Ketika Petrus Memarahi Yesus
Ringkasan Khotbah
Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Nats: Markus 8:27-33
Markus 8:27-33 mencatat peristiwa dimana Yesus mengajar murid-murid secara khusus di daerah Kaisarea Filipi yang ada di bawah kaki gunung Hermon. Ini adalah pengajaran yang tidak Yesus lakukan di dalam rumah ibadah atau di dalam satu kelas teologi, tetapi satu pengajaran yang Ia berikan di saat mereka berada di perjalanan. Ini adalah bagian yang sangat penting karena ini adalah satu titik balik dimana Yesus membukakan penyataan mengenai diri-Nya yang masih belum Dia sampaikan selama ini dan itu mungkin membuat seseorang bertanya-tanya apakah keputusannya mengikut Yesus adalah keputusan yang benar. Apakah selama ini mereka ikut Yesus oleh sebab mereka melihat mujizat yang begitu banyak yang telah Ia lakukan? Apakah mereka mengikut Yesus oleh karena ada keuntungan yang mereka dapatkan dari Yesus? Tetapi pada waktu perjalanan itu adalah perjalanan menuju kepada penderitaan, tantangan, kesulitan dan bayar harga, apakah mereka akan meninggalkan Dia ataukah tetap mengikut Dia sampai akhir?
Di dalam bagian ini ada tiga poin yang kita perlu perhatikan. Poin yang pertama, pengakuan sejati siapakah Yesus itu adalah jalan keselamatan kekal. Sambil berjalan, Yesus bertanya, "Kata orang, siapakah Aku ini?" Jawab murid-murid-Nya: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?"
Setiap orang yang melihat apa yang Yesus kerjakan dan lakukan, mengalami mujizat-mujizat Yesus dan mendengar pengajaran daripada Yesus, mereka hanya bisa sampai kepada pengenalan Yesus adalah seorang nabi Tuhan yang datang memberitakan firman Tuhan tetapi mereka tidak sampai kepada pengenalan bahwa Yesus itu adalah Pribadi Firman Allah itu sendiri. Tetapi jelas ketika kita membaca Alkitab, Ia bukan saja seorang nabi yang menyampaikan firman Allah, Ia adalah Firman Allah itu sendiri yang datang di tengah-tengah kita. Pemahaman seperti itu adalah satu pemahaman yang tidak bisa dilihat kalau mata orang itu tidak dibukakan oleh Allah.
Maka ketika Tuhan Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, “Menurutmu, siapakah Aku ini?" pertanyaan ini penting karena Yesus mengajak kita melihat relasi personal keselamatan itu antara engkau dengan Tuhan. Banyak kali pengertian dan pemahaman kita mengenai Kekristenan mungkin kita bisa dapat dari buku dan dari orang lain. Tetapi Yesus membawa kita kepada pertanyaan yang lebih personal mengenai relasimu dengan Dia, pertanyaan yang menuntut kita mengambil keputusan secara personal.
Markus mencatat jawaban Petrus, "Engkau adalah Mesias!" Ini adalah konsep yang penting bagi orang Yahudi bicara mengenai siapa Mesias yang artinya “Dia Yang Diurapi.” Di dalam Perjanjian Lama ada tiga jabatan yang diurapi sebagai tanda bahwa dia adalah seorang yang diutus oleh Allah: Raja, Nabi dan Imam. Dengan menyebut Yesus sebagai Mesias, maka Ia memiliki tiga jabatan ini: Raja, Nabi, dan Imam. Dalam Matius 16:13-20 kita menemukan detil yang lebih banyak mengenai peristiwa ini. Petrus menjawab: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Setelah itu kemudan Yesus memberikan pujian kepada Petrus: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.” Apakah pengakuan ini berdasarkan pengetahuan, pengertian, pemahaman Petrus sendiri? Tidak. Karena jelas Yesus mengatakan Bapa-Nya yang di surga yang menyatakan itu kepada Petrus. Menarik sekali, Yesus sampai menyebut siapa bapaknya Petrus, artinya Yesus mengakui bapaknya Petrus memang mengajarkan tentang siapa Tuhan, tetapi sesungguhnya bukan karena engkau mendapatkan pengetahuan itu sebelumnya dari orang tuamu yang saleh yang mendorongmu supaya ikut Tuhan, dsb. Tetapi yang membukakan matamu sehingga engkau bisa mengenal, mengakui dan menyatakan pengakuan iman itu adalah karena matamu telah dibukakan oleh Bapa yang ada di surga. Ketika Tuhan tidak membuka mata kita maka mata rohani kita buta karena kita semua telah mati di dalam dosa dan pelanggaran-pelanggaran kita, demikian kata firman Tuhan. Tetapi oleh karena anugerah-Nya Tuhan menghidupkan kita kembali di dalam Roh-Nya. Kita yang mati rohani sekarang hidup sehingga barulah kita bisa mengenal dan memahami siapakah Yesus itu (Efesus 2:1-5). Itulah artinya kelahiran baru, sesuatu pekerjaan yang tidak kelihatan dari Roh Allah di dalam hidup kita. Bisa jadi proses Roh Allah bekerja menjadikan kita mengenal siapa Yesus terjadi seketika merubah orang dalam satu momen, tetapi Roh Allah juga bisa bekerja di dalam proses yang panjang. Di situ ada proses dia insyaf akan dosa, kemudian perlahan-lahan proses itu berjalan sehingga bisa jadi dia tidak melihat dengan jelas kapan momen kelahiran baru pada dirinya. Itu tidak masalah. Tetapi titik dasar teologis ini muncul dari perkataan Yesus kepada Petrus, "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.” Allah Bapa di surga yang mewahyukan itu sehingga engkau boleh mengenal siapakah Aku. Pengenalan yang benar itu melahirkan sebuah pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan. Dan Paulus mengatakan, ketika engkau mengaku dengan mulutmu dan dalam hatimu bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat bagimu, maka engkau akan diselamatkan (Roma 10:9).
