Perbedaan "Confessing" dan "Excusing"

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Mazmur 51, 1 Samuel 15:20-31

Friedrich Nietzsche (1844-1900) seorang filsuf Jerman yang menjadi seorang ateis mengatakan Kekristenan adalah sebuah kesalahan yang besar bagi kemanusiaan. Setiap minggu pendeta di mimbar selalu berkata kita adalah orang berdosa, kita ini lemah, kita ini tidak layak, kita perlu datang dengan segala kerendahan di hadapan Tuhan; itu semua pengajaran yang membuat orang menjadi lemah dan tidak akan bisa menjadi maju dalam hidup ini. Benarkah "confessing" membuat kita menjadi orang yang selalu penuh dengan kesalahan dan kelemahan karena tiap kali harus mengaku dosa dan kesalahan, apakah itu adalah pengajaran Kekristenan yang membuat kita selalu hidup didorong oleh rasa bersalah [driven by guilt]? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Di situlah kita perlu mengerti perbedaan antara "confessing" dan "excusing." Kalau kita mengaku dan mengatakan saya orang yang lemah, saya orang yang berdosa, penuh dengan kesalahan, hanya supaya orang menerima dan memaklumi saya apa adanya dan itu tidak menjadi sikap kerendahan hati di hadapan Tuhan dan tidak membuat kita memiliki kerinduan untuk menjadi seorang yang lebih baik, maka tidak ada gunanya pengakuan itu. Itu adalah "excusing" dan bukan "confessing" yang otentik.

Ada dua bagian yang akan saya kontraskan berangkat dari pengakuan dosa raja Daud yang dia tuliskan dalam Mazmur 51 dan pengakuan dosa dari raja Saul dalam 1 Samuel 15:20-31. Dari pengontrasan dua bagian ini kita akan melihat apa artinya true confession dan apa bedanya dengan false excusing.

Catatan 1 Samuel 15 berada dalam satu konteks dimana raja Saul memimpin tentara Israel berperang melawan bangsa Amalek. Di situ Tuhan dengan perantaraan nabi Samuel mengatakan kepada Saul untuk tidak boleh membawa kambing domba dan lembu sapi sebagai pampasan perang. Tetapi yang terjadi adalah raja Saul melanggar perintah Tuhan dengan membawa semua ternak itu. Maka Samuel datang menegur tindakan raja Saul. Sangat menarik sekali dialog yang terjadi antara Samuel dan Saul untuk menjadi kontras dengan Mazmur 51 memperlihatkan apa itu the true confession of sin and the false excusing. Ada tiga poin yang saya ajak kita lihat dan renungkan sama-sama dari bagian ini.

Poin yang pertama, excusing adalah sikap hati untuk membela diri atas ketaatan yang setengah hati karena takut untuk ter-exposed kepada dosa yang sesungguhnya. Dari pengakuan raja Saul kita melihat sebetulnya ketaatannya kepada firman Allah hanya separuh hati saja. Dia katakan dia telah menjalankan firman Tuhan tetapi ketika Samuel kemudian membongkar kesalahannya yang sesungguhnya, bukan confession yang keluar dari mulut Saul tetapi yang terjadi dia kemudian melakukan pembelaan diri. Firman Tuhan melalui nabi Samuel mengungkapkan apa yang ada di balik daripada tindakan Saul itu. Samuel bilang, "Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim" (ayat 23). Rebellion is as sinful as witchcraft, and stubbornness as bad as worshiping idols. Ini adalah ayat yang penting luar biasa mengungkapkan apa yang ada di balik daripada tindakan raja Saul yang melakukan sesuatu yang dari luar seolah-olah dia beribadah kepada Tuhan dan kelihatan rohani yaitu dia mau membawa persembahan korban yang terbaik dari hasil pampasan perang yaitu kambing domba dan lembu yang tambun kepada Tuhan, tetapi di balik daripada perbuatan ibadah itu ada roh kedegilan dan sikap menghina kepada firman Allah yang ada di dalam diri daripada Saul. Saul hanya taat melakukan sebagian daripada firman Tuhan tetapi sebagian lagi dia tidak lakukan. Dan pada waktu hal itu dibuka dengan terang-terangan oleh Samuel, Saul tidak menyatakan penyesalan dan pengakuan dosa yang otentik dari hati.

