When Anxiety Attacks (Part 1)
Ringkasan Khotbah
Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh
Nats: 1 Petrus 5:6-7
“Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia memelihara kamu.” Cast all your anxiety because God cares for you.
Hari ini saya mengajak kita fokus kepada satu tema: When Anxiety Attacks, ketika kekuatiran menyerang di dalam hidup kita; sebuah topik yang memerlukan suara pastoral yang sensitif membimbing hati kita. Ketika persoalan isu mental health begitu melanda banyak orang, hal ini mungkin tidak muncul di atas permukaan oleh sebab problem ini tidaklah dianggap sebagai sebuah penyakit yang sama dengan sakit fisik seperti kanker, diabetes, penyakit jantung, dsb. yang bisa dilihat secara objektif ada sesuatu sakit yang kelihatan. Tetapi persoalan kesakitan yang terjadi dan pergumulan yang tidak pernah berhenti di dalam pikiran yang gelap dalam hidup seseorang; depresi dan anxiety yang mungkin itu ditaruh dan disimpan dalam-dalam sebab orang tidak bisa melihat dan mengenali secara konkrit apa yang terjadi di dalam hidup mereka.
Ketika Yesus Kristus berkata, “Janganlah kuatir akan hidupmu sebab siapakah di antaramu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Matius 6:25,28); ketika rasul Paulus berkata “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Filipi 4:6); dan juga pada waktu rasul Petrus berkata di bagian ini “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia memelihara kamu” (1 Petrus 5:7) ayat-ayat ini memberikan kepada kita sebuah perintah untuk tidak kuatir dalam hidup ini. Tetapi pertanyaannya, bagaimana kita mendengarkan nada daripada firman Tuhan ini? Apakah dipahami dengan nada yang menegur kepada kekuatiran ataukah bernada sebuah suara pastoral dari Tuhan yang memahami dan mengerti akan pergumulan dari orang yang sedang mengalami kekuatiran? Kebanyakan orang Kristen mungkin salah paham dan menganggap bahwa nada firman Tuhan ini seperti sebuah teguran dari Tuhan yang tidak mengijinkan hadirnya kekuatiran itu di dalam hidup kita sama sekali karena menganggap kekuatiran itu identik sebagai dosa; kekuatiran berarti tanda kurang percaya kepada pemeliharaan Tuhan, tanda kurang beriman kepada Tuhan. Itulah sebabnya kita perlu melihat kalimat-kalimat ini justru sebagai penghiburan dan pelukan dari Tuhan kepada hati yang sudah kehilangan kekuatan dan hanya bisa meletakkan kepada di bahu yang kuat menopang dia. Saat seseorang berada di dalam momen yang begitu berat dan begitu lemah, di situ dia merasa aman dan damai di dalam perlindungan-Nya.
Maka perspektif yang harus kita koreksi, pertama, jangan kita berpikir bahwa anxious atau kuatir itu sebagai lack of faith dan itu identik dengan dosa yang Tuhan tidak senang dan tidak mau terjadi dalam hidup kita. Kalimat “jangan kuatir” [do not be anxious] tidak boleh kita equalkan seperti perintah atau larangan Tuhan “jangan mencuri dan jangan berjinah,” misalnya. Sebab sedikit saja ketika tindakan mencuri atau berjinah itu terjadi, engkau sudah bersalah kepada perintah itu. Jikalau perspektif kita seperti itu, maka waktu kekuatiran memenuhi hati kita, kita akan terus berada di dalam pusaran, tidak pernah keluar dari rasa bersalah di hadapan Tuhan sebab kita merasa tidak bisa lepas daripada dosa itu. Alkitab tidak selalu memberikan konotasi secara negatif kuatir itu sebagai tanda kurang beriman. Dalam Filipi 2:19-20, “Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan Timotius kepadamu, supaya tenang juga hatiku oleh kabar tentang hal ihwalmu.Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan dia dan yang begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu” di sini Paulus menunjukkan dia tidak dalam keadaan damai, ada ketakutan dan kekuatiran dalam hatinya dan dia juga mengatakan bahwa Timotius juga amat sangat kuatir, namun kata ini diterjemahkan dalam konotasi yang positif yaitu “begitu bersungguh-sungguh memperhatikan” [concern]. Maka dengan contoh ini berarti kehadiran kekuatiran dalam hidup kita tidak boleh langsung diasosiasikan bahwa kita sedang dalam masa yang kurang iman; kita sedang berada dalam kuatir berarti kita tidak percaya kepada Tuhan sehingga kuatir itu harus dibuang jauh-jauh dari diri kita.