Sesudah Yesus memberikan pujian yang luar biasa kepada Petrus kemudian Yesus mengatakan, “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." Di sini Yesus mengganti nama Simon menjadi Petrus yang dalam bahasa Yunani “Petros” artinya “stone” atau “rock.” Lalu ada permainan kata yang unik. Yesus mengatakan: Kamu sekarang adalah “Petros” dan di atas “Petra” ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku. Apa yang engkau ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang engkau lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” Mengapa pengakuan Petrus mengenai siapakah Yesus itu penting? Karena pengakuan itu bicara mengenai hidup kekekalan. Pengakuan itu adalah kunci bagi pintu untuk kita masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Dan pemberitaan mengenai siapa Yesus adalah seperti engkau membuka pintu mengikatnya maka itu menjadi ikatan di surga, tetapi barangsiapa yang menolak Dia, itu berarti dia menolak dan menutup pintu keselamatan itu. Kita menolak tafsiran gereja Roma Katolik bahwa berdasarkan ayat ini berarti Yesus mengangkat Petrus menjadi kepala Gereja dimana dia yang berotoritas memegang kunci keselamatan itu dan yang kemudian menjadi dasar konsep penafsiran bahwa kunci keselamatan itu turun temurun berada di dalam kepausan. Pada waktu Yesus berbicara dengan Petrus, “Namamu bukan lagi Simon tetapi Petros, dan di atas Petra ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku,” bagaimana Petrus sendiri melihat hal ini? Ada dua teks yang akan menjelaskan arti kalimat Yesus ini. Pertama, dalam khotbah Petrus yang dicatat dalam Kisah Rasul 4:11-12, Petrus berkata, “Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan, yaitu kamu sendiri, namun ia telah menjadi batu penjuru. Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” Yesus adalah “Petra” itu sendiri, dan seperti kalimat Yesus “di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Dan sebagaimana kalimat Yesus “Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga" artinya: keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Yesus, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan. Kuasa itu bukan di tangan Petrus atau di tangan Gereja; kuasa itu ada di dalam nama Yesus Kristus. Yang ke dua, dalam surat 1 Petrus 2:4-7 sekali lagi Petrus mengatakan, ”Datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan." Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: "Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan." Petrus mengerti dengan jelas “Petra” itu adalah Yesus Kristus sendiri. Dia adalah fondasi dimana Gereja berdiri.
Poin yang ke dua, Yesus melarang murid-murid-Nya dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia karena mereka belum memahami misi pelayanan-Nya dengan jelas. Pemahaman ini perlu proses, karena nanti setelah kebangkitan-Nya perlahan mereka mulai paham. Itulah sebabnya sebelum perjalanan menuju ke Kaisarea ini, Markus 8:22-25 Markus menceritakan ada satu mujizat yang Yesus lakukan yaitu menyembuhkan seorang yang buta menjadi satu mujizat yang sebenarnya punya penekanan yang penting untuk menggambarkan kondisi spiritual dari murid-murid pada saat itu. Mereka seperti orang buta yang sudah melihat, tetapi masih melihat dengan samar-samar dan penglihatan yang samar-samar itu bisa berbahaya dan itulah yang terjadi kepada Petrus saat itu. Ssekalipun pengenalan akan Yesus sudah Ia bukakan, tetapi mata rohani mereka masih melihat dengan samar-samar. Sekalipun Petrus berkata, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" pengenalan Petrus tidaklah tepat adanya. Karena ketika Yesus memberikan makna yang lebih dalam apa artinya Mesias yang bukan saja Raja yang berkuasa, bukan saja Nabi yang diurapi, dan Imam yang mulia, tetapi Dia akan menjadi Hamba yang menderita. Bagaimana mungkin? Itu adalah pemahaman yang di luar daripada persepsi mereka selama ini mengenai Mesias yaitu seorang Raja yang akan melepaskan mereka dari penjajahan. Yesus berkata bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. Kata “menegur” masih agak sedikit halus tetapi kata yang dipakai dalam bahasa Yunani lebih tepatnya adalah “membentak” atau “memarahi.” Kita mungkin kaget, bagaimana bisa Petrus begitu berani memarahi Yesus? Alasan pertama, Petrus marah karena tidak mau terima konsep Mesianik Yesus sebagai Hamba yang Menderita. Alasan ke dua, Petrus merasa berhak marah karena dia murid yang baru saja dipuji oleh Yesus. Dia yang paling pandai dan yang relasinya paling dekat dengan Gurunya. Alasan ke tiga mungkin sekalipun dia bilang Yesus adalah Mesias, Anak Allah, tetapi sehari-hari siang malam dia berjalan sama-sama, akhirnya lama-lama rasa terlalu akrab, akhirnya Petrus melupakan bahwa Yesus adalah Tuhan dan kehilangan kekaguman dan hormat kepada-Nya. Kita harus dekat dengan Tuhan, tetapi kita harus senantiasa menyadari Dia bukan orang yang bisa kita perlakukan sejajar dengan kita.