Ada dua hal yang membedakan apakah itu satu confession yang otentik ataukah itu hanya sebuah excusing yang sebenarnya hanya mengaku separuh hati. Yang pertama adalah Saul tidak menyatakan pengakuan salah secara langsung kepada Tuhan. Bandingkan dengan sikap Daud ketika ditegur oleh nabi Natan akan dosanya berzinah dengan Batsyeba, Daud dalam Mazmur 51:1-19 datang kepada Tuhan dengan penyesalan dan kesedihan yang dalam. "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat." Dalam Mazmur 51 ini kita bisa melihat sebuah pengakuan yang sungguh-sungguh.  Tidak ada sama sekali sikap Daud membela diri dan mempersalahkan orang lain. A true confession tidak pernah mengambil jalan memutar seperti ini karena Saul tidak bersalah kepada Samuel tetapi kepada Tuhan sendiri. Sepatutnya Saul menyadari bahwa firman Allah yang telah dia langgar.

Yang ke dua, Saul pikir dengan dia kemudian membawa sebagian kambing domba dari hasil pampasan perang itu buat Tuhan dia bisa menyuap Tuhan sehingga Tuhan akan mengampuni dosa dia. Samuel bilang, apakah dengan memberikan persembahan seperti ini akan membuat Tuhan berkenan kepadamu? Tidak. Tuhan hanya berkenan kepada orang yang taat kepada firmanNya. Di balik daripada perbuatanmu ada hati yang memberontak dan yang tidak mau taat kepada firman Tuhan sepenuhnya. "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan." Daud memahami benar konsep ini. Dalam Mazmur 51 Daud mengatakan kalimat yang sama: "Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya." Daud tahu, membawa korban sebanyak apapun dan sebaik apapun itu tidak ada gunanya dan tidak mungkin bisa merubah hati Allah. Di situlah bedanya. Daud bilang,

"Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah."

Poin yang ke dua, confessing adalah sikap hati yang dinyatakan dengan datang dengan berdiam di hadapan Allah dengan berani mengaku, memuji dan menyembah Allah. Sebaliknya excusing adalah sikap hati seorang penakut dan pecundang yang gelisah lari menjauh dari Tuhan dan berusaha membenarkan diri atau mempersalahkan orang lain terhadap apa yang dia katakan dan lakukan. Orang yang mengaku salah adalah orang yang berani dan orang yang excusing adalah seorang yang pengecut, yang mencari alasan dan mempersalahkan situasi atau orang lain. Ada dua hal yang dia lakukan. Yang pertama, tidak mau mengaku lakukan itu dan yang ke dua, mempersalahkan orang lain. Dalam percakapan Saul dengan nabi Samuel ada dua kali Saul mempersalahkan rakyatnya memberikan tekanan kepada dia sehingga dia melakukan kesalahan mengambil kambing domba dan lembu yang Tuhan perintahkan untuk dia musnahkan. Jadi kelihatan seolah-olah Saul mau taat padahal dia serakah ingin mengambil semua ternak itu. Dia ingin menutupi kesalahannya dengan mempersalahkan rakyat padahal tidak mungkin rakyat memaksa dia. Waktu Samuel menegur dan membongkar hatinya, karena merasa terpojok Saul berkata, "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka. Maka sekarang, ampunilah kiranya dosaku; kembalilah bersama-sama dengan aku, maka aku akan sujud menyembah kepada TUHAN" (ayat 24). Pada waktu firman Tuhan menegur Daud, dia tidak membela diri dan tidak mempersalahkan orang. Daud mengaku, Tuhan, saya salah. Dan inilah perbedaan yang mendasar antara Saul dan Daud. Saul sekalipun mengaku salah tetapi dasarnya adalah karena rasa malu dan tidak senang dosanya dibongkar dan dibuka [shameful]. Daud mengaku salah di hadapan Tuhan dasarnya adalah didorong oleh rasa bersalah [guilt]. Kita seringkali bersikap seperti ini, bukan? Bukan karena tahu kita telah bersalah tetapi karena kita malu. Dan mungkin pada waktu kesalahan kita dibukakan oleh teman kita, kolega kita, anak kita, isteri atau suami kita, kita mengaku salah tetapi sekaligus kita marah karena menyadari kita telah ter-exposed dan di situ membongkar kita punya shame.

