Makna Yesus Memberi Makan 4000 Orang

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.

Nats: Markus 8:1-10

Sepintas kita menemukan kemiripan peristiwa Yesus memberi makan empat ribu orang ini dengan peristiwa Yesus memberi makan lima ribu orang yang dicatat dalam Markus 6:30-44. Tidak heran ada beberapa penafsir Liberal yang mengatakan bahwa Markus keliru menulis mujizat ini dua kali padahal itu adalah satu peristiwa saja. Memang kita akui ada beberapa hal yang mirip dari dua peristiwa ini. Dua-duanya sama-sama terjadi di padang gurun, di tempat yang terpencil. Sama-sama ada ribuan orang berkumpul dan sama-sama ada kebutuhan makanan. Lalu Yesus juga melakukan tindakan yang sama, memberkati dan memecah-mecahkan roti dan membagi-bagikannya kepada mereka. Lalu juga ada sisa beberapa bakul daripada roti itu. Yang ke dua, mereka mengatakan agak aneh kalau murid-murid bereaksi seolah-olah mereka tidak tahu dan tidak ingat bahwa Yesus pernah melakukan mujizat yang seperti ini.

Pada waktu kita melihat sesuatu yang agak mirip-mirip, seringkali kita terpatok kepada kemiripannya, padahal justru kita harus mencari perbedaannya. Ini hal yang penting sekali. Kemiripan itu tidak berarti adalah sesuatu yang sama.

Kita bisa menemukan perbedaan yang luar biasa dari kisah Yesus memberi makan lima ribu orang dengan kisah Yesus memberi makan empat ribu orang yang dicatat oleh Markus di sini. Baik Injil Markus maupun Injil Matius, waktu mencatat kisah ini, mereka memperlihatkan perbedaan detil. Yang pertama, perbedaan pada rotinya. Yang di Markus 6 adalah roti yang tidak beragi [unleavened bread] dan dalam Markus 8 ini roti yang beragi. Yang ke dua, jenis bakul atau keranjang yang dipakai mengumpulkan sisa-sisa roti itu. Dalam peristiwa Yesus memberi makan empat ribu orang ini ukurannya lebih besar daripada bakul yang dipakai dalam peristiwa Yesus memberi makan lima ribu orang. Kita mungkin ingat dalam Kisah Rasul 9:22-25 pada waktu rasul Paulus mendengar bahwa dia hendak dibunuh oleh beberapa pemimpin agama Yahudi, maka teman-temannya menurunkannya dari atas tembok kota dalam sebuah keranjang. Kata “keranjang” di sini sama dengan yang di Markus 8 ini. Dan yang ke tiga, Yesus sendiri jelas mengatakan ini adalah dua peristiwa yang berbeda (baca: Markus 8:19-20).

Tetapi kalau kita melihat lebih dalam lagi, kita akan menemukan dasar teologis yang penting dari Yesus melakukan dua mujizat ini. Mujizat memberi makan lima ribu orang adalah mujizat yang Yesus lakukan di wilayah orang Yahudi, sedangkan di sini sebagian besar dari orang-orang ini adalah bukan orang Yahudi. Darimana kita tahu hal ini? Kita tahu peristiwa ini terjadi di Dekapolis, satu daerah wilayah teritori dimana kebanyakan orang itu hidup dengan kultur Yunani. Dalam Markus 5:1-20 dicatat bahwa Yesus pernah pergi ke daerah itu dan menyembuhkan seorang yang kerasukan roh jahat dan roh-roh jahat itu masuk ke dalam dua ribu ekor babi dan jatuh ke jurang. Akibatnya orang-orang kemudian mengusir Yesus keluar dari daerah itu karena mereka takut kehadiran Yesus bisa memberikan kerugian yang besar bagi mereka. Tetapi perhatikan baik-baik, bukan Yesus yang menyuruh roh-roh jahat itu masuk ke dalam babi-babi itu sehingga masuk ke jurang. Roh-roh itu sendiri yang meminta kepada-Nya, katanya: "Suruhlah kami pindah ke dalam babi-babi itu, biarkanlah kami memasukinya!" Yesus mengabulkan permintaan mereka. Ini perbedaan yang penting. Kehadiran Allah adalah suatu kehadiran yang merestorasi, memulihkan dan menyembuhkan; pekerjaan dari Setan adalah senantiasa membawa destruktif, kerusakan, kekacauan.

