aspek di atas permukaan, bicara mengenai hasil yang kelihatan di luar kita melihat seolah tidak ada perbedaan. Tetapi saya ingin katakan dengan jelas hari ini ada perbedaan yang fundamental dan mendasar antara menyerah dan berserah sekalipun dari luar tidak kelihatan berbeda.
Tuhan Yesus pernah berkata dalam Matius 7:24-27, orang yang mendengarkan firmanNya, menaruhnya dalam hatinya dan melakukannya di dalam hidupnya, dia sama seperti seorang yang membangun rumah yang megah di atas batu karang yang kokoh. Tetapi ada orang yang mendengarkan firmanNya, dia hanya dengar sambil lalu dan tidak melakukannya, dia seperti membangun rumahnya di atas pasir. Dari luar dua-dua kelihatan sama tetapi ada fondasi fundamental yang berbeda. Yang membedakannya apa? Yang membedakannya adalah pada waktu turun badai dan topan, banjir dan angin kesusahan dan kesulitan datang tidak dengan tidak terduga, rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu dan rumah yang didirikan di atas pasir itu akan roboh dan hebatlah kerusakannya.
Alkitab memberikan begitu banyak contoh orang-orang yang mengalami kesulitan dan tekanan berat dalam hidupnya dan sikap apa yang mereka ambil. Dalam Yunus 4:3 Yunus berkata, "Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup." Kita mengira Yunus begitu depresi dan mungkin ada suicidal thought, tidak mau hidup lagi. Mungkin mendengar orang berkata seperti itu sdr jadi kaget dan mencoba mencari tahu dan mengatakan jangan ada pikiran seperti itu, buang pikiran itu jauh-jauh, jangan menyerah, jangan mau mati. Tetapi kita melihat keindahan cara Tuhan menjawab Yunus di sini luar biasa. Tuhan berkata kepada Yunus, "Layakkah engkau marah?" Di sini Tuhan membongkar apa yang ada di balik perkataan Yunus, apa yang menjadi problem hatinya. Pada waktu sdr menyerah, apakah itu karena sdr cape, lelah, ataukah justru sdr sedang dibakar oleh kemarahan? Kita tidak mungkin bisa membantah diagnosa ini karena ini adalah perkataan Tuhan di dalam dialog kepada Yunus. Apakah ada pembenaran dari dirimu sehingga engkau pantas marah seperti ini?
Contoh yang ke dua, dialog Tuhan dengan nabi Elia dalam 1 Raja 19:9-18 satu momen gelap di akhir pelayanannya Elia lari. Tuhan datang kepadanya dan bertanya, "Apakah kerjamu di sini, hai Elia? " Jawabnya: "Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku." Kita tidak bisa menebak kondisi hati daripada Elia dan bagaimana kira-kira nada dari kata-kata Elia di sini karena Alkitab tidak memberikan intonasi dari kalimatnya. Tetapi saya percaya kita bisa menemukan adanya hati yang marah dan itu yang membuat dia give up dan menyerah.
Penulis Ibrani memberikan peringatan ini, "Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang. Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan" (Ibrani 12:15-16). Ini adalah tanda-tanda orang yang sudah give up: tidak mau lagi berbakti, tidak mau lagi berdoa, tidak mau lagi berkumpul dengan saudara-saudara seiman yang lain, tidak lagi menganggap semua itu menjadi penting dan menjadi sesuatu yang menyegarkan jiwanya. Akhirnya tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang. Perhatikan, apa kaitannya antara give up dan munculnya akar pahit? Di sinilah kita temukan orang yang menyerah dan masa bodoh kepada Tuhan terjadi karena dia marah dan pahit. Lalu barulah contoh ini diberikan: Janganlah ada orang yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan. Orang ini membuang sesuatu yang berharga bagi masa depannya, yang menganggap pengharapan itu sebagai sesuatu yang nonsense adanya. Itu sebab hari ini dia ganti dengan sepiring makanan, satu barter yang sangat tidak seimbang sebetulnya. Kenapa dia lakukan itu? Kejadian 25:29-34 diakhiri dengan kalimat: "Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu." Di sini kita bisa melihat motif yang ada di balik tindakan Esau menjual hak kesulungannya adalah Esau tidak peduli kepada janji Tuhan bagi masa depannya. "Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?" Inilah dua faktor yang menjadi akibatnya. Yang pertama adalah orang itu kehilangan sukacita hidup, menyerah dan masa bodoh. Yang ke dua, seperti Esau, tidak menghargai apa yang Tuhan beri dalam hidupnya. Jikalau engkau hidup lack of appreciation of God's gift and blessings in your life, kita akan menyerah dan kita akan menjadi orang yang easily give up dalam hidup ini.