Petrus bilang “Engkau adalah Mesias, Anak Allah,” tetapi sekalipun Yesus tidak menolak pengakuan itu, Ia menyebut diri-Nya “Anak Manusia.” Ia tidak mau memakai sebutan “Mesias” karena konsepsi Mesias telah mengalami distorsi. Ia lebih memakai sebutan “Anak Manusia” untuk diri-Nya. Sebutan Anak Manusia jangan dipandang kontras dengan sebutan Anak Allah, karena kita mungkin berpikir kalau Yesus menyebut diri Anak Allah berarti Dia mengaku diri Anak Allah dan kalau Yesus menyebut diri Anak Manusia berarti Dia mengaku diri sebagai manusia, itu keliru. Kita harus melihat sebutan ini dalam konteks Perjanjian Lama karena dalam Perjanjian Lama sebutan “Anak Allah” tidak mengacu kepada esensi kealahan seseorang karena Israel juga disebut sebagai anak Allah, malaikat juga disebut anak-anak Allah, bahkan nabi pun juga disebut sebagai anak Allah. Tetapi sebutan “Anak Manusia,” di Perjanjian Lama hanya muncul 1x yaitu dalam Daniel 7:13-14 dimana Daniel melihat figur Anak Manusia yang muncul di situ di samping tahta Allah yang disebut sebagai “Yang Lanjut Usianya.” Dalam penglihatan itu Daniel melihat Anak Manusia itu menerima kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Sehingga Anak Manusia di dalam penglihatan Daniel ini bicara mengenai status keilahian Dia, status keilahian yang berada dalam wujud dan rupa seorang manusia.
Yesus berkata, “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.” Mendengar kalimat itu, Petrus menarik Yesus dan membentak Dia: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Dan Yesus berbalik membentak Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." Jelas Yesus tahu sejak pencobaan Iblis kepada-Nya di padang gurun saat berpuasa 40 hari, Iblis selalu mencari kesempatan untuk menjatuhkan Yesus (Lukas 4:13). Ini adalah kesempatan yang ke dua, dia memakai Petrus. Nanti di kesempatan yang ke tiga, dia memakai Yudas Iskariot untuk menggeser Yesus dari menjalankan apa yang Bapa di surga kehendaki bagi-Nya mati disalib.
Poin yang ke tiga, lama sesudah konfrontasi di Kaisarea Filipi itu, dia merefleksi dan berbicara tentang kebahayaan daripada pencobaan Setan. Petrus memberi warning ini: Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya (1 Petrus 5:5-6,8). Di sinilah Petrus sadar sebagai seorang yang sedang mengikuti Yesus, dia punya antusiasme seperti anak-anak muda, hamba-hamba Tuhan yang masih muda, ada hal yang dia tidak jaga hatinya dengan baik-baik, dan dia menjadi arogan dan congkak.
Ke dua, dengan mengkaitkan kecongkakan dengan pencobaan Iblis, Petrus ingin ingatkan kepada kita semenit dia dipuji Tuhan, semenit kemudian dia terjun bebas. Semenit dia mempunyai pengertian dan pengetahuan spiritual yang tinggi, semenit kemudian dia menjadi orang yang tidak percaya kepada firman-Nya. Itulah bahaya ktika kita lengah, si Iblis adalah seperti singa yang berkeliling mencari kesempatan untuk mencaplok kita. Kecongkakan kesombongannya meluap dengan luar biasa. Dia rasa dia hebat. Dia tidak sadar pencobaan itu begitu mudah menjatuhkan dia.
Kiranya firman Tuhan ini menolong dan mengingatkan kita untuk selalu mengikuti Tuhan dalam ketaatan penuh, sekalipun tidak mengerti, kita tahu Ia adalah Allah yang satu kali kelak akan membukakan dan membuat kita mengerti. Kiranya kita menjadi murid yang punya teachable spirit dalam hidup kita dan setia ikut Tuhan sampai akhir.(kz)