Ke dua, jangan melakukan pendekatan simplistic approach yang ketika seseorang baru menyatakan kegalauan dan kekuatirannya akan sesuatu hal, gampang sekali kita cepat-cepat bilang, “Sudah, jangan kuatir. Percaya sama Tuhan, beriman kepada-Nya, doa sungguh-sungguh. Kamu harus yakin dan percaya kamu pasti akan bisa melewati hal itu.” Simplistic approach berkata “Doa saja, tidak perlu minum obat” dan kita akan melihat orang itu tiak tertolong dengan sikap atau cara pendekatan yang seperti itu. Yang ada adalah bukan saja sakit orang itu menjadi lebih parah, tetapi juga dia akan hidup di dalam guilty feeling tidak ada habis-habisnya dan bisa membuat orang itu menjadi kecewa dan meninggalkan Tuhan, benci dan marah kepada Tuhan kenapa tidak menolong dia lepas dari anxiety itu. Bukan Tuhan tidak sanggup dan bisa menolong dia, tetapi kita sedang menawarkan Tuhan yang keliru kepada orang itu.
Maka saya rindu kita melihat hal kekuatiran ini dengan sensitif dan tidak cepat-cepat ambil kesimpulan seolah-olah mengecilkan problema akan pikiran-pikiran yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak bisa membuat dia lepas dari persoalan yang ada dan hidupnya dihinggapi dengan kekuatiran. Dan pada waktu kita katakan stop untuk dia tidak kuatir karena itu tanda kurang beriman, kita tidak menolong orang itu untuk bisa lepas dari kekuatiran sebab sumber daripada kekuatiran umumnya berangkat dari rasa bersalah karena merasa kuatir. Dan pada waktu dia merasa kuatir dan tidak sanggup untuk lepas daripada kekuatirannya ditambah dengan beban kalimat “jangan kuatir” itu akan menjadi lingkaran setan yang bukan menolong dan melepaskan dia melainkan justru akhirnya bisa membenamkan kepalanya di dalam depresi yang berkepanjangan.
Hari ini bagian firman Tuhan ini akan kita teliti dengan baik-baik bagi kehidupan kita dan orang yang dekat dalam hidup kita. Bisa jadi kita sedang berada di dalam kekuatiran. Level kekuatiran kita bisa berbeda-beda; datangnya juga bisa dalam durasi yang berbeda-beda. Bisa terjadi seketika dan lewat setelah persoalan selesai; bisa terjadi karena situasi traumatik yang terjadi berulang; bisa oleh karena ada satu peristiwa besar seperti sakit dan kematian yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi bisa jadi kekuatiran itu berkepanjangan dan terus berlanjut tidak ada habis-habisnya. Bagaimana firman Tuhan ini boleh menuntun dan memberikan prinsip-prinsip kepada kita bijaksana rohani melewati hal ini untuk menavigasi, mengatur, memikirkan, menelaah, mengunyah dan melakukan self-talk dalam diri kita terhadap semua hal yang terjadi dalam hidup kita.
Berkaitan dengan persoalan-persoalan penyakit fisik dan mental dan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita sebagai orang Kristen, kita perlu memahami aspek bagaimana pendekatan pemikiran orang Kristen terhadap penemuan-penemuan keilmuan dan scientific approach dari psikologi, psikoterapi, psikoanalisis, behavioral study, dsb. Jujur ada banyak orang Kristen berposisi anti kepada segment ini dan berasosiasi bahwa psikologi adalah keilmuan yang anti Kristen, keilmuan yang ada “satanic influence” di baliknya dan akhirnya menolak bulat-bulat pendekatan psikologis terhadap kekuatiran sebagai sakit mental yang perlu dirawat dengan benar.
