Mengikut Yesus atau Mengatur Yesus

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Markus 8:34-38

Markus 8:34-38 ini adalah satu bagian yang sangat penting dimana Yesus memberikan satu perintah yang sangat jelas: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Ini adalah satu perintah yang Yesus beri untuk pertama kalinya setelah Ia melayani begitu banyak orang dengan belas kasihan dan cinta-Nya. Dengan murah hati Dia melakukan mujizat kesembuhan dan memberikan keindahan sukacita bagi begitu banyak orang, dan baru di sinilah Dia berbicara kepada setiap orang yang datang dan tertarik oleh karena mendengarkan keindahan Dia berkhotbah, atau melihat mujizat yang Ia lakukan: Barangsiapa yang mau datang kepadaKu ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.

Kita perhatikan bagian ini dimulai dengan satu kalimat: “Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka.” Ini adalah suatu panggilan umum kepada semua orang, tidak hanya spesifik bagi murid-murid-Nya pada waktu itu tetapi panggilan untuk semua orang. Artinya di awal sebelum mereka ambil keputusan untuk ikut Yesus, Yesus mengajak mereka untuk pikir dalam-dalam, siapkah mereka untuk bayar harga di dalam mengikut Dia karena ini adalah inti daripada pemuridan Yesus.

Ketika kita mendengarkan perintah Yesus: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku,” apa kira-kira yang ada di dalam pikiran kita? Banyak orang mau datang kepada Yesus karena iming-iming mendapatkan berkat dan anugerah berlimpah. Banyak orang mau datang kepada Yesus karena dijanjikan bahwa dia akan dilepaskan dari persoalan-persoalan hidup yang berat dan mendapatkan kelegaan dan kelancaran. Sehingga pada waktu kita mendengar perintah ini, saya tidak tahu apa yang ada di pikiran sdr. Bisa jadi ada orang yang mendengarkan kalimat ini ada reaksi kesal, jengkel dan marah, “Aduh, pak Pendeta, dari hari Senin sampai Sabtu saya sudah menanggung beban yang banyak. Masa hari Minggu di gereja dikasih beban salib lagi?” Itu reaksi kita mungkin. Pada waktu kita mendengar perintah ini, mungkin kita merasa kenapa Tuhan perlu menambahkan kesusahan lagi padahal hidup kita sehari-hari saja sudah berat. Kita kepingin mendengarkan khotbah yang menyenangkan, khotbah yang menghibur, dsb, bukannya mendengarkan perintah Yesus yang keras seperti ini.

Apa sebenarnya makna dari perintah Yesus, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” ini? Ada tiga poin yang saya dapat dari kalimat ini. Poin yang pertama, ini adalah satu perintah dan panggilan dari Yesus yang penting untuk kita menyadari dan ingat ada beban yang sehat yang patut kita pikul bukan untuk menyakitkan kita dan menyusahkan kita, tetapi justru untuk membuat kita mengalami kesehatan rohani dan jiwa yang semakin kuat. Beban yang tidak sehat, tekanan yang tidak baik adalah tekanan yang bisa menghancurkan orang, tetapi kita butuh dan perlu beban, karena tidak mungkin kita hidup dengan sehat kalau kita tidak menanggung beban.