Ada dua hal yang kemudian dilakukan oleh Saul kepada Samuel sebagai reaksinya sesudah dosa dan kesalahannya dibuka oleh Samuel. Yang pertama, dia tarik baju daripada Samuel sampai robek. Yang ke dua, dia bilang kepada Samuel, "Aku telah berdosa; tetapi tunjukkanlah juga hormatmu kepadaku sekarang di depan para tua-tua bangsaku dan di depan orang Israel. Kembalilah bersama-sama dengan aku, maka aku akan sujud menyembah kepada TUHAN, Allahmu." Jangan bikin saya malu dan kehilangan muka. Sebaliknya Daud pada waktu ditegur oleh nabi Natan, bukan saja dia mengaku akan dosanya kepada Natan, Daud begitu berduka dan berhari-hari dia menangis, berpuasa dan berdoa kepada Tuhan. Di situ dia tidak merasa malu sebagai seorang raja ditegur oleh nabi Tuhan dan dia menangis gegerungan sehingga semua penghuni istana tahu betapa hatinya hancur menyesali dosa dan perbuatannya. Tetapi Saul berbeda. Dengan marah dan geram dia tarik jubah Samuel sampai robek menjadi dua. Di situlah bisa kita lihat bedanya. Sama-sama mengaku bersalah, tetapi excusing senantiasa didasarkan karena kita itu [shame] gengsi; confessing karena kita tahu kita telah bersalah dan kita tidak lari daripadanya dan tidak jaga muka [image] pada waktu kita sadar akan dosa kita dan dengan tulus dan jujur meminta ampun di hadapan Tuhan dan Tuhan tidak pernah memandang hina kepada kita yang mengaku bersalah kepadaNya.

Saul mengaku salah bukan untuk menyesal atas kesalahannya melainkan untuk meminta supaya Samuel menerima bahwa Saul memang begitu apa adanya. Dia mengaku kesalahannya bukan supaya untuk dia memperbaiki kesalahannya melainkan supaya Samuel boleh memaklumi kelemahan dia sehingga excusing adalah sebuah pengakuan bahwa 'aku tidak bisa dirubah kalau begitu kamulah yang berubah.' Saul bilang kepada Samuel, kamu jangan pergi dong, ayo tunjukkanlah juga hormatmu kepadaku. Alkitab mengatakan Samuel mengalah dan ikut bersama Saul ke Gilgal tetapi jelas kita tahu karena Samuel melihat betapa besar kuasa raja Saul pada waktu itu.

Poin yang ke tiga, mengaku dosa secara tulus itu pasti lahir dari kesadaran hati membutuhkan Allah dan satu-satunya cara membereskannya dengan menghampiri Allah dan minta rekonsiliasi dan pengampunanNya. Semakin dekat dan semakin erat hubungan kita dengan Tuhan semakin peka kita kepada dosa dan pada waktu kita makin berdiri di hadapan Allah dan semakin dekat kita akan sadar akan kesucian Allah sehingga kita akan berespon sama seperti nabi Yesaya pada waktu melihat kemuliaan Allah dia berseru: "Celakalah aku, aku seorang yang najis bibir!" (Yesaya 6:5).