Sebagai anak-anak Tuhan saya rindu kita melihat dari kerangka yang besar bagaimana relasi iman dan ilmu pengetahuan [faith and science] berangkat dengan sebuah konsep teologis yang holistik yaitu “all truth is God’s truth.” Allah yang menciptakan alam semesta dan dunia ini, bijaksana-Nya ada di dalam berbagai aspek kehidupan kita. Allah memanggil kita sebagai manusia untuk mengeksplorasi, menggali kekayaan di dalam bijaksana Tuhan di dalam alam semesta dan itu kita taruh dan kita terapkan secara sistematis dan teratur menjadi disiplin keilmuan [science].
Dalam Alkitab kita akan menemukan bahwa ada unsur lain yang diberikan selain berdoa, yaitu dengan menjaga kesehatan dan obat. Yakobus memberi nasehat dalam suratnya, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan” (Yakobus 5:14). Pada waktu Yesus berbicara mengenai Perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati, Yesus menyebut, “Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur” (Lukas 10:34). Minyak sebagai obat dan anggur berfungsi sebagai antiseptik. Berarti jaman itu sudah lazim dikenal pengobatan [medicinal] daripada berbagai minyak. Tetapi keliru dan salahlah jika kemudian kita berpikir minyak itu adalah satu-satunya obat terhebat yang sanggup menyembuhkan penyakit apapun. Rasul Paulus berkata kepada Timotius yang sedang mengalami problem dalam sistem pencernaannya, “Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah” (1 Timotius 5:23). Pengetahuan pada waktu itu memahami minum air itu sangat berbahaya karena waktu itu air tidak hygienis dibandingkan dengan minum anggur [wine]. Dan sejalan dengan waktu, ilmu pengetahuan menemukan bahwa penyakit itu sumbernya berangkat dari hal-hal yang tidak kelihatan, yaitu ada bakteri, virus, parasite dan amoeba, dsb.
Demikian juga dengan perkembangan ilmu jiwa psikologi, psikoanalisa, psikoterapi, behavioural study, dsb. Kita percaya Allah menciptakan dunia fisik dan juga dunia non-fisik, di dalamnya Allah mempunyai bijaksana tertentu menolong kita memahami akan persoalan itu dengan lebih benar, bukan untuk menggantikan atau menggeser iman tetapi membantu kita melihat dengan benar dan memberi treatment pengobatan yang tepat. Pada waktu seseorang kena kanker, kita melakukan kemoterapi, immunoterapi, dan makan obat-obat yang diberikan bukanlah berarti kurang beriman kepada Tuhan. Ketika seorang Kristen, bahkan hamba Tuhan yang sedang mengalami anxiety, panic attack dan kadang-kadang merasa begitu tidak berdaya dan tidak sanggup lagi berdoa, kita tidak segera menghakimi kurang iman, dsb. Dan pada waktu seseorang mengambil waktu untuk break dari pelayanan tidak berarti bahwa orang itu lack of faith atau melihat iman itu bukan sesuatu yang penting dalam hidup mereka.
Kita harus berangkat dari perspektif iman Kristen itu tidak boleh kita pertentangkan dengan penemuan ilmu pengetahuan. Penemuan science tidak boleh menjadi hal yang menggeser akan iman kita kepada Tuhan; justru harus memperbesar kekaguman kita kepada misteri kekayaan bijaksana Allah yang perlu kita gali lebih banyak lagi di alam semesta ini. Sayangnya, sikap antagonis ini yang banyak dilakukan orang Kristen bahkan sampai hari ini.
