Panggilan, Perangkap dan Pahala Seorang Pelayan

Ringkasan Khotbah

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh

Nats: 1 Petrus 5:1-5

Ketika rasul Petrus berbicara mengenai penderitaan yang bukan karena kesalahan kita, biar kita bersukacita karena kita boleh berbagian dalam penderitaan Kristus. Tetapi pada saat yang sama dia mengingatkan jangan sampai kita menderita oleh karena perbuatan dosa dan kesalahan yang kita lakukan. Namun kita perlu senantiasa ingat Tuhan adalah Bapa yang akan mendisiplin dengan tujuan meluruskan hidup setiap kita. Ketika ada penderitaan kesusahan kesulitan, itu adalah bagian daripada pekerjaan Tuhan yang ingin memberikan penyucian dan pemurnian. Maka dia memakai metafora pembersihan dan penyucian dari sang pemilik rumah kepada isi rumahnya terlebih dahulu (1 Petrus 4:17). Sehingga setelah rasul Petrus bicara mengenai disiplin dan penghakiman penghukuman Tuhan mulai dari rumah-Nya terlebih dulu, saya percaya secara langsung dia ingatkan kepada para pemimpin-pemimpin gereja, khususnya para penatua dan hamba-hamba Tuhan karena ketika rumah Tuhan itu dibersihkan dan didisiplin oleh Tuhan, itu dimulai kepada para pemimpin-pemimpinnya terlebih dahulu. Itu sebab di pasal 5:1 rasul Petrus memberikan nasehat yang bersifat positif sebagai dorongan dan nasehat kepada para penatua, ini bentuknya jamak [plural], berarti kita melihat adanya kepemimpinan [leadership] yang bersifat komunal di dalam setiap komunitas gereja-gereja yang ada. Petrus menyebut “para penatua,” itu bicara mengenai para pemimpin-pemimpin di dalam gereja, yaitu mereka yang menjadi hamba Tuhan, pendeta, penginjil, guru Injil, mereka yang adalah pemimpin-pemimpin yang senior atau yang dewasa dalam kerohanian yang memimpin jemaat; baik mereka yang memimpin small group, Bible study, mereka yang membawa renungan dan mereka yang menjadi guru Sekolah Minggu, dst. Mereka semua boleh kita kategorikan sebagai pemimpin-pemimpin rohani yang terlibat dalam pelayanan. Di sini 1 Petrus 5:1-5 adalah lima ayat yang luar biasa indah sekali dari rasul Petrus yang saya akan bagi dalam tiga kelompok. Yang pertama adalah panggilan seorang pelayan; yang ke dua adalah perangkap bagi seorang pelayan; yang ke tiga adalah pahala bagi seorang pelayan. Maka ini adalah judul khotbah hari ini: Panggilan, Perangkap dan Pahala Seorang Pelayan Tuhan.

Bagian yang pertama, panggilan seorang pelayan. “Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan. Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri” (ayat 1-2). Di sini rasul Petrus mengasosiasikan dirinya setara dengan para penatua yang menerima suratnya. Dia tidak menempatkan diri lebih tinggi daripada mereka walaupun dia adalah seorang rasul yang secara jabatan menjadi pemimpin dari hamba-hamba Tuhan, para penatua dan gembala-gembala yang melayani gereja-gereja rumah pada waktu itu, dengan berapa pun jemaat yang ada atau keluarga seisi rumah sebagai orang yang mereka layani. Rasul Petrus sebagai rasul mengatakan kita adalah teman penatua, sama-sama orang yang melayani, saya tidak lebih tinggi, saya tidak lebih terhormat daripada yang lain sebab kita tahu Gembala kita adalah sama dan satu, yaitu Yesus Kristus Tuhan kita, yang kita layani dan kita sembah sama-sama. Sekalipun panggilan kita berbeda, panggilan ini penting untuk kita kenal dan kita ketahui sebagai seorang yang mau melayani Tuhan sama-sama: Gembalakanlah kawanan domba yang ada padamu.