Kita masih ingat beberapa waktu yang lalu ada dua orang astronaut NASA yang kembali dari ruang angkasa setelah terdampar selama sembilan bulan di sana. Apa yang terjadi kepada orang yang tinggal di ruang angkasa, bebas dari gravitasi selama sekian waktu? Dengan tanpa adanya tekanan gravitasi, setiap bulan orang itu akan kehilangan lebih daripada 1% daripada massa tubuhnya sehingga setelah sembilan bulan di atas sana kita bisa bayangkan apa yang terjadi. Otot-ototnya menjadi lemah, tulang-tulangnya menjadi keropos, pembuluh-pembuluh darahnya mengalami kelemahan karena tekanan daripada jantung itu tidak berfungsi dengan baik sehingga waktu mereka kembali ke bumi, justru harus diperhatikan baik-baik. Seorang astrofisika mengatakan tubuh kita memang tidak didesain untuk hidup tanpa gravitasi. Allah memberikan tekanan gravitasi yang sangat pas, tidak lebih berat, tidak lebih ringan. Tekanan yang pas itu justru menjadikan kita sehat. Kalau tekanan itu lebih berat daripada yang seharusnya, kita tidak bisa hidup. Kalau tekanan itu lebih ringan, kita juga tidak bisa hidup, bukan? Dari bijaksana alam itu kita belajar untuk jangan cepat-cepat lari dari beban yang kita perlu dan jangan cepat-cepat mengangkat beban yang memang perlu untuk anak kita atau orang lain dalam hidup kita. Biar beban itu ada dalam hidup mereka karena beban itu akan menyehatkan mereka.

Kadang-kadang sebagai orang tua yang mungkin dulunya hidup dalam kondisi yang susah dan berat, akhirnya setelah menjadi kaya dan jaya, kita merasa guilty jikalau anak kita juga harus melewati hal yang sama dengan kita. Tanpa kita sadar sebenarnya justru itu yang menjadikan kita ada sekarang sebagaimana kita ada sekarang. Waktu kita ambil tekanan kesusahan itu dari hidup anak kita, mungkin mereka tidak akan menjalani hidup seperti kita yang resilient seperti ini. Jangan ambil tekanan itu dari hidup mereka.

Kita jangan senantiasa cepat-cepat meminta Tuhan mengangkat beban itu sebab kita tahu beban itu adalah beban yang menyehatkan dan menguatkan kita. Jauh lebih indah kalau kita berdoa agar Tuhan memberi kita pundak yang kuat untuk menanggungnya.

Poin yang ke dua, panggilan untuk pikul salibmu bukanlah untuk menambah bebanmu tetapi justru di situ Ia sedang mengundang engkau untuk mengaitkan beban-beban hidupmu dengan beban Allah.

Saya akui setiap sendi dan aspek kehidupan kita dipenuhi dengan begitu banyak kesusahan, kesulitan dan penderitaan. Ada orang tua yang memiliki dan merawat anak yang cacat. Ada isteri yang merawat suami yang terkena stroke. Kita melihat susah payahnya kesedihan orang tua yang setiap hari bolak-balik ke rumah sakit merawat anaknya. Ada orang yang harus bangun pagi-pagi untuk berdagang dan mencari sesuap nasi untuk keluarganya.

Namun panggilan Yesus untuk pikul salib tidak bermaksud menambah beban hidupmu lagi, tetapi Ia mengundang engkau untuk mengaitkan beban hidupmu itu dengan beban Allah. Di situlah baru kita memahami penderitaan kita ada a sense of purpose di hadapan Allah. Itulah yang membedakan kita dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah karena kita tahu ada maksud dan keindahan daripada rencana Allah di dalam setiap kesulitan yang ada.

Di pihak lain kalau saat ini hidupmu lancar, tidak perlu merasa guilty. Tuhan bilang pikul salibmu. Tuhan tidak bilang bikin-bikin salibmu, Tuhan tidak bilang kita buat-buat salibmu, Tuhan tidak bilang cari-cari salibmu. Jelas kita tidak cari-cari kesulitan karena bukan itu maksudnya Tuhan. Tetapi jikalau saat ini kita mengalami kesusahan dan penderitaan, apakah kita melihatnya sebagai salib yang harus kita pikul dan dengan ketabahan berani menanggungnya, itu maksudnya. Setiap aspek hidup kita tidak lepas dari kesusahan, kesulitan, dan penderitaan tetapi Yesus memanggil kita untuk dengan berani dan dengan sukacita memikul beban itu dengan menyadari itu bukanlah beban belaka tetapi itu adalah misi hidup kita. Itu bukanlah kerugian dalam hidup kita tetapi itu adalah investasi yang tidak mungkin bisa digantikan oleh apapun. Di situlah koneksi antara beban penderitaan kita dengan melihat itu sebagai beban dari Allah untuk mengaitkan kesusahan dan kesulitan kita kepada-Nya. Kita punya kesusahan kesulitan yang sama dengan orang yang tidak percaya Tuhan, tetapi bedanya adalah di dalam kesusahan dan kesulitanmu itu Tuhan mengundang engkau untuk connect it with His love, His grace, His mercy, and His loving kindness. Sehingga pada waktu engkau mengalaminya, engkau bisa menjalaninya dengan tenang, teduh, penuh dengan sukacita dan damai sejahtera.