Pada awalnya penemuan obat bius [anesthesia] ditolak oleh gereja karena menganggap rasa sakit adalah sesuatu yang harus kita terima karena Tuhan menciptakan rasa sakit. Penemu obat bius itu memberikan argumentasi yang sangat baik dengan mengatakan waktu Allah hendak mengambil tulang rusuk Adam, Ia membuat Adam tidur (Kejadian 2:21). Jadi Tuhan membius Adam di situ. Berarti ada rasa sakit yang tidak perlu dan bisa kita hindari. Sekarang kita sudah mendapatkan begitu banyak penemuan yang sangat menolong. Ada penemuan berbagai vaksin, obat-obat, dsb. Tetapi tetap kita bisa melihat sampai hari ini penolakan itu bisa datang dari gereja-gereja yang tidak mau menerima vaksin untuk COVID, misalnya. Itu berangkat dari asumsi kecurigaan kepada penemuan science seperti itu. Sebagai orang Kristen kita harus mempunyai perspektif tidak berarti dengan menerimanya kita kurang beriman kepada Tuhan. Ada rasa sakit yang memang harus kita jalani, ada yang tidak. Kita diberi bijaksana untuk mencari cara dan jalan bagaimana untuk menghindar dari sakit yang tidak perlu itu.
Perkembangan Ilmu Psikologi menemukan symptom-symptom dari anxiety disorder yang mungkin tumpang tindih, ada kemiripan mungkin tetapi berbeda dengan kondisi depresi seseorang. Psikologi bisa memetakan hal itu dan juga ada penemuan obat-obat yang sanggup bisa menolong orang-orang yang berada dalam symptom-symptom kekuatiran seperti itu. Setidaknya ada empat jenis dari anxiety. Ada Generalised Anxiety Disorder [GAD], orang yang merasa anxious and worried most of the time. Ada Social Anxiety Disorder atau social phobia yaitu seseorang yang mengalami intense anxiety di Tengah sekumpulan orang atau panic attack pada waktu harus berbicara di depan umum. Ketakutan untuk ditertawakan, takut salah dalam bersikap di hadapan umum, panic attack di tengah kumpulan orang, dsb membuat dia bisa pingsan tidak sadarkan diri. Juga ada beberapa kelainan lain seperti Obsessive-Compulsive Disorder [OCD] seseorang yang sekali kuatir sudah lakukan sesuatu tetapi masih tidak yakin sehingga melakukan lagi berulang-ulang. Da ada yang dinamakan Post Traumatic Stress Disorder [PTSD] dimana orang itu mengalami peristiwa traumatik yang membahayakan jiwa membuat dia hidup dalam ketakutan. Kita perlu mengenali diri kita, kadang-kadang Tuhan memberikan healing dan recovery, tetapi kadang-kadang anxiety atau ketakutan itu adalah sesuatu yang tidak pernah lepas dari diri kita mengganggu dan melumpuhkan pikiran sdr. Itu sebab kita perlu setidaknya memahami apakah itu sesuatu stress yang bisa hilang setelah persoalan selesai, ataukah itu sesuatu depresi dan anxiety yang membutuhkan medication dan perawatan konsultasi yang tepat.
Alkitab memperlihatkan hal yang unik pada waktu nabi Elia berada dalam depresi yang berat, kecewa dan lari dari Tuhan, Tuhan memberi dia malaikat menemani dia, memberi dia roti dan air sebelum kemudian Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam angin sepoi-sepoi (1 Raja-raja 19). Semua ini memberikan kepada kita aspek-aspek bagaimana Tuhan merawat dia. Tuhan beri makan sebab Tuhan tahu ada korelasi yang erat antara tubuh, jiwa dan pikiran kita yang tidak bisa kita lepaskan. Apa yang terjadi dengan tubuh kita pasti akan berefek kepada pikiran dan jiwa kita. Dan apa yang sedang terjadi di dalam jiwa dan pikiran kita sedikit banyaknya juga akan berefek kepada tubuh kita.