Luar biasa Alkitab membongkar apa yang ada di dalam hati Yunus, Esau, Elia sedalam-dalamnya. Sikap mereka menyerah bukan karena lelah dan cape, karena terlalu banyaknya kesibukan dan aktifitas, karena energinya terkuras dan tidak cukup istirahat membuat dia "burn out." Memang ada aspek kelelahan fisik dan mental membuat mereka seperti itu. Tetapi jikalau engkau menyerah karena ada kemarahan yang bergolak, itu adalah problem hati yang tidak bisa diselesaikan dengan istirahat. Bedanya di situ. Pohon jarak meneduhkan Yunus dan hanya memberikan relief sementara tetapi kemarahannya itu adalah problema hati. Malaikat yang memberi makan dan menemani Elia tidak bisa menyembuhkannya karena itu adalah problema hati.
Orang itu give up bukan karena orang itu lack of energy; berserah juga bukan berarti orang itu diam dan tidak aktif. Dia give up sebab ada api kemarahan yang uncontrollable di dalam dirinya. Ini bukan soal emosi kemarahan yang terjadi karena tekanan darah tinggi membuat dia marah-marah terus. Tuhan minta kita berserah itu adalah passion api itu tetap membara tetapi dikontrol oleh sesuatu yang menyebabkan dia membara terus tetapi tidak menjadi api yang menghancurkan dan menghanguskanmu; bedanya di situ.
Ada empat faktor penyebab hati kita menjadi marah yang membakar kita, ini bukan bicara mengenai emosi marah yang bisa mereda ketika kita sudah calm down. Ada orang yang marah sama Tuhan dengan diam seolah respon emosinya tidak keluar, yang membuat kita menjadi orang yang kehilangan pengharapan dan menjadikan seluruh perspektif kita terhadap hidup kita dan Tuhan menjadi blurred dan menjadi negatif.
Faktor yang pertama, kemarahan yang terjadi ketika seseorang kehilangan kontrol.
Faktor yang ke dua, adanya keinginan besar untuk memiliki banyak hal yang tidak terpuaskan, akhirnya pada waktu dia tidak bisa memilikinya maka dia menjadi marah dan mau merebut atau merusaknya.
Faktor yang ke tiga, reputasi yang terluka, tersinggung akhirnya menghasilkan kemarahan yang membuat kita bisa give up dan masa bodoh kepada Tuhan.
Faktor yang ke empat, yang membuatmu marah dalam hidup ini adalah apa yang menjadi harta yang paling bernilai dalam hatimu, berhala apa yang ada dalam hatimu. Ujung-ujungnya kita marah karena kita mau menjadi tuhan atas diri kita sendiri.
Ada begitu banyak contoh orang-orang yang marah di Alkitab. Kain yang marah karena persembahannya tidak diterima oleh Tuhan. Tuhan sudah memperingatkan Kain, "Kenapa hatimu panas dan mukamu muram? Hati-hati, dosa sudah mengintip di depan pintu." Kemarahannya membuat dia tega membunuh adiknya sendiri (Kejadian 4:5-7). Sdr bisa baca kemarahan daripada Nebukadnesar dalam Daniel 3-4; sdr bisa baca kemarahan daripada Daud yang hampir saja membunuh Nabal dalam 1 Samuel; sdr bisa membaca kemarahan dari raja Saul yang merasa dia punya kontrol tidak bisa lagi menggenggam hidup anaknya dan Daud; sdr bisa membaca kemarahan daripada Sanbalat kepada Nehemia pada waktu membangun tembok Yerusalem dan kemarahannya membuat dia ingin menghancurkan kehidupan Nehemia dan merusak apa yang Nehemia kerjakan; sdr bisa membaca kemarahan daripada raja Ahab yang sudah begitu kaya tetapi masih ingin merebut kebun anggur Nabot tetangganya; semua itu tidak disebabkan oleh hal yang lain tetapi karena kemarahan yang ada di dalam hatinya. Sdr bisa baca bagaimana kemarahan imam besar kepada Yesus Kristus sampai menutup telinga dan histeris berteriak-teriak; sdr bisa baca kemarahan orang-orang Yahudi sehingga mereka sampai membunuh Stefanus. Alkitab begitu luar biasa membongkar apa yang ada di balik kemarahan itu yaitu orang-orang ini kehilangan kontrol maka kemarahan itu muncul.