Dengan kalimat ini rasul Petrus mengingat sendiri pangalaman dia, Yohanes mencatat dialog yang menyentuh hati kita, Yesus bertanya kepada Petrus, “Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada semua ini?” Artinya adalah apakah engkau menempatkan Yesus yang paling utama dalam hidupmu? Petrus menjawab, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Ada tiga kali Yesus bertanya dan kemudian kita menemukan Ia berkata kepada Petrus, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Itulah kalimat yang membawa Petrus kembali apa artinya menjadi seorang pelayan Tuhan; membawa dia kembali untuk bisa mengerti panggilan ini adalah panggilan yang indah dari Tuhan. Sekarang panggilan itulah yang Petrus katakan kepada setiap orang yang melayani, ini adalah panggilan yang sama dari sang Gembala Agung kepada mereka masing-masing.

Ada beberapa poin yang kita lihat akan panggilan di dalam melayani Tuhan. Yang pertama adalah mari kita melihat darimana awal mula panggilan itu dan dimanakah panggilan itu akan berakhir. Jelas panggilan itu bermula dari anugerah Allah, bermula dari panggilan menjadi serupa dan mengikuti teladan daripada Tuhan kita Yesus Kristus. Petrus senantiasa ingatkan melayani Tuhan dimulai dengan penderitaan, pasti diakhiri dengan kemuliaan. Berangkat dengan satu motivasi yang benar terlebih dahulu. Pelayanan berarti sebuah kesiapan hati untuk menerima panggilan itu sebagai sebuah panggilan yang indah, agung dan mulia; panggilan yang lebih berarti dan lebih berharga daripada segala-galanya. Tetapi pada saat yang sama, menerima panggilan itu berarti kita akan masuk dan menginjakkan kaki kita ke dalam sebuah arena dimana kita bersiap dipertontonkan di tengah arena seperti seorang yang akan dimangsa oleh binatang buas. Sebuah arena pelayanan yang membutuhkan pengorbanan dan ketabahan di dalam menghadapi kesulitan yang ada. Panggilan itu bukan seperti panggilan satu perusahaan dimana itu adalah pekerjaan yang membuat kita akan berhasil, sukses, mendapatkan kedudukan dan jabatan yang lebih baik daripada posisi yang sebelumnya. Tetapi pada waktu kita mengambil bagian di dalam panggilan pelayanan, itu adalah panggilan mengalami dan bersama-sama dengan Gembala kita yang agung Yesus Kristus di dalam penderitaan-Nya.

Yang ke dua, panggilan menjadi seorang pelayan itu berarti sdr dan saya dipanggil untuk memiliki karakter yang benar, penuh dengan pengorbanan dan dewasa sebagai seorang pelayan dan pemimpin yang harus berada di depan. Kenapa dia harus berjalan di depan? Karena kalau dia berjalan di belakang, domba-domba itu akan berjalan semaunya dan dia harus mengejar domba yang berjalan melenceng untuk membawanya kembali. Gembala itu harus berjalan di depan menghadapi bahaya, dia yang terlebih dahulu tahu apakah tempat itu aman buat domba-dombanya merumput. Dia harus ada di depan karena dia harus terlebih dahulu menghadapi bahaya, dia yang tahu dimana sumber air yang baik untuk domba-dombanya.