Peristiwa Yesus memberi makan empat ribu orang ini mempunyai sebuah maksud teologis yang penting karena di sini Yesus mendeklarasi kepada orang-orang ini bahwa Ia adalah Mesias yang dijanjikan Allah bukan hanya bagi orang Yahudi tetapi Ia juga adalah Mesias bagi segala bangsa.

Markus menunjukkan apa yang Yesus pertama-tama sudah lakukan kepada orang Yahudi dengan berbagai hal penyembuhan dan mujizat, sekarang Ia juga lakukan itu kepada kelompok orang-orang non Yahudi yang dimulai dengan Yesus pergi ke daerah Sidon dan berjumpa dengan perempuan Siro-Fenisia dengan menyembuhkan anaknya yang kerasukan. Yang ke dua, Yesus menyembuhkan orang yang tuli-gagap. Yang ke tiga, peristiwa yang kita baca di sini, Yesus memberi makan empat ribu orang yang datang dari Dekapolis untuk mendengarkan Yesus. Sangat besar kemungkinan mereka mendengar nama Yesus dari kesaksian orang yang dilepaskan dari roh-roh jahat itu (baca: Markus 5:20). Mujizat Yesus menyatakan Ia adalah Tuhan atas tiga hal ini: Ia berkuasa atas roh-roh jahat, kegelapan dan Setan. Ia berkuasa atas sakit penyakit. Ia berkuasa dan mengontrol alam semesta. Ia bisa menghasilkan sesuatu secara supranatural. Sehingga kita bisa melihat maksud daripada perginya Yesus ke tempat orang bukan Yahudi ini untuk memproklamasikan kepada mereka bahwa Ia adalah Mesias bagi mereka juga.

Ini adalah satu bagian yang bagi saya sangat indah luar biasa karena ingatkan dalam percakapan Yesus dengan perempuan Siro-Fenisia yang meminta anaknya disembuhkan, Yesus berkata kepadanya: "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Maksud Yesus tentu tunggu anak-anak itu makan dulu, baru nanti giliran dia. Jawab perempuan itu: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya." Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh (Matius 15:27-28). Di sini mereka tidak perlu lagi menanti sisa-sisa remah roti itu karena Yesus memberikan roti yang berlipat ganda buat mereka. Dia adalah Roti Hidup yang membuat mereka boleh makan dengan kenyang.

Hari ini bersyukur kalau kita bisa mendengar tentang Yesus, bisa percaya dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Kita adalah orang-orang yang sebenarnya berada di luar daripada lingkaran janji Allah yang Ia berikan kepada umat Israel. Tetapi anugerah keselamatan-Nya Ia berikan dengan murah hati kepada kita.

Poin yang ke dua, kita menemukan kisah Yesus memberi makan empat ribu orang ini unik sekali oleh sebab di sini Yesus yang berinisiatif untuk memberi mereka makan. Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan." Pada waktu Yesus pertama kali datang ke sana, mereka mengusir-Nya. Tetapi pada waktu Yesus datang untuk ke dua kalinya, mereka berbondong-bondong menyambut Dia. Mereka adalah orang-orang yang ada di luar dari berkat-berkat dan janji-janji Allah. Tetapi kisah ini menjadi sesuatu yang luar biasa. Sampai tiga hari mereka tidak pulang-pulang menunjukkan mereka haus mendengar pengajaran Yesus. Satu respon yang begitu indah kita lihat dari sisi orang-orang yang belum pernah mendengar Injil Tuhan. Dan kita juga boleh belajar banyak hal menjadi koreksi bagi hidup kita. Kadang-kadang kita menjadi orang Kristen yang telah sekian lama mengalami begitu banyak anugerah Tuhan mungkin kita telah kehilangan rasa kagum dan keinginan untuk mengucap Syukur, berdekat kepada Tuhan lebih dalam. Kita bisa tertegun ketika melihat ada orang yang baru pertama kali mendengar Injil menerima dengan sukacita dan begitu menikmati momen itu.