Hari ini mari kita refleksi sama-sama; apa yang menjadi antidote untuk menawarkan racun kemarahan dan kepahitan itu sehingga kita bisa memiliki hati yang berserah, surrender and trust, kepada Tuhan? Kita bersandar itu bukan inactive, bukan tidak melakukan apa-apa, itu bukan berarti kita tidak mau dibentuk dan diubah oleh Tuhan. Surrender berarti sikap bukan aku yang kontrol hidupku tetapi Tuhan. Bukan reputasiku, bukan itu yang aku treasured dalam hidupku, bukan possessions yang aku kejar. Berserah berarti menyerahkan hidup sepenuhnya di tangan Tuhan. Di situlah joy and peace akan mengalir dalam hati kita karena kita akan menghargai semua dan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita adalah anugerah dan blessing Tuhan yang luar biasa. Inilah yang menyembuhkan kita
Mari kita lihat dialog Tuhan dengan Elia dalam 1 Raja-raja 19:9-18, inilah cara Tuhan menyembuhkan Elia. Elia bilang, "Hanya aku seorang diri, dan sekarang mereka ingin mencabut nyawaku." Seolah dia ingin berkata, lihat Tuhan, mana yang lain? Semua kabur dan sembunyi. Hanya tinggal aku. Dan Engkau tidak menghargai pengorbananku selama ini, dan Engkau tidak menolong aku di tengah persoalan hidup dan mati ini!
Benarkah hanya Elia seorang diri yang setia kepada Tuhan? Di ayat 18, Tuhan berkata, "Tetapi Aku akan meninggalkan tujuh ribu orang di Israel, yakni semua orang yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak mencium dia" (1 Raja 19:18).] Elia marah dan bilang hanya dia seorang diri yang masih setia ikut Tuhan dan melayani Tuhan. Elia tidak tahu selama ini ada tujuh ribu orang di Israel yang dengan diam-diam tetap setia kepada Tuhan. Itulah jawaban Tuhan kepada Elia.
Apa yang kita belajar di sini? Tuhan ingatkan kita, pengetahuan kita terbatas. Pengetahuan kita tidak komprehensif. Jangan berusaha untuk mengontrol segala sesuatu karena itu tidak mungkin. Jangan menjadikan dirimu tuhan karena itu tidak mungkin. Bukan berarti Tuhan merendahkan kita dan menyuruh kita menyerah tetapi itu berarti Tuhan ingin engkau bersikap sabar menanti Tuhan, untuk memakai energi yang ada bagi pelayanan, untuk mencintai hidup dan keluargamu, untuk memelihara api yang terkontrol di dalam hatimu untuk terus membara dengan benar.
Hari ini kita hanya bisa melihat potongan-potongan puzzles yang berantakan di dalam hidup kita, dalam hidup anak kita dan keluarga kita. Tetapi kita memiliki Tuhan yang memiliki pengetahuan dan kuasa yang tidak terbatas adanya. Di situlah kita bisa bersandar dengan aman di dalam tangan Tuhan yang kuat itu. Kita bisa teduh dan sabar sekalipun mungkin baru setelah dua puluh tahun tiga puluh tahun baru kita bisa melihat karya Tuhan menjawab doa kita. Hanya Ia yang sanggup menata kepingan-kepingan puzzle itu. Di situlah kita bisa surrender menyerahkan masa depan yang tidak kita tahu dan di situ baru kita mendapatkan peace and joy itu.
Saya tidak meminta engkau inactive dan masa bodoh, karena justru jikalau sdr menggeletakkan segala sesuatu dan tidak mau tahu lagi, itu tidak menyelesaikan dan menyembuhkan problem hatimu.
Yang ke dua, cara Tuhan bekerja mungkin tidak seperti yang engkau pikir dan harapkan. Yang diharapkan oleh Elia mungkin Tuhan bekerja dengan Tuhan menurunkan api membakar habis stana raja dan mematikan musuh-musuhnya. Betul, Tuhan turunkan api, tetapi Tuhan turunkan api untuk membakar korban di mezbah. Tetapi siapa yang di dalam kemarahannya membuat dia punya kekuatan dan energi membunuh 400 orang nabi Baal? Elia. Dia lakukan itu di dalam kemarahannya dia pikir dia telah berbuat baik dan membela Tuhan. Bukankah banyak orang dengan alasan membela Tuhan akhirnya melakukan kekerasan seperti itu? Tetapi Tuhan tidak perlu bela diri. Tuhan melakukan apa yang benar bagiNya itulah sebabnya kenapa Tuhan datang tidak di dalam api dan badai yang dahsyat tetapi padahal itu yang diharapkan oleh Elia. Tuhan datang di dalam angin yang sejuk karena cara kerja Tuhan. Engkau tidak boleh paksa dan engkau tidak boleh tuntut Tuhan melakukan apa dengan cara yang engkau mau. Itulah yang dikatakan oleh Yakobus dan Yohanes ketika orang-orang di Samaria menolak dan mengusir Yesus. Mereka bilang orang-orang ini telah menghina Yesus dan mereka layak mendapat balasannya "Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?" Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka (Lukas 9:51-56). Engkau marah kepada Tuhan sebab engkau menuntut Tuhan melakukan menurut apa yang engkau mau. Tetapi Tuhan bekerja berbeda dengan cara kita.