Ketika kita membaca syarat-syarat yang diberikan oleh rasul Paulus bicara mengenai syarat bagi para penatua dan diaken dalam surat 1 Timotius 3:1-13 seorang pelayan Tuhan, kita akan menemukan tidak ada satupun syarat yang diberikan dalam surat 1 Timotius ini bicara mengenai skill atau keahlian seseorang dalam melayani. Hanya ada satu skill di dalam syaratnya adalah orang itu harus cakap mengajar orang (1 Timotius 3:2). Demikian juga dalam surat kepada Titus, rasul Paulus mengatakan salah satu syarat dari seorang penilik jemaat adalah “berpegang kepada perkataan yang benar , yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya” (Titus 1:9). Hanya itu saja yang menjadi syarat satu-satunya yang boleh dikategorikan sebagai skill, selebih daripada itu dia bicara mengenai kualitas karakter kehidupan seseorang yang boleh menjadi sosok teladan dalam hidup mereka. Itu sebabnya di dalam bagian ini rasul Petrus mengajak semua yang ambil bagian di dalam pelayanan Tuhan menyadari sungguh panggilan Tuhan adalah panggilan untuk menjadi teladan di dalam karakter yang benar, penuh dengan pengorbanan dan dewasa rohani, melakukan segala sesuatu dengan bertanggung jawab.

Bagian ke dua, perangkap atau trap yang berbahaya di dalam pelayanan daripada seorang pelayan Tuhan. Petrus mengingatkan, “jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu.” Kata “jangan” muncul tiga kali: jangan dengan terpaksa tetapi dengan sukarela; jangan mencari keuntungan diri; jangan mau memerintah atas orang-orang yang dipercayakan kepadamu. Itu adalah perangkap atau lubang jebakan yang bisa menjatuhkan kita yang harus kita hindarkan. Yang pertama, jangan melayani dengan keterpaksaan; merasa itu adalah sebuah kewajiban yang memberatkan. Akibatnya adalah engkau akan terus-menerus melayani Tuhan dan sikap yang bersungut-sungut. Engkau akan merasa pelayanan itu berat dan buat orang lain juga merasa pelayanan itu adalah sesuatu yang tidak mendatangkan sukacita.

Pada waktu kita ambil bagian dalam pelayanan, tentu akan melelahkan kita. Pelayanan itu juga tentu menyita waktu yang banyak, energi yang banyak. Ada relasi interpersonal yang juga mungkin bisa melelahkan kita. Kadang-kadang orang menjadi takut untuk ambil bagian dalam pelayanan dengan alasan masih kurang waktu, takut jangan sampai nanti di tengah jalan akhirnya berhenti dan meninggalkan pelayanan. Harus kita akui kita tidak akan terhindar dari aspek-aspek seperti itu. Pelayanan itu tidak akan membuat hidup kita menjadi lebih ringan, namun yang penting adalah bagaimana sikap hati dan respon kita terhadap segala sesuatu membuat itu menjadi ringan. Maka rasul Petrus ingatkan jangan merasa terpaksa, tetapi dengan sukarela sebenarnya seperti itu. Karena merasa terpaksa itu yang membuat engkau akan terus-menerus bersungut-sungut. Jujur ketika kita ambil bagian dalam pelayanan apapun, kita tidak lepas dari menanggung beban yang berat. Yang membedakan adalah apakah kita lakukan dengan kasih ataukah kita lakukan sebagai kewajiban yang memberatkan. Rasul Petrus ingatkan mari kita melakukan pelayanan itu dengan sikap hati yang lahir dari gratitude and love sehingga semua yang berat itu bisa kita jalani dan tidak membuat hati kita penuh dengan sungut-sungut. Itu trap yang pertama, jangan melihat apa yang kita kerjakan sebagai sebuah kewajiban yang berat.

Perangkap yang ke dua, Petrus ingatkan, melayani jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Ini adalah perangkap yang bisa menjatuhkan dan menghancurkan seorang pelayan Tuhan; keinginan untuk mendapatkan keuntungan di dalam pelayanan. Ketika Yesus menegur para pemimpin agama dan orang Farisi yang melakukan aktifitas rohani yang luar biasa, Yesus mengatakan, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang” (Matius 23:14). Dan pada waktu Yesus berkata, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Lukas mencatat “Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia” (Lukas 16:13-14). Namun ketamakan tidak boleh kita lihat hanya sebuah keinginan terhadap materi uang. Ketamakan juga bisa kita lihat sebagai sebuah keinginan untuk boosting ego kita, bagi kepentingan diri untuk dianggap lebih baik, lebih terhormat, lebih sukses, dsb. Itulah sebabnya rasul Petrus di dalam bagian ini ingatkan kepada pelayan Tuhan, hamba-hamba Tuhan jangan kita menjadi orang yang mencari keuntungan dari mereka yang kita layani.