Kejatuhan manusia di dalam dosa itu berefek kepada aspek fisik dan kepada non-fisik. Kejatuhan di dalam dosa mengakibatkan kutuk bagi dunia berefek kepada semua aspek kehidupan, termasuk tubuh, jiwa dan pikiran manusia; relasi yang rusak dan saling berseteru di antara manusia dan kepada Tuhan. Sehingga pada waktu kita melihat aspek dan persoalan anxiety, aspek anxiety ada oleh sebab kita hidup dalam dunia yang sudah dirusak oleh dosa. Dunia yang berdosa itu menggigit kita, mencakar kita, menyengat kita, menggaruk kita. Dunia yang telah jatuh dalam dosa adalah dunia yang tidak senang kepada segala sesuatu yang baik, sehat dan indah. Yang ke dua, anxiety bisa disebabkan oleh karena kondisi biologis, genetic disorder dan cacat mental. Cacat secara fisik, lumpuh, buta, dsb mudah dikenali tetapi ada aspek yang lain daripada biologis kita yang mungkin tidak kelihatan secara kasat mata, ada kerusakan genetika, ada persoalan hormonal, dsb yang bisa mendatangkan perbedaan bagaimana seseorang bereaksi terhadap satu persoalan dan bagaimana dia mengatasi masalah anxiety yang ada dalam dirinya. Hal itu adalah hal yang tidak bisa kita abaikan. Yang ke tiga, anxiety juga tidak lepas dari komponen psikologis yang juga terefek oleh dosa. Akibat dari keberdosaan itu, rasul Petrus ingatkan, “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia memelihara kamu.” Dia katakan janganlah engkau tinggi hati dan sombong, tetapi serahkanlah segala kuatirmu kepada Tuhan. Dimanakah kaitan antara sombong itu dengan anxious thought kita? Yang ke dua Petrus kaitkan mengenai kekuatiran kita dengan kurangnya kesadaran bahwa Tuhan itu memelihara hidup kita. Pada waktu anxiety muncul karena tidak percaya atau egoisme dan kesombongan terjadi, kita diingatkan itu akibat dosa kita tetapi di situ kita juga mengalaminya sebagai korban dari dosa. Itulah sebabnya seperti rasul Paulus kita sama-sama mengeluh [we are groaning] hidup dalam dunia ini (Roma 8:22-23). Dua aspek ini penting untuk kita pahami dengan seimbang, menyadari kita adalah orang yang berdosa, persoalan itu akibat dosa kita, tetapi tidak memahami adanya keselamatan dan pengampuan di dalam Kristus membuat kita senantiasa hidup di dalam rasa bersalah dan tidak ada jalan keluar. Tetapi terlalu menekankan bahwa semua itu terjadi karena saya berposisi sebagai korban akan mencabut responsibility kita untuk berjuang menang dan mengatasi hal itu dengan pertolongan daripada Tuhan.
Kiranya melalui pembahasan ini kita boleh melihat kekayaan kebenaran firman Tuhan yang begitu indah pada hari ini dan ingin mengenal lebih dalam perasaan dan emosi dalam hidup kita. Di Tengah banyak hal yang ada yang terjadi dalam hidup kita, kita hanya bisa berseru dan berteriak kepada Tuhan. Kita mau percaya, kita mau berserah, kita mau bersandar kepada Tuhan tetapi kekuatiran itu adalah ombak yang terlalu besar melanda hidup kita. Kuatir bagaimana dengan kehidupan kita, keluarga, pekerjaan, kesehatan, pandangan orang kepada kita menyebabkan kita terus dihinggapi dengan rasa bersalah, tidak mampu dan tidak sanggup untuk bisa hidup baik di hadapan Tuhan, dan membuat kita merasa telah mengecewakan Tuhan dan kuatir kalau-kalau Tuhan itu tidak peduli dengan hidup kita. Biarlah kita dikuatkan pada hari ini sekali lagi bahwa Tuhan peduli dalam hidup kita, Tuhan adalah Allah yang memelihara setiap kita. Ia bagaikan seorang ibu yang sedang merangkul anak-anaknya yang berada di dalam ketakutan; bagaikan seorang ayah yang sedang menjaga dan memelihara anak-anaknya yang berada di dalam masa-masa yang sulit. Kasih-Nya adalah kasih yang menyejukkan dan menyembuhkan kita.(kz)