Poin yang ke tiga, perintah Yesus untuk memikul salib bukanlah sekedar keluar dari mulutnya tetapi Ia telah menjadi model apa artinya memikul salib. Yesus telah menjadi satu model yang melakukan itu terlebih dahulu dan apa yang Ia lakukan itu untuk memulihkan kita dan mengangkat kita keluar dari beban dosa supaya pada waktu kita berjalan ikut Dia, itu bukan lagi jalan yang merugikan dan memberatkan kita. Ini bukan sekedar teori belaka. Setiap kali membaca Injil, kita bisa melihat Yesus telah menjadi contoh model yang Ia pertontonkan kepada kita bagaimana Ia memikul salib. Ia ditolak, dipermalukan, ditelanjangi di depan umum, dihina, dan mengalami pukulan dan proses kematian yang pelan tetapi pasti. Itu adalah satu siksaan yang panjang dan di akhir daripada salib itu adalah kematian. Dan pada waktu sdr membayangkan Yesus pikul salib seperti itu, itulah the agony daripada salib yang Ia tanggung bagi engkau dan saya.

Pada waktu kita ambil keputusan untuk ikut Tuhan, pada waktu kita menyambut panggilan untuk menjadi murid Tuhan, siapkah kita memikul salib dan menyangkal diri? Salib itu berarti kita bersiap hati untuk menghadapi penolakan. Salib itu berarti kita bersiap hati dipermalukan, ditolak, dihina, ditertawakan, bahkan diancam akan dibunuh, dsb. Itu adalah aspek daripada memikul salib.

Yang terakhir, di bagian selanjutnya ada empat kalimat dari Yesus yang menjadi janji yang Ia beri bagi setiap orang yang sungguh-sungguh mau menjadi murid-Nya. Yesus berkata, “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusia pun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus."

Kata “karena/sebab” ini menarik luar biasa karena ini bicara mengenai incentive dari Tuhan, sesuatu yang memotivasi dan mendorong kita untuk setia dan taat sampai akhir. Dengan empat incentive itulah kita melihat perintah untuk memikul salib itu tidak pernah merupakan sesuatu kerugian yang Tuhan beri kepada kita. Tetapi empat incentive itu juga mengingatkan kita, kita tidak mendapatkan semua itu di sini tetapi kita pasti akan mendapatkannya nanti. Karena itu empat poin ini menjadi penting karena membutuhkan mata iman yang melihat apa yang kita perlu lakukan dan jalankan sekarang. Saat ini, mata kita hanya terbatas melihat ke depan hidup kita, jangan lupa ada sesuatu incentive yang akan kita dapatkan kelak dan itu membutuhkan ketabahan dan mata iman yang tajam sebab kita adalah manusia yang sangat lemah dan terbatas, kita lebih senang jikalau kita mendapatkannya segera tetapi Tuhan bilang nanti, tunggu, sabar, engkau pasti akan dapat kelak. Jikalau kita dewasa di dalam kerohanian, janji “nanti” itu tidaklah menjadi sesuatu yang memberatkan kita. Hanya anak-anak yang masih kecil yang suka tidak sabar dan sulit sekali mendengar kata “nanti.” Tetapi jikalau kita dewasa kita akan tenang dan tahan karena kita tahu pasti semua itu nanti kita peroleh karena itu adalah sebuah janji yang pasti yang Tuhan akan berikan kepada kita.