Perangkap yang ke tiga, Petrus ingatkan, “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu” (ayat 3). Yang ke tiga adalah sikap agresif atau bully dari pemimpin-pemimpin di dalam pelayanan. Peringatan-peringatan yang seringkali diberikan kepada kita yang melayani Tuhan, mulai dari keredahan, tidak punya apa-apa, berangkat dengan pengorbanan diri, lalu pelayanan itu membuat dia mengalami kesuksesan dan akibat pelayanan yang bertambah besar itu juga mungkin mempengaruhi akan kondisi kehidupannya, dia menjadi seorang yang kaya, juga mempengaruhi persepsi orang kepadanya sehingga orang merasa dia hebat dan mendatangkan kekaguman orang kepadanya karena orang melihat banyaknya talenta yang ada dan sekaligus juga akan membuat dia merasa semua yang terjadi di dalam pelayanan itu semata-mata karena jasanya yang paling besar. Semua itu akan berakumulasi dan sanggup membuat seseorang bukan lagi seorang hamba tetapi menjadi seorang yang mengatur dan memimpin dengan memerintah dan abusive di atas orang lain. Ini adalah trap yang ke tiga. Ketika kesuksesan, kehebatan, pujian, talenta yang banyak, dipandang berjasa, menjadi drive di dalam pelayanan dan diri seseorang maka dia bisa merasa dia punya kekuatan dan kuasa untuk bisa mematikan orang lain. Itulah bahaya daripada trap yang ada dalam pelayanan. Itu bisa terjadi kepada penatua-penatua baik mereka yang melayani sebagai orang awam di gereja, sebagai majelis gereja, maupun juga mungkin hamba-hamba Tuhan yang melayani Tuhan di dalam gereja dan memiki kekuatan dan kuasa yang besar. Ketika nabi Yeremia menyampaikan firman Tuhan, para pemuka-pemuka agama di kerajaan Yehuda tidak suka kepada firman Tuhan yang diucapkan oleh Yeremia, maka mereka menangkap dan membuang dia ke dalam sumur (Yeremia 38). Pada waktu raja Herodes dan isterinya Herodias tidak suka menerima teguran dari Yohanes Pembaptis maka mereka memenggal kepalanya (Matius 14:3-12). Kita juga bisa melihat di dalam sebuah organisasi ketika hamba Tuhan yang satu merasa cemburu dan iri kepada yang lain lalu terjadi perebutan kekuasaan jabatan dalam pelayanan sehingga kita tidak melihat lagi pelayanan itu sebagai tempat untuk kita melatih diri menjadi pelayan yang setia dan baik dan saling merendahkan diri, tetapi berjuang untuk menjadi dianggap lebih penting. Kita harus hati-hati karena semua itu bisa menjadi perangkap yang bisa menjatuhkan kita dalam pelayanan.

Bagian ke tiga, pahala bagi seorang pelayan. Ayat 4, “Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu.” Ayat ini ingatkan kepada kita suatu kali kelak kita pasti akan mendapatkan pahala dan reward daripada-Nya. Pahala ini adalah sebuah kehormatan. Rasul Petrus menyebut mahkota kemuliaan [the crown of glory]. Di dalam perjalanan itu entah panjang atau pendek, satu kali kelak ada pahala yang luar biasa yang Tuhan beri kepada kita dan itu adalah kemuliaan yang agung luar biasa. Ketika engkau dan saya mungkin dimiskinkan oleh orang, satu kali kelak engkau akan diperkaya oleh Tuhan. Pada waktu engkau dihina oleh manusia, satu kali kelak engkau akan dipuji oleh Tuhan. Namun kita harus hati-hati pada waktu kita diperkaya oleh manusia, jangan sampai nanti kita dimiskinkan oleh Tuhan. Demikian juga kita harus berhati-hati pada waktu kita merasa kita besar karena disanjung-puji oleh manusia, jangan sampai nanti di hadapan Tuhan kita ditegur oleh Tuhan. Tetapi alangkah indahnya pada waktu kita menyadari sampai akhir hidup daripada Tuhan kita Yesus Kristus, Dia yang bermahkota duri, Ia dihina, ditelanjangi, dan ditinggalkan oleh murid-murid-Nya, tetapi Dia mengakhirinya dengan hormat, pujian, kemuliaan dan mahkota mulia menanti Dia. Itulah sebabnya biar firman Tuhan ini senantiasa menjadi kekuatan dan berkat bagi kita.