Yesus berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini.” Hal yang sama dicatat dalam Markus 6:34 “Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala.” Hati Yesus yang teraduk-aduk oleh emosi empati yang juga selalu harus dalam diri setiap kita. Tetapi hal yang ke dua dari penggunaan kata itu di Markus 6:34 dan juga di Markus 8:2 ini menunjukkan kepada orang Yahudi, Yesus belas kasihan kepada kebutuhan spiritual mereka karena tidak ada yang menggembalakan mereka, sedangkan kepada orang-orang bukan Yahudi ini Yesus belas kasihan kepada kebutuhan fisik mereka.

Kadang-kadang kita jatuh kepada dua ekstrim yang berbeda dalam pelayanan Kristiani kita. Ekstrim yang satu kita berpikir pelayanan itu tidak perlu memikirkan hal-hal yang bersifat kebutuhan fisik, yang penting fokuskan kepada hal-hal yang bersifat rohani. Tetapi di sisi lain kita juga bisa jatuh kepada ekstrim yang lain ikut Tuhan hanya meminta supaya Ia mencukupkan kebutuhan fisik kita belaka. Dua hal ini kita perlu seimbangkan sama-sama. Karena kita bisa lihat Yesus selain Dia tahu apa yang kita butuhkan secara spiritual, Ia juga adalah Allah yang mencukupkan kebutuhan fisik kita. Ia peduli dan memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan kita sehari-hari dan Ia adalah Tuhan yang mencukupkan.

Yang ke tiga, kita melihat di sini respon murid-murid sama seperti pada waktu mujizat kepada lima ribu orang. Murid-murid-Nya menjawab: "Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?" Apakah mereka lupa bahwa Yesus bisa mencukupkan? Jawabannya: Ya. Karena kita baca Alkitab dua kisah itu hanya berselisih beberapa ayat saja, kita berpikir kejadiannya hanya berselang satu dua hari, sehingga kita pikir seharusnya mereka tidak lupa, bukan? Tetapi kalau peristiwa itu sudah berjalan dua tiga bulan, jujur saja kita pun bisa lupa. Kita pun kadang seperti itu. Kita diberkati Tuhan di bulan ini, tiga bulan kemudian kita mengalami persoalan yang sama, kita kuatir akan hal yang sama. Kita mengalami amnesia rohani. Kita tidak ingat Tuhan pernah menolong kita di situ.

Yang ke empat, selain ini menjadi sebuah foretaste kepada orang-orang non Yahudi bahwa Ia juga adalah Mesias bagi segala bangsa, sekaligus juga menjadi sebuah foretaste bagaimana pembelajaran pelayanan misi bagi murid-murid.

Kita tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya dibawa pergi ke satu tempat yang kita tidak pernah pergi atau kepada satu komunitas yang kita tidak pernah kenal atau bersentuhan. Bayangkan, murid-murid Yesus ini adalah orang-orang Yahudi, mereka tidak pernah bergaul dan bersentuhan dengan orang-orang non Yahudi, orang-orang yang dianggap kafir oleh orang Yahudi. Yesus sengaja membawa mereka ke Sidon, Tirus, lalu membawa mereka ke Dekapolis, betul-betul di luar daripada comfort zone buat murid-murid ini, satu bentuk pelayanan yang sangat berbeda.

Pada waktu Yesus bangkit dan hendak naik ke surga, Ia memberi Amanat Agung kepada murid-murid: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius 28:19-20). Namun kita bisa lihat betapa lambatnya mereka memahami dan menjalankan Amanat itu. Rasul Petrus yang menjadi sumber catatan Injil Markus, adalah orang yang paling sulit dan susah keluar daripada kebiasaan yang hanya suka berkumpul dengan orang-orang sebangsanya dan yang dipenjara oleh kebudayaannya sendiri. Kita bisa lihat dalam Kisah Rasul 10:9-16 Tuhan perlu memberi visi penglihatan kepada dia untuk melayani Kornelius, seorang kepala pasukan Romawi. Apa tujuan daripada penglihatan itu? Tujuannya untuk mengingatkan Amanat Agung yang pernah Yesus berikan kepadanya memberitakan Injil kepada segala bangsa. Tetapi perlu waktu yang panjang untuk satu perubahan pengertian itu dialami oleh Petrus. Kita tidak boleh mengatakan atau mempersalahkan Petrus karena ini adalah satu kisah yang senantiasa mengingatkan kita bahwa kita pun bisa menjadi orang yang sama, bukan? Kita tidak bisa tolak kebiasaan kita, cara kita, kultur kita membuat kita berpikir inilah gereja. Ketika kita bertemu dengan kultur yang berbeda, kita kaget, kita menjauh. Kita menjadi eksklusif.