Orang yang excusing adalah orang yang berdiri jauh-jauh dari Tuhan untuk menghindar supaya tidak ditegur dari kesalahannya, tidak ingin mendekat dan tidak mau berjuang untuk hidup mengasihi dan mencintai Tuhan karena dia pikir semakin dekat Tuhan, semakin mengetahui banyak firman Tuhan, semakin rasa tidak bisa mencapai akan hal itu, buat apa? Semakin dekat Tuhan semakin di-expose kepada kesucian Tuhan sehingga saya perlu confess. Karena takut akan hal itu maka dia pikir lebih baik tidak perlu tahu lebih banyak sehingga excusing adalah sebuah sikap hati yang sebenarnya tidak ingin bertumbuh dan maju di hadapan Tuhan. Orang itu akan bilang kepada Tuhan karena saya tidak tahu banyak maka saya tidak perlu mengaku. Orang itu tidak ada kerinduan merenungkan firman Tuhan dan meresapinya dan mau berjuang untuk mengasihi dan mencintai Tuhan dan menaati Tuhan dengan sepenuhnya.

Apa yang kita belajar dari aspek ini? Seringkali pada waktu kita mendengarkan panggilan firman Tuhan yang begitu dalam, begitu sungguh dan membutuhkan pengorbanan dari diri kita kemudian kita katakan firman Tuhan hari ini cuma khusus buat rohaniawan saja, bukan buat kita.

Atau sebaliknya semakin tahu banyak bukan membuat kita makin merasa banyak kesalahan dan dosa yang menumpuk yang membuat kita membutuhkan minta pengampunan kepada Tuhan tetapi menghakimi orang dan menuntut orang ketimbang. Kita sudah bergeser kepada sikap yang salah pada waktu kita mulai hidup Kekristenan kita sebagai seorang anak Tuhan yang berdasarkan Injil tanpa sadar kita kemudian membangunnya menjadi sebuah legalisme dengan membangun kebenaran diri di hadapan Tuhan berdasarkan perbuatan baik kita dan merasa kita adalah seorang Kristen yang cukup baik adanya. Rasul Paulus pernah mengingatkan jemaat di Galatia, "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3). Are you so foolish? After beginning by means of the Spirit, are you now trying to finish by means of the flesh? Atau dalam terjemahan NLT: after starting your new lives in the Spirit, why are you now trying to become perfect by your own human effort? Maksudnya di awal sebagai anak Tuhan mereka tahu itu bukan karena perbuatan dan jasa tetapi itu karena kasih karunia  pembenaran yang Kristus telah lakukan, tetapi setelah itu Paulus katakan mengapa kemudian kamu membangun hidup Kekristenanmu berdasarkan perbuatan? Kita harus senantiasa ingat seperti yang dikatakan oleh penulis surat Ibrani: Christ is the author of our faith and also the perfecter of our faith, Kristus adalah yang awal dan Dialah yang akhir (Ibrani 12:2). Injil itu harus diberitakan bukan hanya kepada orang-orang yang belum percaya, tetapi Injil itu juga harus terus diberitakan kepada kita adanya.