Pada waktu Yesus memberikan perintah itu, banyak orang lari dan pergi karena melihat perintah itu terlalu berat, tetapi murid-murid tetap tinggal stay karena melihat akan incentive yang di belakang akan mereka peroleh.

Itulah sebabnya kita belajar untuk melihat dalam aspek penyangkalan diri, mungkin ada hal-hal yang menjadi kesukaan kesenangan kita, namun kita undur dan tunda itu demi menolong dan membantu orang lain yang sedang membutuhkan. Ada hal-hal yang kita tahu adalah hak dalam hidup kita, punya kita, tetapi kita berani untuk menolaknya karena kita lakukan itu bagi pekerjaan Tuhan.

Kita terhibur waktu Yesus berkata, “Jika kamu kehilangan nyawamu karena Aku, justru engkau tidak akan kehilangan itu, engkau akan mendapatkannya kembali.” Kita bisa melihat orang-orang yang mati martyr karena mengalami tekanan untuk menyangkal iman, menyangkali Yesus sebagai Tuhannya supaya mereka tetap hidup atau orang-orang yang kehilangan kesempatan mendapatkan dukungan ekonomi yang lebih baik karena menjadi orang Kristen di satu tempat dimana mereka adalah minoritas, itu adalah salib yang mereka alami dan hadapi. Mereka teguh berdiri karena mereka tahu Tuhan memberikan yang lebih besar daripada itu. Apa gunanya engkau mempertahankan nyawamu? Apa gunanya engkau memiliki semuanya yang ada di dunia ini tetapi engkau kehilangan nyawamu?

Hari ini saya mengajak semua kita merenungkan baik-baik, apa sebenarnya yang paling penting dalam hidup kita? Sampai nanti kita tua apa sih yang sebenarnya yang tersisa dalam hidup kita yang kita rasa paling penting? Apakah kita sudah memiliki segala sesuatu yang kekal dan permanen ataukah kita sebetulnya hanya memiliki hal-hal yang sementara dan begitu gampang hilang dalam sekejap mata? Sudahkah kita diselamatkan oleh Tuhan? Di saat orang yang terbaring sakit di rumah sakit pertanyaan yang paling penting untuk mereka pikirkan apa sebenarnya yang paling penting di tengah kondisi seperti itu? Apakah dia mau disembuhkan? Pertanyaan itu tidak kalah dan tidak jauh lebih penting dari pertanyaan ke dua: apakah engkau sudah diselamatkan? Yesus tidak menjanjikan hidupmu akan lebih baik dan mendapat lebih banyak, karena apa gunanya semua itu kalau engkau tidak selamat?

Kiranya pada waktu Yesus datang kembali kita boleh menikmati sukacita, berkat dan anugerah dari-Nya yang Ia janji akan berikan bagi setiap murid-murid-Nya yang berjalan ikut Dia dengan taat, memikul salibnya, dan menyangkal diri sampai akhirnya.

Bersyukur untuk firman Tuhan yang mengingatkan akan panggilan dan perintah-Nya supaya kita menjadi murid-murid Tuhan yang berjalan di dalam perjalanan mengikut Dia dengan benar dan setia, penuh keberanian, penuh dengan kerelaan, berjalan dengan iman dan sukacita itu mengalir dalam hidup kita. Kita tahu panggilan untuk pikul salib itu bukan beban yang memberatkan kita tetapi justru saat kita menanggungnya bersama Tuhan, beban-beban ini menjadi ringan karena kita tahu Tuhan memikulnya bersama kita dan karena Tuhan mempunyai rencana yang indah di dalamnya. Kita bersyukur kita memiliki sebuah model yang sempurna yaitu Tuhan kita Yesus Kristus yang tekun memikul salib itu sampai tuntas. Di saat kita mulai gelisah dan takut dan tidak berani berjalan di dalam perjalanan salib, kiranya mata kita selalu memandang kepada Dia sehingga kita mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari-Nya untuk rela dan berani memikul salib.(kz)

Previous
Previous

Transfigurasi: Keilahian Yesus Dibukakan

Next
Next

Ketika Petrus Memarahi Yesus