Terakhir, ayat 5, “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” Dua bagian firman Tuhan ini menjadi bagian yang saling melengkapi satu dengan yang lain. Empat ayat yang pertama bicara mengenai bagaimana dedikasi dan sikap daripada para senior, penatua, mereka yang melayani Tuhan di tengah-tengah jemaat. Pada saat yang sama rasul Petrus ingatkan panggilan bagi yang dilayani ada sikap respek, hormat dan tunduk kepada penggembalaan daripada penatua dan hamba-hamba Tuhan yang memberikan contoh teladan dan dedikasi yang baik di dalam pelayanan itu. Mereka yang merendahkan diri dalam pelayanan patut kita hormati; mereka yang mengajar dengan segala jerih payah, dengan penuh pengorbanan, dengan tanpa meminta balas apapun di tengah-tengah kita haruslah kita taati. Mereka yang menjadi pelayan di tengah-tengah kita biarlah kita juga melayani mereka dengan segala hormat dan respek. Dengan demikian kita bisa melihat panggilan daripada firman Tuhan ini kepada para penatua dan hamba Tuhan, itu adalah model pelayanan Kristiani yang penting. Menjadi seorang servant-leader. Seorang hamba yang ada di tengah-tengah kita bukan untuk disuruh-suruh tetapi justru harus dihormati dan ditaati. Ini adalah konsep servant-leader di dalam ministry yang disampaikan oleh firman Tuhan di tengah-tengah kita. Demikian juga kepada guru-guru Sekolah Minggu, para pelayan firman, hamba Tuhan, para majelis gereja, semua yang ambil bagian dalam pelayanan di gereja, mari kita semua melayani dengan sikap hati seperti ini dan mari kita juga belajar menjadi jemaat yang mengasihi dan menghargai mereka.

Bersyukur untuk firman Tuhan pada hari ini yang mengingatkan kita Yesus Kristus Tuhan kita adalah Gembala kita yang agung, yang telah menjadi contoh teladan yang indah bagi setiap kita di dalam melayani Tuhan. Kiranya Tuhan mengampuni segala dosa dan kelemahan kita, kita bisa jatuh di dalam hati yang bersungut-sungut dan merasa bahwa kita telah melayani dan memberikan yang terbaik, pengorbanan yang terbesar tetapi tidak mendapatkan penghargaan yang sepatutnya sehingga membuat hati kita menjadi pahit, kita mau melalui pekerjaan dan pelayanan kepada Tuhan boleh mendapatkan sesuatu secara materi, tetapi juga secara ego ingin dihargai dihormati. Biarlah firman Tuhan senantiasa mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan dan lakukan bagi Tuhan tidak pernah dilupakan oleh Tuhan. Karena pujian yang terakhir, sukacita, penghormatan, kemuliaan yang terakhir yang datang daripada Tuhan biar itu menjadi kesukaan dan sukacita kita yang terdalam. Kiranya Tuhan memberkati semua yang melayani Tuhan supaya kita memiliki sikap hati seorang hamba yang mengasihi Tuhan lebih daripada segala-galanya.(kz)

Previous
Previous

When Anxiety Attacks (Part 1)

Next
Next

Penderitaan: Kemuliaan atau Hukuman?