Yang ke dua, kita menemukan sikap rasul Petrus yang begitu kaku dan sempit yang ditegur oleh rasul Paulus dalam Galatia 2:11-14. Apa yang Petrus lakukan adalah kulturnya, akhirnya begitu lihat ada orang-orang Yahudi yang datang dari Yerusalem padahal dia sedang mengunjungi Antiokhia, kota metropolitan pada waktu itu, dan jemaat sudah campur antara Yahudi dan non Yahudi, tiba-tiba langsung dia menjadi eksklusif hanya dengan orang-orang sebangsanya saja. Paulus menegur Petrus untuk mengingatkan bahwa memang Injil datang di dalam satu konteks kultur pada waktu itu tetapi kebenaran Injil harus melampaui kultur.

Tidak bisa dihindarkan, hidup kita terikat dengan kultur dan kebiasaan itu. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita senantiasa harus ingat bahwa kita tidak boleh melakukan pelayanan kita dibatasi oleh kultur kita sendiri. Yesus telah memberikan sebuah prinsip bagaimana Injil itu harus sampai kepada segala bangsa yang berbeda dengan kultur dan kebudayaanmu. Dan Yesus memberikan prinsip penting ini supaya kita senantiasa menjadi orang yang belajar untuk melakukan pelayanan yang relevan yang bisa menjangkau orang-orang yang berbeda latar belakang budaya dan kebiasaan dengan kita, perbedaan sub kultur dengan generasi anak-anak kita, dsb. Ini adalah hal yang sangat perlu dan relevan. Kita melihat gereja-gereja kadang-kadang terlalu lambat melayani orang-orang dan sub kultur anak-anak kita yang berbeda. Bukan itu saja, kadang-kadang kita juga terlambat untuk melihat pelayanan dan misi kepada suku-suku yang lain yang perlu dan patut kita pikirkan. Biar firman Tuhan ini juga senantiasa boleh mengingatkan kita akan hal ini.

Aplikasi yang penting karena Yesus menunjukkan dan menjadi contoh pola yang indah di sini. Pertama, Ia mendeklarasikan pada hari itu berkat bagi orang-orang Yahudi juga adalah berkat yang sampai kepada bangsa-bangsa lain. Yang ke dua, bagaimana attitude dan sikap yang haus dari orang-orang yang bukan Yahudi ini, yang sama sekali tidak pernah mendengarkan akan berita itu ketika mereka mendengarkan berita Injil, mereka menerimanya dengan sukacita. Yang ke tiga, dari kisah ini Yesus ingin menuntun dan mengajak murid-murid-Nya untuk boleh melihat apa artinya Injil itu sampai kepada segala bangsa.

Kiranya firman Tuhan ini menjadi satu kesegaran bagi setiap kita. Kita memiliki Allah yang sungguh mengerti dan mengetahui apa yang ada di dalam hati kita, apa yang menjadi kebutuhan kita. Ia adalah Allah yang penuh dengan perhatian dan yang berbelas kasihan. Ia adalah Tuhan yang cukup dan sanggup memuaskan setiap kita.

Kiranya kita menghargai semua kasih karunia yang datang kepada kita. Kita tidak pernah berhak dan layak menerima semua kebaikan Tuhan itu. Kiranya kita boleh menjadi sebuah gereja yang dipanggil untuk setia selalu menjadi pekabar-pekabar Injil di tengah kota ini, ketika kami bertemu dengan banyak orang yang berbeda biarlah itu menjadi kesempatan bagi setiap kami menjadi pelayan firman Tuhan.(kz)

Previous
Previous

Waspada Ragi Farisi

Next
Next

Adakah Anda Masih Rabun dan Tuli Rohani?