Terakhir, Tuhan katakan kepada Elia, "Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram. Juga Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel, dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kauurapi menjadi nabi menggantikan engkau." Darimana Elia lari menghindar dari Isebel, Tuhan minta Elia kembali ke jalan yang sama dan masih ada tugas yang Tuhan berikan kepadanya. Ada tiga orang yang harus Elia siapkan menjadi pemimpin next generation.
Sdr mungkin marah, sdr mungkin kecewa, tetapi hari ini saya minta kepadamu, renungkan firman Tuhan ini dalam-dalam. Jangan jadikan hidupmu sebagai "gentong" berkat Tuhan, hanya simpan bagi diri sendiri. Hidupmu harus menjadi rantai berkat, memberkati orang lain. Kalau engkau terus minta berkat Tuhan hanya bagi dirimu melulu, hidupmu tidak akan bisa indah dan puas karena engkau menjadikan dirimu sebagai pusat. Engkau berserah oleh karena Tuhan memberikan tiga hal ini untuk menjaga api pelayananmu terus terbakar tetapi tidak membakar dirimu oleh karena kemarahan, tidak merusak orang lain, dan menjadi akar pahit yang merusuhkan sekitarmu. Tidak membuat engkau lari dan akhirnya geletakkan segala sesuatu dan tidak mau tahu lagi, engkau benci, engkau marah dan engkau menghina pelayanan karena kamu mau paksa Tuhan dengan caramu sendiri; kamu mau kontrol dan mau mencari pembenaran untuk diri. Hari ini semua itu harus kita buang jauh-jauh; lakukan dengan surrender kepada Tuhan. Sikap surrender itulah yang mengontrol api itu karena engkau tahu hanya Tuhan yang punya pengetahuan yang komplit; pengetahuan saya hanya terbatas. Sehingga ketika ada banyak hal terjadi, sdr boleh teduh, tenang, diam, refleksi kembali renungkan dan tanya kepada diri. Kita tidak boleh bersegera di dalam judgment kita. Kedua, mungkin kita sudah mendesak Tuhan melakukan seturut apa yang kita mau; itu berarti saya yang jadi tuhan. Terakhir, seperti kata Tuhan kepada Elia, kembali. Pelayananmu mungkin seorang diri, sekarang menjadi empat orang dengan engkau memberkati Elisa, memberkati Hazael dan Yehu. Be a blessing.
Gereja kita, pelayanan kita telah menghasilkan lima hamba Tuhan memberkati Indonesia. Pelayanan kita telah membuat begitu banyak orang berdedikasi mencintai dan mengasihi Tuhan dalam pelayanan. Itulah berkat Tuhan yang membuat kita bersyukur karena pelayanan itu bukan untuk kita kontrol; bukan bagi reputasiku; bukan bagi pencapaian prestasiku.
Kiranya firman Tuhan ini sekali lagi memberikan kekuatan dan kesembuhan karena Tuhan menembus masuk ke dalam hati kita kepada the problem of heart yang milik kita semua. Tidak ada satupun di antara kita yang bisa berkata kita tidak punya persoalan ini karena begitu gampang kita menjadikan diri sebagai berhala, menjadikan diri sebagai pusat, memaksakan apa yang menjadi keinginan dan tuntutan kita dan itu semua membuat kita menjadi marah dan akhirnya menyerah dan masa bodoh. Tuhan panggil kita hari ini untuk berserah penuh kepada Tuhan; menjadikan Ia Tuhan dalam hidup kita dengan sungguh dan menyembuhkan kita semua dengan indah pada hari ini.
Hari ini mari kita datang berserah kepada Tuhan, menyerahkan hidup kita di dalam tanganNya yang kuat, pasti dan aman adanya. Mari kita mengaku dengan tulus dan jujur bahwa kita tidak tahu apa yang akan terjadi dan perjalanan kita di depan tetapi kita mempunyai Allah yang melampaui masa dan waktu, yang mempunyai pengetahuan yang begitu luas dan tidak ada yang membatasi Dia. Dari awal sampai akhir Ia telah mengatur dan menenun segala sesuatu indah bagi hormat pujian kemuliaan namaNya. Kiranya kita berakar dengan dalam kepada janji dan kebenaran firmanNya, bersandar kepada janjiNya dan kita pasti akan melihat buah-buah kebenaran itu mengalir keluar dari hidup kita.(kz)