Di dalam pelayanan Yesus selama tiga tahun setengah bukankah Yesus terus berdebat habis-habisan dengan ahli Taurat dan orang Farisi mengenai persoalan hukum Sabat? Orang Farisi dan ahli Taurat telah memperkembangkan hukum ini menjadi 600 lebih aturan-aturan yang begitu memberatkan orang Yahudi pada waktu itu. Kadang-kadang kita juga tanpa sadar bergereja juga seperti itu, bukan? Kita dipanggil untuk tenang teduh dalam ibadah, kemudian kita akan memperlebar dengan memberikan banyak aturan-aturan tambahan misalnya: tidak boleh memindahkan kursi, tidak boleh mengganti dekorasi yang ada dalam ruang gereja, dan tambahan larangan yang lain. Ruangan ini kudus, jangan makan dan minum, dsb. Maksud saya bukan akhirnya kita ibadah bebas tanpa aturan, tetapi saya ingin menunjukkan betapa mudah kita bisa jatuh kepada kesalahan yang sama, bikin hukum dan aturan ini itu kemudian menjadi sesuatu yang membuat kita menjadi seorang yang legalistik adanya. Kalau hidup Kekristenan kita berdasarkan hukum lalu kemudian membuat kita merasa kita adalah orang yang baik karena kita taat kepada hukum dan kita tidak perlu confess bahwa kita berdosa di hadapan Tuhan, kita sudah memiskinkan makna keselamatan Kristus itu. Sebenarnya confession itu adalah sesuatu yang kita perlu lakukan setiap hari bukan oleh karena kita menumpuk banyak dosa tetapi confession itu adalah sebuah pembersihan dan penyucian seperti kita sedang membersihkan cermin hati nurani kita dari flek-flek dosa; pada saat yang sama juga seperti cek your blindspot. Blindspot itu ketidak-sadaran kita akan dosa. Sehingga confession itu bukan saja membuat kita membersihkan dan menyucikan relasi kita dengan Tuhan, tetapi memanggil kita untuk selalu mengecek blindspot kita di hadapan Tuhan. Blindspot itu mungkin adalah usaha kita membangun kesucian kerohanianku bukan berdasarkan Injil Yesus Kristus tetapi kita membangun kerohanian kita di atas kecongkakan dan kebanggaan self-righteous.

Hari ini saya rindu mengajak kita renungkan Yakobus 5:16, "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Ada kesembuhan yang lain selain kesembuhan fisik yang kita butuhkan yaitu kita membutuhkan kesembuhan rohani dan spiritual kita. Kesembuhan rohani dan spiritual itu terjadi oleh karena adanya satu disiplin rohani yang telah mungkin hilang di dalam hidup kita berkomunitas yaitu kita tidak ambil waktu untuk saling mengaku dosa dan saling mendoakan satu dengan yang lain. Kita juga tidak lagi terbiasa untuk mengambil waktu yang khusus di hadapan Tuhan untuk berdiam [silent] dan confess. Kita mengambil langkah untuk maju terus mendekat kepada Tuhan dan ada kerinduan untuk makin dimurnikan oleh Allah. Kita tidak menjadi orang yang takut, malu pada waktu menyadari bahwa kita itu adalah orang yang penuh dengan dosa dan kesalahan.

Mari kita berdiri di hadapan Tuhan dan mengintrospeksi jikalau kita senantiasa membela diri karena kita takut untuk mengaku dengan jujur akan segala kesalahan dan dosa kita di hadapan Tuhan, mari kita mengaku akan hal ini. Don't let the rebellious spirit and the stubborness menjadi penghalang kita mendekat kepada Tuhan. Sekalipun kita tidak punya berhala, kita tidak punya sesuatu yang kelihatan kasat mata dan kita melanggar perintah Tuhan tetapi kita setengah hati di dalam menaati firman Tuhan. Kita malu, kita takut dan kita akhirnya menjadi marah dan mempersalahkan orang lain di dalam hidup kita. Mari hari ini kita datang mengaku di hadapan Tuhan. Kita mungkin membangun hidup kerohanian kita atas dasar self-rightousness, merasa diri kita suci dan benar, tidak ada yang salah dalam diri saya, yang salah adalah orang lain di sekitar saya. Mari kita kembali kepada the grace of the Gospel, bahwa oleh kasih karunia dan bukan oleh karena kebaikan kita di hadapan Allah. Kiranya firman Tuhan hari ini sungguh berkata-kata kepada kita pribadi lepas pribadi. Kita perlu kesembuhan dari Tuhan karena kita adalah manusia yang tidak sempurna. Perkataan dan tutur kata, tindakan dan pikiran kita terlalu sering berkelana dan jauh daripada kebenaran firman Tuhan. Pada waktu kita mengaku salah di hadapan Allah, kita tidak mencari pembelaan diri, kita mengaku salah dan itu akan menghasilkan peace and freedom dalam hatimu. Kiranya Tuhan memberkati kita semua hari ini.(kz)

Previous
Previous

Perbedaan "Bermegah" dan "Sombong"

Next
Next

Perbedaan "Menyerah" dan "Berserah"